Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Orkestra JKN-KIS

26 Agustus 2019   00:48 Diperbarui: 26 Agustus 2019   02:50 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kolektibilitas iuran

Persoalan iuran PBI sudah tuntas, jumlah peserta PBI sudah clear, dan clean  oleh Kemensos, besaran iuran sudah sesuai dengan aktuaria dan dialokasikan dalam APBN oleh Menteri keuangan. Besaran iuran untuk non PBI sudah dihitung cermat oleh kemenkes dan team stakeholder terkait, juga sudah dapat angkanya.  Kelas perawatan juga sudah dirumuskan kriterianya  untuk kelas standar. Draft Perpres Tentang Jaminan Kesehatan juga sudah disiapkan.

Apakah persoalan iuran sudah selesai?. Ternyata belum. Ada persoalan kolektibilitas iuran yang dapat menggerogoti Dana Jaminan Sosial (DJS) JKN, jika tunggakan iuran semakin tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat.

Kelompok yang terbanyak adalah Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang jumlahnya mencapai 31,5 juta dan Bukan Pekerja yang jumlahnya mencapai 5,1 juta jiwa. Total PBPU dan BP sebanyak 36,6 juta. Hanya 54% yang disiplin membayar iuran.

"Mereka tidak membayar secara teratur, tapi sebagian besar menikmati layanan dan itu yang menyebabkan BPJS menghadapi situasi seperti sekarang," kata Sri Mulyani. "Mereka tidak membayar secara teratur. Iurannya tidak di-collect oleh BPJS, namun mereka (BPJS) harus membayar untuk fasilitas kesehatan (yang dinikmati peserta). Maka BPJS jadi defisit," jelasnya.

Menurut UU BPJS, salah satu kewajiban BPJS adalah menarik iuran dari peserta. Kalau untuk PBI sudah tidak sulit karena Pemerintah langsung membayarnya ke BPJS Kesehatan. Untuk PPU (ASN, TNI/POLRI), juga dibayarkan oleh Pemerintah sebagai pemberi kerja. Hanya PPU (swasta dan BUMN), PBPU dan BP  yang langsung di kolek oleh BPJS Kesehatan.

Untuk PPU (BUMN), Dirut BPJS kesehatan dapat meminta bantuan Menteri BUMN jika ada yang mandel. Jika perintah Menteri BUMN diabaikan, Dirut BPJS kesehatan dapat meminta bantuan Presiden agar menginstruksikan langsung Menteri BUMN.  Jika masih ada BUMN yang bandel, dicopot saja Direksinya. Pasti efektif.  Sampai disini  soal PPU BUMN selesai.

Bagaimana dengan PPU Perusahaan Swasta. Dirut BPJS kesehatan dapat meminta Menaker dan Apindo membantu menyelesaikannya sesuai dengan wewenang yang dimilikinya. Dalam PP 86 tentang Sanksi Administrasi, pihak BPJS Kesehatan dapat menggandeng Jaksa Agung.  Memang kerjasama sudah dibuat MoUnya, tetapi masih memerlukan effort yang lebih kuat lagi. Bagaimana caranya biarlah Direksi BPJS Kesehatan yang memikirkannya.

Nah, yang paling berat dirasakan oleh  Manajemen BPJS Kesehatan adalah non PBI segmen PBPU dan BP yang jumlahnya 36,6 juta peserta. Rendahnya kolektibilitas iuran ( sekitar 54%), tentu tantangan dan pertaruhan yang berat bagi Direksi BPJS Kesehatan. Kenapa terasa berat?. Sebab BPJS Kesehatan tidak punya pengalaman untuk mengutip iuran. Selama puluhan tahun sebagai PT Askes, mereka duduk manis saja, iuran sudah datang dari Pemerintah. Seperti PT. Taspen saat ini.

Ada persoalan mindset di jajaran pegawai BPJS Kesehatan terkait dengan motivasi untuk mengejar tunggakan iuran. Sampai sekarang pun jika kita lihat di Kantor-Kantor Cabang dan cabang pembantu,PBPU dan BP.  banyak didatangi masyarakat untuk mendaftar menjadi peserta. Umumnya adalah PBPU dan BP. Dan mereka inilah yang potensial untuk menunggak. Tetapi terbesar utilisasinya.

Kita hitung saja, jika ada 46%menunggak  dari total PBPU dan BP ( 36,6 juta peserta), jumlahnya adalah 16.836.000 peserta, dengan iuran kelas 3 Rp.25.500.- per bulan, maka untuk setahun potential lost  iuran Rp. 5,15 Triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun