Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Punya Keterbatasan Fisik, tapi Menginspirasi

20 September 2016   17:29 Diperbarui: 20 September 2016   20:46 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paralimpian Indonesia yang merebut medali perunggu cabang angkat berat Ni Nengah Widiasih (kiri) bersalaman dengan Nazmiye Muratli asal Turki yang mendapat medali emas Paralimpiade Rio 2016/ Reuters / Ueslei Marcelino.

Paralimpiade kali ini mempertandingkan 528 partai di 22 cabang olahraga. Seperti cabang Olimpiade atmosfer kompetisi dan persaingan pun terlihat jelas. Dengan segala keterbatasan mereka berjuang untuk mengalahkan lawan-lawannya demi mempersembahkan medali bagi negaranya.

Saat saya melihat kembali sejumlah rekaman pertandingan Paralimpiade aneka perasaan membuncah. Tentu, rasa simpati mendominasi. Siapa yang tidak sedih melihat mereka berjuang sekuat tenaga, berlari sekian ratus langkah, hanya menggunakan kaki palsu untuk menyangga bobot tubuh yang berat?

Hati siapa yang tidak tersayat melihat mereka berlari sekian puluh langkah lantas melentingkan badan lalu jatuh menghujam pasir. Padahal mereka tidak mengandalkan kaki-kaki normal atau dalam keadaan sempurna untuk beradu di arena lompat jauh.

Begitu juga siapa yang tak pilu melihat mereka berenang dengan hanya mengandalkan kekuatan dua kaki saja, itu pun ada yang tak sempurna, karena kehilangan satu tangan, atau bahkan kedua tangan sekaligus.

Bila kita perhatikan secara saksama ada begitu banyak keanehan yang terjadi di arena Paralimpiade. Semua 22 cabang olahraga menghadirkan beragam pemandangan ketidaksempurnaan.

Namun di arena pertandingan kita hampir tak melihat keluhan atau protes karena rasa sakit pada bagian tubuh yang tak sempurna itu. Jarang bahkan tidak juga protes karena ketidaksempurnaan.

Dengan penuh gairah dan antusiasme mereka berjuang menjadi yang terbaik.  Senyum gembira membuncah, dan peluk haru menghampar untuk setiap prestasi yang diraih. Di podium-podium ekpresi kemenangan terlihat jelas.

Sebagaimana kompetisi, rasa kesal dan sesal juga mengemuka. Mungkin lebih karena kalah bersaing, gagal memanfaatkan peluang, atau melewatkan kesempatan emas mengukir rekor dan catatan terbaik. Sebagai olahragawan yang berjiwa dan berhati, kita tak bisa menduga ada tidaknya gelora di sudut hati terdalam atas takdir yang mereka terima. Bisa jadi yang muncul serupa pernyataan: bila saya sempurna mungkin saya tidak seperti ini, atau bila saja tubuh saya tak bercacat saya bisa lebih dari ini.

Terlepas dari itu, selama pagelaran akbar itu sejumlah catatan mengesankan berhasil diukir sejumlah atlet. Kadeena Cox, atlet Britania Raya berusia 25 tahun sukses mendulang dua medali emas dari dua cabang olahraga berbeda yakni  balap sepeda dan atletik.

 Sebelum terserang stroke pada Mei 2014, ia adalah pelari berbakat. Namun serangan stroke yang menyebabkan multiple sclerosis memunculkan tanda tanya terhadap masa depan karirnya. Namun kondisi tersebut tak membuatnya patah semangat. Mendapat cap keras kepala dari sang ibu tak mengurungkan niatnya untuk terus memelihara bakat lari hingga beralih ke velodrome untuk beraksi di cabang balap sepeda.

Bila dunia normal memiliki sosok sekaliber Michael Phelps yang telah mengantongi 23 medali emas sepanjang karirnya di gelanggang Olimpiade, di arena Paralimpiade ada sosok Daniel Dias. Terlahir tanpa tangan dan kaki yang utuh tak menghalanginya untuk menggondol empat emas di tanah airnya sendiri. Dias yang sudah menjadi langganan emas sejak Olimpiade Beijing 2008 menjadi andalan sekaligus kebanggaan Brasil.

Daniel Dias/BBC.co.uk
Daniel Dias/BBC.co.uk
Lain lagi kisah Will Bayley yang mewakili Inggris Raya. Seperti paralimpian lainnya yang memiliki kekurangan, penderitaannya sebelum berjaya di Rio sungguh luar biasa. Ia melewatkan 12 operasi tulang, akibat arthrogryposis yang menyerangnya sebelum berusia lima tahun, dan dua tahun kemudia kembali berjuang mengatasi serangan kanker.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun