Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Curhat Rakyat

23 Januari 2020   22:15 Diperbarui: 23 Januari 2020   22:13 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku lahir di pedesaan, yang lahir empat puluh tahun yang lalu. Orang menamaiku si kampung tapi sebenarnya bukan itu namaku. Setiap kujumpai mereka dikota, di setiap pelosok jalan mereka selalu mengatakan sikampung, si kotor yang berjalan penuh dengan berlumuran tanah. Aku sempat berpikir, aku ini punya siapa, apakah kota bukan tempatku.

Dimanakah tempat aku dilahirkan sebenarnya? Apakah beda tempat ku dan tempat mereka? Setau ku nama tempat ku dan mereka yaitu bumi. Mungkinkah mereka lupa akan luasnya daerah ini. Ataukah aku salah menempatkan posisi tempat aku berpijak. Kucari jawaban di setiap tulisan-tulisan yang ada dipinggir jalan dan kusamakan dengan yang ada di KTP ku, timbul pertanyaan dalam diriku, kok sama?. Lantas mengapa mereka di kota menyebut aku seperti ini.

Kududuk di sebuah trotoar jalan kuamati setiap burung yang beterbangan penuh kebebasan di angkasa. Dalam hati ku berkata: Oh betapa bahagianya mereka itu, bisa terbang kemana saja mereka mau. Tapi aku melihat burung-burung itu sepertinya mereka tidak betah beterbangan di angkasa tepat di atasku berdiri. Kulihat burung-burung itu pergi, beterbangan menuju dari mana aku datang. Ya, memang setiap pagi aku datang dengan kaki yang berlumpur.

Disela aku duduk termenung sendirian, datanglah sesosok orang bertubuh kekar mendekatiku. Dengan tajam dia menatapku, kemudian duduk disampingku. Dia pun mulai membuka pembicaraan dengan mengatakan betapa indahnya langit biru itu. Dia ada untuk semua orang. Tapi ada yang membuat sesuatu untuk semua menjadi untuk sebagian orang.

Sehingga burung-burung pun tidak tahan berada disana. Aku pun kaget mendengar perkataannya, rupanya dia mengerti situasi yang sedang aku alami. Kuceritakan semua apa yang aku rasakan padanya. Dia pun membalasnya dengan mengatakan bahwa nasib kita sama.

Aku merasakan betapa sedihnya hidupku, bangun pagi-pagi demi mendapatkan kendaran di jalan. Belum lagi naik-turun ketika ada si lumpur menghantam. Memang aku tidak pantas jalan di kota, aku tidak pantas sekolah di kota, pantas saja teman-teman memanggilku si lumpur. Karena tempat mereka licin, dijadikan tempat untuk tidur pun bisa, sehingga tidak heran pemabuk-pemabuk yang tidur dijalanan.

Sepatu kilat, baju licin, dan terang di malam hari ada dimana-mana. Di tempatku, di malam, ya tetap malam, karena penerang ala kadarnya. Meskipun situasi ku dan tempatku demikian, setidaknya kamu tidak memanggilku demikian, karena yang membuat tempatmu bagus, karena uang, dan uang itu mungkin dari tempatku juga.

Ah, intinya aku masih bisa bernapas, pikirku dalam hati. Entah apa yang kami katakan sekarang aku tidak peduli, bodoh amat. Setidaknya kamu yang mengatakan itu malu dengan perbedaan kita. Aku begini masih bisa bersyukur akan apa yang aku miliki. Di banding kamu, tidak mensyukuri atas apa yang kamu miliki. Yang ada kamu malahan protes di ujung-ujung jalan. Aku sama seperti burung-burungyang tidak memprotes kepada langit, karena burung-burung tahu tidak mungkin didengarkan.

Bersambung.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun