Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membebaskan Bank Syariah dari Prasangka Agama

4 Juni 2017   23:55 Diperbarui: 5 Juni 2017   00:43 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari syariahfinance.com

Yang patut dicatat bank syariah dalam menjalankan kegiatannya tidak terbatas pada kaum muslim semata, tetapi juga terbuka untuk non-Muslim. Siapa saja bisa menabung, meminta pembiayaan, dan/atau menggunakan jasa bank syariah, sebagaimana pada bank-bank konvensional umumnya.

Sungguh ironis bila anggapan sesat ini masih dipelihara. Di satu pihak saat ini bank-bank syariah tumbuh pesat di seantero dunia, tidak hanya di negara Islam atau mayoritas Islam seperti Singapura, Inggris hingga Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara sekuler itu berniat menjadi pusat keuangan syariah di dunia. Di sisi lain, di negara-negara mayoritas muslim seerti Malaysia misalnya, nasabah non muslim berkembang pesat (mencapai 15 persen).

Fakta lain bisa dilihat pada kepemilikan bank-bank syariah. Tidak semata-mata dimiliki oleh masyarakat Muslim Indonesia dan sejumlah investor Muslim dari mancanegara, juga sahamnya dimiliki pula oleh pemerintah, swasta, dan pemerintah asing dengan beragam latar belakang religius.

Memanfaatkan peluang

Fakta tak terbantahkan sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam belum sepenuhnya menjadi peluang untuk mengembangkan perbankan syariah. Dari data yang dipaparkan Aprilia Ratna, dibanding negara-negara lain, perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia masih tertinggal. Dalam “top 10 Largest Islamic Finance Economies 2016”, Indonesia menempati peringkat ke-9, atau satu tingkat di atas Bangladesh.

Dengan total aset 53,9 miliar dollar (setara kepunyaan Turki), perolehan Indonesia lebih kecil dari Bahrain (posisi 7), Qatar (posisi 6)  dan Kuwait (posisi 5). Bila dibandingkan dengan dua teratas, maka total aset Indonesia delapan kali lipat lebih sedikit. Malaysia yang berada di urutan tertas memiliki total aset 415,4 miliar dollar, disusul Saudi Arabia (413,0), Iran (345,5) dan Uni Emirat Arab (161,4).

Hal ini jelas menjadi tantangan tersendiri bagi pebankan syariah di Indonesia. Sejauh ini ada sejumlah sebab yang mengemuka, antara lain keterbatasan modal, produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai harapan, kurangnya koordinasi antara pemerintah dan otoritas pengembangan perbankan syariah, keterbatasan Sumber Daya Manusia dan teknologi, hingga pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah.

Sejumlah tantangan tersebut dengan sendirinya menjadi kebalikan dari solusi yang patut diambil. Hal-hal terkait regulasi dan koordinasi manajerial sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah dan bagian pengembangan perbankan syariah. Begitu juga kualitas layanan, keragaman produk, dan berbagai sumber daya yang bisa diupayakan setelah permodalan mencukupi.

Sementara itu poin penting lain yang patut digarisbawahi adalah terkait literasi keuangan. Patut diakui soal ini masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Dari hasil survey yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan tahun 2013, tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat Indonesia tentang perbankan masih belum memuaskan (22 persen).

Karena itu perlu dicari strategi yang pas untuk meningkatkan literasi keuangan, sambil meningkatkan positioningperbankan syariah di Indonesia. Dengan market shareyang belum menggembirakan terbukti bahwa pendekatan demografis (85 persen penduduk muslim) tidak bisa dijadikan sebagai senjata utama. Tidak otomatis penduduk muslim akan bergabung dengan bank syariah. Karena itu diperlukan strategi komunikasi yang berbeda.

Sejauh ini sudah digalakan kampanye Aku Cinta Keuangan Syariah (ACKS) dengan menonjolkan kesamaan bank syariah dengan bank konvensional (sama bagusnya, sama modernya, sama lengkapnya).  Namun usaha tidak berhenti di situ.

Gerakan Aku Cinta Keuangan Syariah/syariah.com
Gerakan Aku Cinta Keuangan Syariah/syariah.com
Pada prinsipnya strategi pemasaran produk perbankan harus dilandaskan pada empat hal yakni produk, harga, lokasi dan promosi. Pertama,dituntut inovasi untuk menciptakan produk-produk yang menarik untuk membuat nasabah tertarik yang bisa berupa dana, kredit dan jasa-jasa lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun