Mohon tunggu...
Charles Tobing
Charles Tobing Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aut viam inveniam aut faciam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sudah di Akhir Jabatan, Masih Saja Berulah

15 Juli 2014   17:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:16 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perilaku beberapa anggota DPR belakangan ini semakin memprihatinkan. Komisi I DPR berencana akan memanggil RRI jajaran direksi RRI terkait penayangan quick count  (QC) mereka di sejumlah lembaga penyiaran. Ketua Komisi I Mahfud Siddiq mengatakan bahwa RI bukanlah lembaga survei resmi yang dapat melakukan hitung cepat. Di samping itu, RRI merupakan lembaga penyiaran publik yang harus dapat menjaga netralitasya saat pilpres. Sumber informasi klik disini.

Suatu argumentasi yang sangat tidak masuk akal. Alasan pertama, jika memang tidak boleh, pada pemilu sebelumnya RRI juga menyelenggarakan QC, namun tidak ada yang berkeberatan dengan hal itu baik Presiden, DPR, lembaga pemerintah lain, KPI, partai politik maupun organisasi kemasyarakatan. Kenapa baru sekarang dipermasalahkan?

Kedua, apa definisi netral? Apakah hasil dari suatu perkiraan berdasarkan metode ilmiah tidak boleh dipublikasikan? Apakah hasil QC yang dilakukan pasti akan salah? Bagaimana jika hasil QC nantinya sangat dekat dengan hasil real count KPU seperti pada pemilu sebelumnya? Apakah tidak ada kemungkinan terjadinya kesesuaian itu? Apakah  pengertian netral bagi anggota Komisi I tersebut  berarti harus mengunggulkan pasangan capres tertentu? Patut dipertanyakan apakah tindakan  yang sama akan dilakukan oleh Komisi I jika yang diunggulkan adalah capres yang satu lagi?

Ketiga, QC sangat  diperlukan dalam proses pemilihan umum sebagai bagian dari alat pengawasan sosial. Lagipula, jika yakin KPU akan fair, kenapa harus khawatir dengan QC? Toh jika hasil QC jauh berbeda dengan hasil real count KPU, dengan asumsi hasil perhitungan KPU dapat diterima oleh semua pihak, maka yang akan kehilangan kredibilitas adalah lembaga penyelenggara QC dan media yang mempublikasikannya.

Masyarakat sudah mengetahui bahwa hasil resmi pemilu adalah hasil perhitungan yang dilakukan KPU. Jika ada pihak yang melakukan klaim kemenangan berdasarkan QC, maka masyarakat juga tahu bahwa itu tidak sah? Gitu aja kok repot?

Kalau mau fair, DPR seharusnya sekalian saja memanggil semua lembaga penyelenggara survey untuk menjelaskan metodologi yang mereka gunakan untuk dikonfirmasikan  dengan para pakar dan praktisi yang dianggap kredibel dan independen. Dapat juga dipertanyakan darimana sumber dana mereka untuk melakukan QC. Jika perlu dilakukan audit independen atau konfirmasi ke PPATK  terhadap arus dana ke penyelenggara survey dan pemiliknya. Dengan demikian, masyarakat akan dapat menilai mana lembaga survey yang dapat di percaya dan mana yang tidak.

Jika mampu, setiap warga negara atau lembaga sah-sah saja untuk melakukan QC. Diterima atau tidaknya hasilnya oleh masyarakat akan tergantung pada kredibilitas penyelenggara QC tersebut. Jika ada yang percaya dengan hasil QC tersebut, itu sah-sah saja. Yang menjadi masalah adalah jika kemudian seseorang atau sekelompok orang menyadari bahwa hasil yang sah adalah hasil KPU namun  memaksakan hasil yang berbeda dan diyakininya sebagai kebenaran  dengan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Jika itu terjadi, maka penegak hukum tinggal melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Karena itu, siapa sebenarnya yang berpotensi besar untuk konflik jika terjadi perbedaan hasil QC dan KPU nantinya? Rakyat atau para elit politik? Rasanya rakyat cukup dewasa untuk menerima siapapun pemenang pilpres kali ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun