Mohon tunggu...
Sumire Chan
Sumire Chan Mohon Tunggu... Guru - www.rumpunsemesta.wordpress.com

Pengajar dan Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

E-mail untuk Ayah

8 Januari 2021   20:57 Diperbarui: 8 Januari 2021   21:04 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya aku meminta maaf padamu. Ketidakhadiranku saat kepulanganmu pasti membuatmu cemas. Setelah kurang lebih tiga bulan kita tidak bertemu, begtiu banyak hal yang sudah terjadi denganku juga negeri kita. 

Kuyakinkan pula padamu, bahwa aku menulis ini dengan keadaan teramat sadar juga 100% sehat. Hatiku sedang riang bagaikan bunga pada fase teramat mekar. Di luaran sana, orang-orang mungkin sedang sedikit tersiksa dengan sebuah pandemi yang sedang melanda. Sebuah virus bernama corona ditakuti dimana-mana, Kabar buruknya sampai saat ini belum ada sosok super hero dari negeri manapun yang sanggup memberantasnya. Semuanya hanya lelucon, yang dikatakan mereka hanya guyonan. Mungkinkah ini kesengajaan untuk menghilangkan nyawa-nyawa yang menambah padat populasi manusia di negeri kita ayah? Ataukah memang ini sudah rencana Tuhan yang kesekian?? Seperti kita, Tuhan menunda mempertemukan kita untuk mempertemukan aku dengan dia. 

Ayah, rupanya ketika ayah membaca ini aku sudah tidak berada di Jakarta lagi. Di usiaku yang orang-orang bilang sudah tidak muda lagi. Aku masih belum berhasil menemukan pria idaman itu. Sosok pria yang kuagungkan dalam bayangan semuanya berlalu seperti hanya simfoni yang pekat. Gelap. Padahal duniaku memang sudah gelap. Semenjak ibu pergi dengan pria idamannya. Terkadang aku pun menginginkan demikian. Tapi tidak untuk meninggalkan ayah. Aku mencintai ayah bahkan sebelum aku melihatmu. Tanganmu yang kokoh selalu mengelusku dengan lembut lewat perut ibu. Saat itu aku sungguh  merasa nyaman.  Namun demikian, aku adalah satu dari sekian makhluk yang tidak betah di zona nyaman.

Sebelumnya hari-hariku dipenuhi sebuah pengambilan keputusan. Aku, mencintai dia- pria lain selain dirimu. Dan ini bukan rasa cinta yang biasa dirasakan seorang anak pada ayahnya. Ini rasa cinta seorang perempuan kepada lelaki pujaanya. Kumohon, ayah jangan sedih, karena aku tidak akan benar-benar meninggalkmu. Bahkan jika ayah setuju aku ingin sekali membawamu, memperkenalkan ayah dan dia dengan segera.

 

Tanpa sadar, air mata pria paruh baya itu menetes. Fauzy menghela nafas teramat panjang, menahannya dalam rasa lelah juga tak percaya. Sebenarnya ia tak ingin melanjutkan membaca email tersebut. Rasa lelah dalam perjalanan pulang membuatnya sedikit lemas. Namun rasa ingin tahu terhadap keadaan anak perempuannya mengalahkan segalanya. Pria itu berjalan tergopoh, menaruh tas kerjanya. Ia membuka kaca mata tuanya, mengusapkan sebuah tisu pada matanya yang sayu. Fauzy merebahkan badannya dalam kasur di ruangan depan.

Slide pertama baru selesai dibaca. Nampak lembar-lembar berikutnya masih dipenuhi dengan tulisan bahkan beberapa lampiran. Berat rasanya. Tapi, pada akhirnya ia kembali menggeser jarinya dalam monitor handphone yang ia genggam.

 

Ayahku yang sabar hatinya,

Sungguh dari dulu aku tahu bahwa hatimu teramat mulia. Lagi-lagi semenjak ibu meninggalkan kita kemudian menikah dengan pria pemilik tambang emas itu, aku mempelajari banyak hal. Dari sana aku mengetahui kesabaranmu yang begitu luas. Tapi bukan itu yang akan kuceritakan. Dengan kebaikanmu yang begitu ikhlas, aku hanya ingin mengatakan kalau aku ingin mengikuti jejak ibu. Padamu aku juga belajar bahwa keikhlasan tidak harus kita ungkapkan sebagaimana surat Al-Ikhlas yang tidak pernah melantukan kata ikhlas. Segala yang terjadi adalah kuasa dan kehednak Tuhan, dengan tokoh utama manusia yang tetap senantiasa harus berusaha.

Tiga bulan yang lalu aku bertemu ibu. Ia menggengdong seorang bayi yang sangat mungil. Seketika aku menghampiri ibu dan bercakap-cakap dengannya. Dan ternyata, pria pemilik tambang itu telah tewas. Ia adalah satu dari sekian korban kecelakaan pesawat yang mayat-mayatnya tidak pernah ditemukan itu. Apa ayah ingat sewaktu kita menonton TV dengan pemberitaan ini?? Dengan cerita demikian, kupikir ibu menjadi kaya raya sebagai pewaris kekayaan suaminya. Ternyata tidak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun