Bukan hal baru
Terlepas dari itu, menarik melanjutkan bahasan soal usulan Indonesia dan Maladewa di atas. Sistem perhitungan poin adalah hal penting yang langsung berkaitan dengan banyak orang. Tidak hanya pemain, pelatih, dan negara-negara peserta, para sponsor dan penonton pun menjadi aspek penting yang patut diperhitungkan.
Bambang Roedyanto, Kepala Bidang Hubungan Luar Negeri PP PBSI, mengakui perubahaan sistem skor itu bukan baru muncul saat ini. Wacana tersebut, seperti dilansir dari Badminton Indonesia, sudah mengemuka pada Rapat Umum Tahunan tahun 2018.
"Saat voting tahun 2018, kami memang menolak wacana perubahan sistem skor tersebut," beber Bambang.
Menurut Bambang, saat itu mereka menentang karena perubahan itu dilakukan dengan tergesa-gesa. Uji coba pun singkat. Hanya ada tiga atau empat uji coba di turnamen kecil lantas diterapkan di turnamen resmi.
"Padahal saat itu kualifikasi Olimpiade 2020 akan dimulai. Bila menggunakan format baru, para pemain tidak punya banyak waktu untuk beradaptasi. Selain itu, saat itu BWF juga mengajukan usulan tidak boleh ada pelatih yang mendampingi saat pertandingan. Tentu kita tolak."
Sementara itu, saat ini pihaknya merasa perlu untuk mengangkat kembali wacana tersebut. Rudy, demikian sapaannya, menilai sudah saatnya wacana tersebut direalisasi. Perubahan sistem skor bakal membawa dampak positif, tidak hanya bagi pemain, tetapi juga semua pihak.
"Saat itu beberapa negara menolak dan inginnya pembahasan ini dilanjutkan setelah Olimpiade. Lalu kami melakukan rapat dengan pengurus dan pelatih, ternyata format sistem skor 5x11 akan cocok bagi bulutangkis ke depannya. Seperti para pemain tidak hanya mengandalkan stamina, durasi pertandingan bisa ditekan menjadi lebih singkat dan dipastikan laga akan seru dari awal."
Untuk itu, Rudy mengakui inilah saat yang tepat untuk mewujudkan itu. Pergantian format skor dari 3x21 menjadi 5x11 bisa diterapkan, namun tidak tergesa-gesa. Penerapannya bisa dilakukan setelah Olimpiade Tokyo yang sudah berada di depan mata.