Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korban Banjir, Silakan Menggugat

15 Januari 2020   00:09 Diperbarui: 15 Januari 2020   00:08 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak banjir besar yang melanda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi 1 Januari 2020, karena hujan yang terus menerus menyambut Tahun Baru 1 Januari 2020, menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda.

Mobil begitu saja kita lihat berenang dibawa air banjir, terhempas saling himpit, dan meninggalkan sisa lumpur yang cukup tebal, di rumah maupun di jalan dan di semua sudut beberapa lokasi yang menjadi target serangan banjir.

Banjir kali ini, tidak memilih dan memilah daerah elite maupun kumuh, sehingga bukan saja pemerataan pembangunan yang sering menjadi jargon pemerintah, tetapi terjadi secara nyata pemerataan korban banjir.

Pemerataan lainnya, adalah cakupan wilayah banjir berdampak luas, mulai dari wilayah Jawa , Jawa Timur, Jawa Tengah , Jawa Barat, dan Jakarta.

Tetapi menariknya, bagi mereka yang belum ikhlas, Anies menang jadi Gubernur dengan embel-embel alasan karena pilihan agama, suatu ungkapan sentimen keagamaan yang terus dihembuskan sampai dengan saat ini.

Padahal kita tahu, mereka yang memilih Gubernur DKI jakarta itu, cross etnis, cross agama, cross status sosial, sebagai ciri dari Jakarta sebagai kota yang pluralistik.

Yang paling mutakhir adalah soal banjir Jabodetabek saat ini. Yang remuk redam itu adalah Bekasi, tetapi yang dicaci maki, dan harus mundur sebagai Gubernur adalah Gubernur DKI Jakarta.

Anak SD saja ngerti, bahwa mereka yang menulis hujatan kepada Anies itu dengan kata-kata kasar dan kotor, gagal paham, dan cenderung menunjukkan indikasi penyakit psikopat.

Bang Ridwan Saidi sebagai orang Betawi sudah mengatakan bahwa Jakarta ini daerah banjir sejak dari sononya. Jangan heran nama daerahnya sering diawali dengan Rawa. Artinya dulunya banyak rawa yang lantas ditimbun para pendatang yang mencari kehidupan di Jakarta.

Berita yang paling mutakhir adalah melakukan class action terhadap Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saya pikir itu upaya hukum yang memang perlu dihargai, supaya Pemerintah bersungguh-sungguh mengatasi banjir.

Tetapi koran Tempo hari ini ( 7/01/2020) dalam cover beritanya berjudul GUGAT. Kalangan pegiat lingkungan dan praktisi hukum mendorong korban banjir di Jabodetabek mengajukan gugatan bersama ( class action) terhadap pemerintah. Indikasi kelalaian dan sikap saling lempar tanggung jawab pemrintah pusat dan daerah menjadi dasar gugatan.

Dengan demikian para pihak yang digugat seharusnya adalah mereka pemangku kepentingan antara lain: Gubernur Jabar, Gubernur Banten, Gubernur DKI Jakarta, Bupati Bekasi, Walikota Bekasi, Bupati Kabupaten Bogor, Walikota Tangerang Selatan, Bupati Tangerang, dan Walikota Depok. Dan pada posisi puncak adalah Presiden Jokowi sebagai penanggung jawab utama pemerintahan, bersama dengan Menteri PUPR dan Kepala BNPB. .

Jika class action dilakukan secara tanggung jawab renteng, saya pikir cukup adil dan memberikan pembelajaran kepada masyarakat, dalam proses pengadilan bagaimananya sebenarnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah melaksanakan amanat rakyatnya, dan rakyat menagih berbagai janji yang disampaikan dalam kampanye terkait penanganan banjir, dan perbaikan lingkungan.

Hakim dapat menanyakan kepada mereka yang ditersangkakan, berbagai kebijakan yang diambil dan apakah sudah dapat memberikan perlindungan pada masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hakim juga dapat mendengarkan bagaimana dan sejauh mana partisipasi masyarakat dan kaitannya kewajiban masyarakat sebagai warga negara apakah juga turut berperan membantu pemerintah.

Tentu di pengadilan, tidak bisa ditampilkan dugaan-dugaan tanpa fakta dan bukti. Fitnah tidak akan ada tempatnya. Pembuat hoaks pasti akan ngacir jika dimintakan sebagai saksi, apalagi buzzer-buzzer tak jelas, penulis-penulis artikel yang menyesatkan dan tweet yang ngawur.

Proses pengadilan dengan tersangka semua stakeholder yang bertanggung jawab mulai pusat dan daerah, lebih baik dan memberikan kepastian hukum, dari pada upaya-upaya gerakan untuk mengumpulkan tanda tangan minta Anies mundur. 

Ya hanya untuk Anies saja, pejabat negara lainnya yang lebih tinggi ngak perlu mundur. Itu semua menunjukkan di kepalanya sudah kebanjiran "kebencian" kepada Anies. 

Anies, anda terus bekerja dengan kepala dingin, tapi juga tidak perlu over protektif. Dorong terus partisipasi masyarakat, berada terus ditengah masyarakat. Tetapi ada satu hal yang harus anda dorong DPRD DKI selesaikan, yaitu penunjukkan Wakil Gubernur, supaya terbangun pembagian beban kerja, dan sparring partner dalam menyelesaikan semua persoalan.

Cibubur Jaktim, 7 Januari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun