Bagaimana Indonesia? Satu-satunya harapan, Gregoria Mariska Tunjung belum bisa mengayunkan raketnya lebih jauh. Kiprahnya terhenti di babak 16 besar. Ratchanok Intanon masih terlalu tangguh bagi Jorji.
Bertarung di Lapangan 2 Musashino Forest Plaza, Kamis (29/7/2021) pagi WIB, Jorji menyerah 12-21 19-21.
Jorji hanya mampu memberi perlawanan kepada Intanon selama 39 menit. Kekalahan straight set itu mengakhiri debut Jorji di panggung olimpiade.
Apakah hasil ini cukup memuaskan bagi Indonesia?
Patut diakui, sektor tunggal putri Indonesia belum bisa bersaing di papan atas seperti sektor-sektor lain. Paceklik gelar  bergengsi dari sektor ini sudah lama terjadi.
Di panggung Olimpiade, tunggal putri terakhir yang berjaya adalah Susy Susanti. Pebulutangkis bernama lengkap Lucia Fransisca Susy Susanti itu meraih emas Olimpiade Barcelona 1992.
Kemenangan heroik dan bersejarah tiga gim atas Bang Soo-hyun dari Korea Selatan terjadi saat Susy baru berusia 21 tahun. Sejak itu, mimpi medali Olimpiade terus diperam Merah Putih hingga hari ini.
Jorji yang diharapkan bisa mengukir sejarah di Tokyo belum mampu mengimbangi Intanon. Sapu bersih kemenangan di Grup M bukan jadi jaminan. Menghadapi Thet Htar Thuzar dan Lianne Tan, Jorji bisa menang dua gim langsung. Namun kualitas pemain Myanmar dan Belgia itu masih di belakang Intanon.
Intanon yang hanya melewati satu hadangan menuju 16 besar masih bisa menunjukkan kelasnya. Setelah wakil Hongaria, Laura Sarosi mundur, hanya Soniaa Cheah yang berusaha menjegal langkahnya. Pebulutangkis Malaysia itu sempat membuat Intanon ketar-ketir melalui pertarungan rubber game, 19-21, 21-18, dan 21-10.
Sayangnya, Jorji gagal mempertahankan tren positif di dua laga penyisihan grup sebagai modal menghadapi dominasi Intanon dalam tujuh pertemuan sebelumnya.