Mohon tunggu...
Irfan Dwi Kusuma
Irfan Dwi Kusuma Mohon Tunggu... -

Seorang Mahasiswa yang hobby memperhatikan sesuatu dan memikirkannya

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kosong? Astagfirullahaladzim

30 Juni 2018   10:43 Diperbarui: 30 Juni 2018   11:30 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kotak kosong, sumber : www.radioidola.com

Judul diatas adalah suatu catchphrase salah satu iklan yang lagi viral. Akan tetapi juga merupakan kalimat yang cocok untuk mendeskripsikan salah satu fenomena dalJudul am kancah demokrasi Indonesia. Akhir-akhir ini telah dilaksanakan Pilkada Serentak 2018 yang akan memilih 171 kepala daerah di seluruh Indonesia. Dan diantara 171 daerah tersebut, 16 daerah tidak terlalu variatif dalam hal calon kepala daerah alias memiliki calon tunggal dalam Pilkadanya. Dan yang mengejutkan adalah terjadinya kemenangan kotak kosong pada salah satu daerah yang melaksanakan pilkada daerah ini, meskipun hanya berdasar hitung cepat. Hal ini seakan akan menunjukkan seakan-akan rakyat daerah tersebut sangat menginginkan calon tunggal 'tetap berstatus calon'.

Pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal tidak baru terjadi tahun ini. Mengapa harus ada kotak kosong? Karena pilkada harus dilakukan untuk memilih pemimpin yang sah. Tanpa adanya pilkada, tidak ada pemimpin yang dipilih secara konstitusi lewat pemilihan umum. Dengan adanya kotak kosong, maka pemilih memiliki pilihan, memilih calon tunggal, atau memilih kotak kosong. Hal ini mencegah autowin dari calon tunggal tersebut karena jika terdapat kemenangan secara otomatis tanpa melalui pilkada, atau tidak adanya pilihan lain, maka hal tersebut tidak sesuai dari prinsip demokrasi itu sendiri. Jika memang terjadi kemenangan pada kotak kosong,sesuai undang undang, maka pemimpin daerah akan ditunjuk Kemendagri dalam bentuk pelaksana tugas seperti yang diatur dalam UU 10/2016. Dan pemimpin 'sejati' akan dipilih lagi pada perhelatan pilkada selanjutnya, sesuai Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018 Pasal 25 ayat 1 sampai 3 tentang pilkada dengan Satu Pasangan Calon. Akan tetapi, apakah pelaksana tugas itu merupakan 'pemimpin yang dirindukan' dari para pemilih kotak kosong itu? Bukankah pemimpin yang tidak dipilih langsung oleh rakyat itu hal yang dihindari dalam polemik calon tunggal?

Calon tunggal membunuh demokrasi. Maka muncullah Kotak Kosong sebagai partisipan sukarela tanpa kampanye hanya untuk mengadakan pilihan dalam berdemokrasi. Kotak kosong mungkin bukan solusi terbaik untuk mengatasi problematika calon tunggal, tetapi juga bukan solusi yang buruk. Dan bagaimana pula jika kotak kosong dianggap adalah adisi terbaik dalam demokrasi? Bagaimana jika tiap pemilu disediakan kotak kosong,berapapun calonnya? Apakah adanya kotak kosong dalam pilkada dengan beberapa calon akan mengubah peta politik dan kebijakan partai pengusung? Entahlah, hal itu merupakan keadaan hipotetis yang tidak akan terjadi.

Bagaimana juga jika penambahan kotak kosong ditambahkan pada pilpres 2019, Apakah akan muncul kampanya #2019kotakputihsaja ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun