Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tentang Parkir, Tengoklah Ibu Kota Kita

10 Agustus 2016   19:29 Diperbarui: 10 Agustus 2016   20:57 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tempat parkir/beritadaerah.co.id.

Satu dari sembilan poin penting dalam visi kepemerintahan Joko Widodo dan  Jusuf Kalla yakni “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.” Poin ketiga dari apa yang disebut Nawa Cita ini antara lain bertujuan untuk mengubah pola pembangunan yang selama ini terpusat di pulau Jawa.

Fakta tak terbantahkan, derap pembangunan di pulau Jawa telah meninggalkan daerah-daerah lain jauh tertinggal. Kota-kota di pulau Jawa semakin gemerlap dengan gedung pencakar langit di sana-sini. Sementara daerah-daerah di luar pulau Jawa seperti berada di luar orbit perhatian sehingga tetap berkubang dalam ketertinggalan dengan serba kekurangan.

Saat saya kembali ke kampung halaman di salah satu wilayah di Nusa Tenggara Timur saat libur Lebaran beberapa waktu lalu, sangat terasa disparitas tersebut. Saat pesawat memasuki wilayah NTT usai terbang tiga jam lebih dari Jakarta dan singgah sebentar di Surabaya terasa lebar jurang perkembangan antara Kupang, ibu kota NTT di satu pihak dan Jakarta-Surabaya di sisi lainnya. Memasuki NTT, terlebih lagi bertolak lebih jauh dari ibu kota, seperti kembali ke masa lalu beberapa tahun silam, bertemu lagi dengan realitas yang hampir tak berubah signifikan. Berbeda dengan kedua kota besar yang terus bergeliat maju, infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, listrik dan air di daerah saya, belum tersentuh secara utuh.

Tak heran di masa pemerintahan Jokowi-JK selain daerah perbatasan yang hampir tak diperhatikan, nasib daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang setali tiga uang pun hendak diangkat. Tujuannya, selain untuk mewujudkan ikhtiar pembangunan yang adil dan merata, juga memanfaatkan aneka potensi strategis daerah-daerah periferi itu.

Sebagai salah satu eksekutor, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menerjemahkan amanat Nawacita tersebut dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR 2015-2019. Di sektor infrastruktur Kemen-PUPR sedang mengangkat pola perencanaan pengembangan 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) untuk memenuhi pelayanan dasar serta konektivitas untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara terpadu. Daerah-daerah tersebut terkoneksi dengan Tol Laut dan dikembangkan secara sinergis sebagai kawasan strategis pariwisata, industri, dan infrastruktur sumber daya air.

 “4 WPS di antaranya terletak pada kawasan perbatasan, yaitu WPS Temajuk – Sebatik, WPS Kupang – Atambua, WPS Jayapura – Merauke, dan WPS pulau-pulau kecil terdepan,” ungkap Dadang Rukmana, Sekretaris Badan Pengembangan Infrastuktur Wilayah (BPIW) dikutip dari www.pu.go.id.

Dengan tanpa berpanjang kata, butir ketiga Nawacita yang tengah diterjemahkan Kementerian PUPR itu bertujuan untuk memeratakan pembangunan agar kemajuan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, mengurangi beban berat yang selama ini dipikul kota-kota besar.

Menurut data yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa, saat ini tak kurang dari 53 persen penduduk berdiam di wilayah perkotaan. Jumlah tersebut diperkirakan melonjak menjadi 64 persen pada 2050. Di Indonesia persentase penduduk perkotaan (tinggal di pulau Jawa) jauh lebih tinggi, mencapai 60 persen.

Pulau Jawa yang belum juga kehilangan pesonanya terus menarik orang untuk datang, bekerja dan berdiam. Daya tampung dan ketersediaan fasilitas yang terbatas akhirnya mengubah Jawa sebagai destinasi favorit menjadi kawasan dengan seribu prahara. Ledakan penduduk, transportasi publik yang minim, sanitasi dan air bersih yang terbatas, serta perumahan (hunian) yang tak seimbang menjadi mimpi buruk bagi warga kota besar saat ini. Di Jakarta, mimpi buruk tersebut sempurna terwujud.

Karena itu, jangan dikira orang-orang yang mendiami kota-kota besar itu benar-benar merasakan segala kemewahan dengan hati lega. Pada titik tertentu, beban dan tekanan mereka bisa jauh lebih besar dari penduduk pedesaan. Gedung bertingkat boleh terus bertumbuh, namun hati dan pikiran penghuninya belum tentu tenang dan nyaman.

Prahara Parkir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun