Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perpres 75 Tahun 2019, Apa Masih Tetap Bertahan?

24 Februari 2020   19:25 Diperbarui: 24 Februari 2020   19:41 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rapat dengar pendapat gabungan DPR dengan Pemerintah yang dihadiri oleh Menko PMK, Menkeu, Menkes, Mensos dan Direktur Utama BPJS Kesehatan pada 18 Februari 2020 yang lalu, merupakan antiklimaks dari rentetan raker dan RDP bahkan FGD yang sudah dilakukan berulang-ulang antara Pemerintah dengan DPR (Komisi IX).

Nada tinggi dan kejengkelan berhamburan keluar dari mulut anggota DPR Komisi IX secara solid untuk menggempur pemerintah, khususnya Menkes pada RDP sebelumnya 20 Januari 2020. Kekecewaan dan kekesalan mereka disulut dengan sikap Menkes yang pasrah, menyerah tidak ada solusi atas keinginan DPR untuk tidak menaikkan iuran kelas 3 mandiri, yang tercantum dalam Perpres 75/2019.

Dirut BPJS Kesehatan bersikukuh untuk tidak mengikuti "perintah" Menkes dan tekanan DPR, karena akan menabrak dan melampaui wewenangnya yang diamanatkan dalam UU BPJS.

Menjelang RDP gabungan 18 Februari 2020, pihak pemerintah melakukan rapat konsolidasi di komandoi oleh Menko PMK, dihadiri Menteri terkait dan Dirut BPJS Kesehatan. Hasil konsolidasi, semua pembantu presiden tersebut sepakat tetap teguh menjalankan Perpres 75/2019, khususnya kebijakan kenaikan iuran untuk PBPU dan BP peserta JKN. Bahkan pada saat ini dalam waktu dekat akan diluncurkan lagi dana Rp. 15,5 triliun bersumber dari PBI (APBN), yang akan ditarik didepan. Supaya dapat secara bertahap menutup lobang defisit yang sudah semakin mengecil, dari perhitungan sebelumnya. 

Pada akhir tahun, Menkeu sudah meluncurkan dana Rp. 13,5 triliun untuk membayar faskes tertunggak, bersumber dari selisih kenaikan iuran PBI (APBN dan APBD), yang dibiayai oleh Pemerintah sesuai amanat Perpres 75/2019.

Apa yang menarik dari RDP  gabungan DPR dengan Pemerintah  dihadiri oleh Ketua DPR Puan Maharani, dan Wakil Ketua Muhaiman Iskandar, Sumi Dasco, dan Rahmat Gobel. Terkesan rapat cukup serius, karena jarang-jarang RDP gabungan DPR dihadiri lengkap Ketua dan Wakil Ketua. Rapat tentu lebih soft, sebab Puan sebelumnya adalah Menko PMK, dan terlibat intens dalam turut menyelesaikan persoalan defisit DJS JKN, walapun belum memberikan hasil maksimal. Tetapi sudah dihasilkan 9 skema kebijakan terpadu ( bauran kebijakan)  yang harus dilakukan oleh BPJS Kesehatan bersama stakeholder terakait.

"Yang dibicarakan tadi terkait dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang telah berlaku sejak 1 januari 2020. Ada keinginan dari DPR bahwa untuk pekerja PBPU-BP itu tidak dinaikan iurannya," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2) (merdeka.com).

Puan meminta argumentasi pemerintah menaikan iuran BPJS. Dia menuturkan, DPR dan pemerintah pada 2 September 2019, sudah sepakat tidak menaikan iuran BPJS Kesehatan karena belum dilakukan pembersihan data. Ya kata kuncinya cleansing data, yang tidak pernah mejadi perhatian Menkes dan Komisi IX DPR secara spesifik, karena memang menjadi domain komisi VIII DPR, sebagai mitra Kemensos yang bertanggung jawab atas data orang miskin. Pada pertemuan ini, pemerintah berargumentasi sudah dilakukan pembersihan sejak November sampai Desember 2019 (merdeka.com).

"Namun kemudian pemerintah berargumentasi bahwa cleansing data 27,44 juta jiwa sudah dilakukan sejak bulan November sampai Desember, sehingga artinya pemerintah sudah melakukan effort untuk bisa menaikan iuran BPJS, walupun belum semua di cleansing datanya. Namun paling tidak 27,44 juta jiwa itu sudah di-cleansing data-nya. Kata pemerintah," ucap Puan (merdeka.com).

Dari situasi tersebut, apa sebenarnya keinginan DPR. Puan menyatakan bahwa keinginan DPR sebagai berikut: "Ada keinginan dari DPR untuk kemudian tidak menaikkan iuran, tapi dari argumentasi dari pemerintah maka kami meminta 19,9 juta jiwa yang saat ini merasa keberatan atau tertampung karena tidak bisa membayar iurannya, bisa dimasukkan ke dalam data PBI dari  30 juta orang yang saat ini sedang di-up date atau di-cleansing oleh Kemensos," kata Puan.

Intinya, Ketua DPP PDI Perjuangan itu mengatakan, DPR tetap pada posisi menolak kenaikan iuran. Tetapi, mendengar argumentasi pemerintah tersebut, Puan meminta memperbaharui data peserta BPJS yang keberatan. Satu jalan tengah yang sudah menunjukkan arah solusi yang menuju problem solving.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun