Mohon tunggu...
Sumire Chan
Sumire Chan Mohon Tunggu... Guru - www.rumpunsemesta.wordpress.com

Pengajar dan Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Love

Tentang Waktu dan Skala Prioritas

9 Maret 2021   07:30 Diperbarui: 9 Maret 2021   07:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: greatmind.id

Waktu selalu terus melaju. Dikehendaki atau tidak, demikian adanya. Waktu tak pernah terhenti dan berhenti menunggumu yang ditinggal berlari pun bagi yang masih tertidur lelap dengan mimpinya. Sebatas mimpi, bukan kenyataan yang patut dijalani dan dipertanggungjawabkan.

Dulu hingga sekarang semuanya mulai berubah, keinginan dan kebutuhan datang silih berganti. Jika dulu sewaktu kecil Anda membutuhkan mainan dan pelukan seorang ibu. Setelah dewasa mainan kecil itu tentu tak akan menjadi prioritas Anda lagi.

Waktu berjalan seiring dengan perubahan skala prioritas yang Anda butuhkan. Katakan saja, sewaktu sehat Anda tak mengalami pantangan makanan apapun. Setelah tua dirasa berefek dan menjadi sebuah penyakit, masihkah itu menjadi prioritas? Mungkin dalam hal ini Anda akan sedikit pilih-pilih. Bagi saya hal ini juga berlaku untuk pasangan hidup.

Pada masa remaja dengan level Anak Baru Gede (ABG) yang melekat dengan pengalaman cinta monyetnya, pasangan lelaki idaman yang diinginkan cuma sebatas anak gaul, anak band, anak OSIS dengan kriteria ganteng. Bahkan rasanya bangga jika dipacari seorang playboy, karena ini menandakan jika si perempuan cantik. 

Memasuki masa perkuliahan, selain keinginan indeks prestasi yang mumpuni. Keinginan terhadap kriteria pasangan mulai memasuki fase serius. Butuh pasangan yang tidak sekedar good looking saja, seorang aktivis, seorang anak BEM, dewasa ditambah jika bawa kendaraan sejenis motor gede atau roda empat. Sedikit banyak akan jadi rebutan.

Fase setelah menikah tentu beda lagi. Skala prioritas pasangan lelaki idaman yang tidak hanya dewasa. Bisa mengayomi, bisa membimbing, bisa saling bergantian mengurus rumah dan buah hati, bisa saling mencari nafkah, bisa saling mengerti tugas dan peran masing-masing, mau mengalah, mau minta maaf walaupun tidak salah. Kriteria ganteng sudah tak penting.

Tidak mudah menyatukan dua isi kepala yang berbeda. Terlebih perempuan yang notabene lebih banyak main perasaan daripada logika. Lebih banyak egois dan menangis. Perempuan hanyalah sebuah tulang rusuk yang bengkok. Jika diluruskan dengan cara kekerasan ataupun dengan paksaan tentu Anda akan tahu akibat apa yang akan terjadi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun