Mohon tunggu...
Ai Nurlaelasari
Ai Nurlaelasari Mohon Tunggu... -

kian hari kian indah penuh berkah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen

10 Maret 2015   09:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:54 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mentari adalah anak dari pasangan pak Rian dan ibu Sartini. Dia begitu di sayangi oleh ayahnya. Tapi, ayahnya hilang entah kemana, ia pergi ke kota dengan meninggalkan sebah janji memberikan boneka yang bermata biru sebagai hadiah prestasinya jika telah pulang dari kota namun, bertahun-tahun menunggu ayahnya tak kunjung datang, ia sirna bagaikan di telan bumi.

"Kemana?", Mentari selalu bertanya demikian.

Bertahun-tahun berpisah hingga Mentari tumbuh dewasa. Kehilangan seorang ayah membuatnya begitu terpukul, di tambah ia harus kehilangan ibunya yang menikah lagi dengan saudagar kaya, namun hal demikian membuatnya harus menjauh dari ibunya. Tapi, khidupan Mentari masih terus berjalan, walau dalam kesengsaraan. Terlebih dia harus menjalankan amanat terakhir dari ayahnya sebelum ia pergi meninggalkan Mentari. Bagaimana perjalanan hidupnya yang merindukan sosok seorang ayah dan ibu, laul menunggu janji ayahnya yang akan memberikannya boneka bermata biru. Kini mentari berada di dalam sebuah penantian panjang dan melelahkan .

Tema : Hadiah

Judul : Boneka Bermata Biru dari Ayah

Karya : Eni Nrsafitri

Sang raja siang yang terang mulai menampakan atraksi kemilaunya, yaitu kembali ke garis horizon. Langit biru berubah menjadi kelabu dengan temaram malam yang sunyi. Cakrawala yang luas di hiasi bintang-bintang yang berkedip. Sang ratu malam tampak santai berdampingan dengan awan dan kabut hitam.

Aku duduk melamun seorang diri, masih terngiang di telingaku janji ayah yang akan memberiku boneka bermata biru sebagai hadiah prestasiku memang aku tergolong anak yang cukup pintar, oleh sebab itu ayah begitu menyayangiku, walau hidup dalam kemiskinan namun ayah selalu memprioritaskan aku untuk terus bersekolah.

Namun,janji sang ayah rasanya telah pudar walau memang masih terbayang-bayang. Ayah pergi entah kemana, bermula dari sebuah pertengkaran antara ayah dan ibu karena faktor ekonomi yang membuat ibu terlilit hutang. Sebelum ayah pergi ia berpesan padaku bahwa aku harus terus belajar dengan sungguh-snggh raih cita-citaku dengan semangat yang penuh, jika sudah menjadi orang besar jangan membusungkan dada tetapi tetap tundukan kepala, bila masih di bawah jangan putus asa. Bahkan ia berkata bahwa kepergiannya ke kota bukan karena pertengkran itu , tetapi mencari uang dan boneka bermata biru. Tapi kini bukan lagi boneka itu yang aku harapkan , aku hanya ingin ayah kembali pulang, karena sudah hampir dua tahun dia pergi tak kembali lagi.

Kini,dua tahun sudah ayah pergi meninggalkan ku entah kemana ia pergi ataukah kini ia telah menikah dengan wanita lain di kota. Aku sangat benci dan kesal jika it benar adanya, namun pikiran demikian tak menyurtukan semangatku untuk terus belajar dan menjalankan amanat terakhir ayah sebelum ia pergi, yaitu terus belajar dengan giat. Segudang prestasi telah aku dapatkan , walau dengan semangat yang kadang menipis. Akupun harus membiayai sendiri sekolahku karena tak ada orang yang sanggup membiayai, adapun ibuku dia hanya seorang buruh suci dengan penghasilan yang tak menentu. Karena itu akpun bekerja untuk memenuhi kebutuhanku.

Bahkan, tiga tahun kepergian ayah membuat keluarga kami tidak ada yang membiayai makanpun kami sangat sulit. Hal itu yang akhirnya membuat ibuku harus menikah dengan saudagar kaya di kampungku, rasa tak rela kadang terbersit di benakku. Namun demi kebahagian ibu aku rela membiarkannya menikah lagi, walau memang sebenarnya tujuan ibu menikah adalah agar hutang ibu lunas dan ak dapat di perhatikan, sekolhku terus jalan , dan mencukupi kebuthanku. Dan sebenarnya ibu tidak mau menikah lagi. Tapi ternyata tujuan ibu bertolak blakang dengan apa yang akhirnya terjadi, ayah tiriku sama sekali tidak memikirkanku, padahal iapun telah berjanji untuk membiayaiku. Walau memang aku mengerti dia bukanlah ayah kandungku tapi mengapa, ibu kandungkupundi paksa harus menjauhiku , satu kali dalam seminggupun kami jarang bertemu, kini ibu tinggal bersama saudagar itu, sedangkan aku masih duduk di gubug penuh kenangan saat masih bersama, hanya di temani dengan lamunan-lamunan pilu dan terkadang lamunan ayah yang datang dengan boneka berwarna biru.

Hidupku semakin parah saat aku tak bisa membiayai sekolahku sendiri lagi,aku di keluarkan dari sekolah karena tidak dapat membayar SPP. Meskipun aku putus skolah cita-citaku masih tergantung tinggi, aku hanya ingin menjadi guru dan pergi ke kota mencari ayah untuk membawanya pulang. Aku menjalani hidup sebagai orang yang tak punya yang selalu tercekik biaya bila aku penuhi aku tak mampu, namun jika tidak aku akan mati karena makan sepiringpun nasi satu haripun merupakan rizki yang besar bagiku. Bukan karena himpitan biaya saja yang menyulitkanku, tapi tentang ibuku yang tak pernah lagi datang menjenuk.

"Aku rindu padamu ibu...pak.... aku rindu pada kasih sayang kalian dalam kebersmaan."Kata itu yang selalu ku ucapkan setiap malam

Aku tidak lagi mepunyai pekerjaan, aku mencari pekerjaan kesana kemari, ke toko-toko bahkan ke rumah warga, siapa tahu ada yang membutuhkan jasa pembantu tapi,pekerjaan sulit aku dapatkan, dan aku merasa menjadi anak yang di buang, hidup sebatang kara tanpa ayah tanpa ibu, sulit rasanya aku hadapi semua ini.Demi meneruskan hidup dan mencari yang untuk sekolah lagi, aku terpaksa menjadipedagang asongan yang menjajakan dagangan kala lampu merah datang. Anak jalanan, mngkin itu julukanku saat ini, walau aku tahu pekerjaan ini ta baik bagiku, seharusnya anak seusiaku belajar di sekolah , karena aku masih bersia 16 tahun. Hanya saja kesengsaran menyeretku menjadi seorang pedagang asongan, meski itu cita-citaku masih tergantung tinggi dalam sanubari.

"lihatlah, suatu saat nanti cita-cita itu akan aku raih ayah, dan aku akan membuktikan bahwa aku bisa menjadi kebanggaan ibu dan ayah, aku mampu menjadi orang besar ,tidak selamanya yang tinggi tidak dapat di capi, selama masih aku perjuangkan. Itu janjiku ayah! penuhi pula jnjimu memberiku boneka bermata biru itu,sebagai hadiah terindah darimu, kita pasti bertemu!."Ujar ku dalam hati.

Tiga bulan sudah aku putus sekolah , namun keberuntungan sedang memihakku , aku bertemu dengan pak Kardi, dia adalah guru agama di sekolahku. Dia merasa iba dan menyayangkan aku harus putus sekolah walau dengan segudang prestasi lalu diapun menawariku untuk sekolah lagi, jelas aku tidak dapat menolaknya dan menerima dengan perasaan malu. Bahkan dia mengajakku tinggal bersama keluarganya. Namun aku menolak, di biayai sekolahpun aku teramat bahagia.

"Apakah setelah aku di beri hati aku harus meminta jantung?" tidak demikian.

Kebahagiaan yang aku dapat saat ini rasanya hambar tanpa hadirnya ayah dan ibu

Pak Kardi membiayai ku sampai lulus SMA ,Selanjutnya aku berhasil mendapatkan beasiswa untuk kuliah, dan membuat aku berhasil menjadi seorang dosen di sebuah universitas ternama . aku berterimakasih pada pak Kardi hanya dengan prestasiku pada saat belajar dan membuatnya bangga ,

Karena tiada harta yang dapat aku berikan .Aku bersyukur cita-citaku dapat tercapai, sedikit demi sedikit keuanganku membaik. Bahkan cita-citaku bukan sekedar menjadi guru saja, tetapi menjadi seorang dosen. Ada satu hal yang masih mengganjal, yaitu ingin bertemu ayah yang hilang,terlebih aku kini akan menikah dengan anak pak Kardi yaitu Mustopa .sebelum aku menikah, aku ingin bertemu dengan ayah untuk meminta restunya dan membawanya pulang.

Akhirna aku pergi ke kota di temani Mustofa , sesampainya disana aku bingung dan pergi mencari kemana. Hanya satu alamat yang aku tahu yaitu rumah bos ayah, akupun mencari cari rumah bos ayah untuk menanyakan keberdaan ayah akhirnya setelah lama mencari, aku sampai di alamat yang aku cari. Tapi aku malah semakin bingung, karena rumah itu telah kosong, tidak ada yang tahu keberadaan bos ayah dimana aku sempat putus asa untuk bertemu dengan ayah akupun kesal mengapa ayah tega meninggalkanu dan juga ibu, aku kecewa pada ayah dia melupakanku dan juga lupa akan janjinya memberikan boneka bermata biru itu.

Tapi, di tengah keputus asaanku ada seorang tukang sayur yang memberitahu keberadaan bos ayah akupun segera mencari alamat itu . Sesampainya di rumah besar dengan gerbang menjulang dan di jaga oleh tiga orang kepala botak, berbadan tegak dan berwajah sangar, aku malah merinding melihatnya. Ketika ku ucapkan salam kepada mereka , mereka malah diam membisu, tetapi saat aku berkata ingin bertemu dengan bos Hermanto mereka langsung melotot dan langsung mengusir kami agar tidak menemui bos Hermanto. Namun aku bersikukuh untuk mencoba masuk ke dalam hingga kegaduhan terjadi, suara orang itu menggelegar memarahi dan mengusir kami hingga aku ketakutan.

Suara kegaduhan itu memancing seorang lelaki tua yang keluar dan membuka gerbang, tidak lain orang itu adalah bos Hermanto. Bos Hermnto memandangku dengan penuh kecurigan, untuk mengatasinya akupun aku berkata padanya bahwa aku anak dari pak Rian pekerjanya, sejenak orang itu bengong dan tiba-tiba "Mentari" aku sangat kaget, mengapa orang itu tahu namaku, tapi tanpa basa-basi akupun langsung menanyakan keberadaan ayah padanya. Pa Harmanto kemudin bercerita, bahwa dulu ayahku datang kerumahnya dan bekerja selama tiga bulan ,ayah bekerja dengan sangat tekun sebagai supir pribadi setelah itu ia mendapatkan upah, upah yang cukup besar dan berniat pulang ke kampung.Dia membeli boneka bermata biru di toko mainan. Ketika hendak benyebrang, nasib naas menimpanya sebuah mobil berkecepatan tinggi menabrak ayah dan mementalkannya, ayahpun pingsan dan dua jam kemdian ayah terbangun dan mengucapkan kalimat,

"Ayah sayang mentari"

kemdian ayah menitipkan boneka yang di belinya pada pak Hartono boneka Itu tak di lepaskannya walau tertabrak sekalipun. Ayah juga berpesan pada pak Hartono agar di berikan padaku jika aku datang ke kota mencari dirinya. Selesai aku mendengarkan cerita itu, aku tak dapat membendung air mata lagi, dugaanku pada ayah salah dia tidak menikah lagi dan tidak melupakkan janjinya memberi boneka bermata biru sekarang ayah telah pergi jauh menghadap yang kuasa maafkan anakmu ini yang telah berpikiran buruk, kau adalah pahlawan dalam hidpuku do'a ku selalu tertuju untuk dirimu dan semoga ayah merestui pernikahanku dengan Mustopa, seorang lelaki yang baik dan sholeh.

Boneka bermata biru akan ku jaga sebagai kenangan terindah dari dirimu, biru mataya melambangkan ketulusan kasih sayang dan do'a yang suci ayah semoga kau tenang terimakasih ayah....................

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun