Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pak Menkes, Masih Ada Solusi!

24 Januari 2020   21:27 Diperbarui: 24 Januari 2020   21:24 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebagai seorang  eksekutif BPJS Kesehatan, yang paham betul apa yang menjadi tugas, fungsi,  dan wewenang Direksi BPJS Kesehatan  sesuai dengan UU BPJS, tidak akan berani  melampaui wewenang nya membatalkan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan yang sudah ditetapkan dalam Keppres JKN Nomor 75/2019.

Tentunya Profesor Fachmi Idris tidak mau masuk perangkap atau jebakan batman. Kalau 1 Januari 2020,  Dirut BPJS Kesehatan tidak menaikkan iuran peserta mandiri kelas III, kelas II dan kelas I, maka saat itu juga Presiden Jokowi akan dapat memberhenikan Dirut BPJS Kesehatan karena melakukan tugas yang melampaui wewenang nya. Lihat UU BPJS, Pasal 24, fungsi, tugas dan wewenang Direksi BPJS bersifat limitatif.  

Seharusnya Menkes dr.Terawan, tidak memaksa Dirut BPJS Kesehatan untuk tidak menaikkan iuran kelas III mandiri, baik secara kedinasan maupun melalui WA (japri), karena posisi Kemenkes dan BPJS Kesehatan adalah mitra yang keduanya sama-sama bergantung di leher Presiden. Sama-sama lembaga negara dengan status sama-sama badan hukum publik.

Sebab lain adalah draft Perpres JKN itu sesuai dengan Undang-Undang untuk membuat Peraturan Perundang-undangan, yang mengajukan usulan prakarsa Perpres adalah Kementerian Kesehatan sebagai leadnya. 

Kemudian dibahas antar lembaga kementerian terkait dan stakeholder lainnya.  Sampai dengan ujudnya sekarang ini menjadi Perpres  JKN Nomor 75/2019.  Jadi draft Perpres tersebut keluar dari pintu Biro Hukor (Hukum dan Organisasi) Kemenkes. Saya tidak tahu persis, apakah Pak Menkes mendalami sejauh itu.

Perpres JKN Nomor 75/2019, yang meneken adalah  Presiden Jokowi, seharusnya Menkes mengalamatkan keinginannya untuk membatalkan kenaikan iuran dimaksud kepada Presiden, baik menghadap langsung maupun via WA (japri). Kalau Presiden tidak berkenan mencabutnya, ya  dr.Terawan "menyerah" kepada Presiden, bukan pada DPR. Dengan satu syarat, jika ada keberanian.

Jangan putus asa, masih ada solusi

Menkes dr. Terawan masih ada cara lain untuk menyelesaikan persoalan perdebatan kenaikan iuran JKN, khususnya kelas III mandiri. Yaitu dengan fokus pada pilihan alternatif ketiga yaitu dengan melakukan verifikasi dan validasi peserta PBI Pusat dan Daerah yang jumlahnya  133 juta peserta. Lebih dari 60% dari total peserta BPJS Kesehatan.

Dibawah koordinasi Menko PMK, duduk bersama dengan Kemensos, BPS, Bappenas, Kemenkes, Kemenkeu Kemendagri dan BPJS Kesehatan.

Bongkar habis Data Terpadu KS (DTKS) Kemenkos yang menampilkan jumlah fakir miskin dan tidak mampu 96,8 juta jiwa, dan  data penerima PBI Daerah sebanyak 37 juta jiwa. 

Lakukan verifikasi dan validasi faktual. Apa benar 133 juta penduduk tersebut memenuhi kriteria sebagai fakir miskin dan tidak mampu. Apa tidak ada yang _inclusion error_  maupun _exclusion error_. Jika ada berapa banyak, jelas _by name and by address_.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun