Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpulangnya Pemikir Kontroversial yang Pernah Menggugat, "Apakah Tuhan Ada?"

9 April 2021   09:24 Diperbarui: 10 April 2021   11:50 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hans Kung: Neil Boenzi/The New York Times

Hans Kung (diucapkan kee-UNG). Sosok yang dikenal dengan berbagai macam sebutan. Mulai dari  teolog dan pastor Katolik Roma, berikut penggerak ekumene, dialog interkultural dan dialog antaragama, baru saja tutup usia. Ia meninggal di rumahnya di Tubingen, Jerman. Kematian yang menjemputnya pada Selasa, (6/4/2021) membuat ziarah hidupnya di dunia berakhir di usia 93 tahun.

Usianya nyaris seabad dan sepanjang itu ia sudah menelurkan banyak karya. Tidak hanya terdokumentasi dalam lebih dari 50 buku, tetapi juga tersalurkan dalam berbagai forum pidato yang tak terhitung jumlahnya.

Seperti manusia umumnya, kehidupan selalu dipenuhi tegangan. Ketegangan yang sama dialami Kung dalam bentuk yang lebih ilmiah, ikonik, dan menyejarah. Terutama dalam relasinya dengan Vatikan, pusat institusi agama yang dipeluknya sejak kecil.

Sejak menjadi seorang bocah Swiss, ia sudah memiliki hasrat untuk menjadi pastor. Kelak saat cita-cita itu menjadi nyata dalam tahbisan suci, Kung sama sekali tidak tinggal diam dalam kemapanan. Ia justru muncul sebagai salah satu tokoh yang mendorong perubahan dalam hierarki gereja.

Ia kemudian menjelma menjadi salah satu kritikus Gereja yang paling getol bersuara di tengah pergolakan besar agama Kristen di paruh kedua abad ke-20. Sebagai seorang liberal, ia mengkritik berbagai kebijakan gereja mulai dari soal pemerintahan, liturgi, infalibilitas kepausan, pengendalian kelahiran, selibat imamat, penahbisan wanita menjadi pastor, pernikahan campuran, aborsi, homoseksualitas, hingga soal kehidupan setelah kematian seperti neraka.

Sikapnya yang jelas dan tegas terhadap banyak soal itu membuatnya kerap dianggap sebagai salah satu "ancaman" terbesar bagi gereja sejak Martin Luther.

Hal-hal yang menjadi pokok pembicaraan Kung tentu luas dan dalam. Tulisan ini tidak bisa menangkup semuanya. Dalam banyak keterbatasan, sejauh pemahaman dan penelurusan literatur yang coba saya buat, ada beberapa pokok pikiran dan refleksi sebagai peninggalannya tidak hanya bagi kita sebagai pribadi, kaum beragama, juga sebagai manusia yang hidup di tengah dunia.

Pertama, ia tampil sebagai seorang reformator dalam gereja Katolik. Ia pernah tercatat sebagai teolog resmi, bahkan termuda, saat Konsili Vatikan Kedua. Konsili oikumenis ke-21 dari Gereja Katolik Roma yang kerap disingkat Konsili Vatikan II ata Vatikan II ini dimulai pada 11 Oktober 1962 hingga 8 Desember 1965.

Sebagai seorang teolog muda, kehadirannya, oleh Paus Yohanes XXIII yang berkuasa saat itu dianggap sebagai pembawa audara segar ke dalam gereja. Tidak hanya memberikan banyak masukan saat itu, ia juga secara konsisten terus mendesak agar lebih banyak hal direvisi dalam dogma dan ajaran gereja.

Semangatnya yang meluap-luap dan kritiknya yang begitu gencar membuatnya harus menerima kenyataan pahit. Alih-alih semakin mendapat tempat dalam gereja, ia justru dianggap terlalu jauh ikut campur dalam hal-hal yang seharusnya dianggap tak perlu lagi disentuh. Statusnya sebagai teolog Katolik hingga kuasa mengajarnya dicabut Vatikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun