Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kenangan Ramadan dan Jejak Langkah Islam di Nusa Tetap Toleran

14 April 2021   21:59 Diperbarui: 14 April 2021   22:08 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grup qasidah memeriahkan acara di salah satu gereja di Lembata, NTT: Liputan6.com / Ola Keda

Bagaimana suasana Ramadan di NTT tahun ini? Setelah badai siklon tropis Seroja pamit dengan meninggalkan sejumlah kehancuran, apakah bulan puasa tetap merekah di timur Indonesia itu?

Sebagai panggilan iman dan kewajiban agama, tentu tak seorang pemeluk teguh yang rela mengabaikannya. Sementara itu, tidak ada alasan bagi penganut keyakinan lainnya untuk tidak memberi ruang apresiasi kepada saudara-saudarinya untuk menunaikan kewajiban religius mereka.

Patut diakui, geliat Ramadan di NTT tidak sekentara di Tangerang Selatan misalnya. Alasan demografi menjadi sebab utama. Namun, masyarakat umumnya tidak menutup mata terhadap apa yang sedang dijalani kaum muslim.

Di Kupang, ibu kota provinsi kepulauan itu, tetap terdengar panggilan adzan di kala petang dari sejumlah titik.  Mesjid yang berada di beberapa lokasi tetap menjadi sentral yang mengumpulkan orang tua dan anak-anak saat jam doa tiba.

Tidak hanya itu. Suasana di beberapa ruas jalan menjadi ramai oleh sejumlah pedagang yang sengaja menjajakan menu untuk berbuka puasa. Mereka membuka tenda untuk menggerai aneka makanan dan minuman. 

Salah satunya di tepian sepanjang Katedral Kristus Raja Kupang hingga Bank Mandiri yang membentang di Jalan Ir.Soekarno. Beberapa tahun lalu, hampir setiap hari, saya mampir ke tempat itu hanya untuk sekadar mendapat sejumlah bungkus kolak, puding, atau camilan lainnya. Sejak siang para pedagang sudah menjajakan dagangannya, tak peduli seberapa terik matahari di "kota karang" itu.

Ilustrasi pasar Ramadan: Kompas.com
Ilustrasi pasar Ramadan: Kompas.com

Suasana di beberapa titik itu hampir selalu ramai. Tidak hanya dikerubungi oleh mereka yang memburu hidangan berbuka puasa, tetapi juga bak durian runtuh alias momen istimewa bagi masyarakat umumnya untuk mendapat sejumlah pilihan makanan kesukaan yang cukup sulit ditemui di luar bulan puasa. Jelas, kesempatan itu tidak akan terlewatkan begitu saja, walau harus sedikit bermanuver di tengah kemacetan lalu lintas dadakan.

Apakah tahun ini ruas-ruas jalan itu masih seramai beberapa tahun lalu? Apakah masih ada penjaja makanan yang berbaris rapih di sisi jalan dengan berbagai jenis makanan dan minuman yang menggugah selera?

Sepertinya cukup sulit untuk mendapatkan kembali suasana seperti itu. Sebuah kerinduan yang harus dipahami dalam suasana sulit seperti ini. Pasca-bencana banjir bandang dan angin kencang yang masih meninggalkan jejak di sana-sini, di satu sisi. Juga kenyataan yang dirasakan di mana-mana bahwa pandemi yang bertandang sejak tahun lalu belum juga pamit. Orang akhirnya harus menyesuaikan diri, mengatur keuangan secara lebih ketat sehingga lebih memilih untuk mengupayakan menu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun