Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menjemput Omzet Jutaan Rupiah dengan Menjadi Sahabat Rumah Pangan Kita

16 Mei 2018   18:05 Diperbarui: 16 Mei 2018   18:29 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tri Wahyudi Saleh, Direktur Komersial Perum Bulog (tengah) menjadi narasumber utama dalam acara KITANgopiWriting bersama sejumlah Kompasianer/foto dokpri

"Bila harga beras di pasar meningkat, Bulog yang disebut. Begitu juga bila stok beras dan penyerapan gabah di masyarakat sedikit, Bulog lagi yang disebut." Demikian celoteh Tri Wahyudi Saleh, Direktur Komersial Perum Bulog dalam acara KITANgopiWriting antara Kompasiana dan BULOG di salah satu kafe di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (03/05/2018) lalu.

Di hadapan sekitar 25 Kompasianer, pria kelahiran Jakarta, 29 September 50 tahun silam, membeberkan lika-liku berikut kesalahpahaman yang kerap dialamatkan kepada lembaga pangan yang dibentuk pada 10 Mei 1967 itu.

Seperti selentingan di awal tulisan di atas, publik kerap mengidentikkan Bulog dengan beras. Tentu tidak ada yang salah dengan itu. Mengingat sejak awal pendiriannya, tugas pokok Bulog adalah mengurus tata niaga beras.

Dalam perjalanan waktu ruang lingkup Bulog sempat diperluas tidak hanya mengurus beras semata, tetapi juga gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya. Kemudian berdasarkan Keppres No 19 tahun 1998, ruang lingkup komoditas yang ditangani Bulog kembali dipersempit hanya untuk menangani komoditas beras.

Sejak tahun 2000, pemerintah mulai mendorong Bulog menjadi sebuah badan usaha. Selain menjalankan tugas tradisionalnya, Bulog pun melebarkan sayapnya ke bidang jasa logistik. Puncaknya terjadi pada 2003 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2003 yang mengubah status Bulog menjadi Perusahaan Umum (Perum). Kini lini usaha Bulog mencakup banyak hal. Tidak hanya mengurus beras, tetapi juga menyambangi usaha logistik, hingga penginapan.

"Bila Anda ke Surabaya, berdekatan dengan Bandar Udara Juanda, ada hotel Bulog," Tri Wahyudi memberi contoh salah satu lini usaha Bulog di bidang perhotelan.

Rumah Pangan Kita

Beralihnya status Bulog menjadi Perusahaan Umum dengan sendirinya memangkas campur tangan pemerintah. Menurut Tri Wahyudi demi menunjang kelangsungan hidup, dengan minimnya bantuan dari pemerintah, Bulog pun harus berkreasi dan berinovasi.

Di satu sisi, Bulog tetap menjalankan tugas pokoknya untuk melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang manajemen logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi beras, serta pengendalian harga beras.

Di sisi lain, Bulog pun berbisnis untuk mendapatkan keuntungan demi kelangsungan hidup. Saat ini nasib sekitar 4.300 orang karyawan tidak lagi berada di tangan pemerintah pusat tetapi Bulog sendiri.

Untuk itu Bulog terus berinovasi dari waktu ke waktu. Salah satu terobosan yang dilakukan adalah membangun Rumah Pangan Kita (RPK). Secara singkat RPK merupakan outlet penjualan pangan pokok milik masyarakat yang dibina oleh Perum Bulog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun