Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Penulisan Sejarah Indonesia Baru (Bagian Pertama)

14 Desember 2016   19:58 Diperbarui: 15 Desember 2016   01:06 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image result for chaerol riezal

Pada tahun 1653 ada seorang raja di Tanah Goa yang bernama Sultan Hasanudin. Adapun raja itu tiada mengindahkan Kompeni; orang Maluku yang durhaka kepada Kompeni dibantunya; tambahan lagi diperanginya Sultan Buton yang bersahabat dengan Belanda”.

“Sultan Agung Tirtayasa itu cerdik lagi bijaksana dan tetap hatinya, rukun Islam dikerjakannya dengan sungguh-sungguh, tetapi kelakuannya kerapkali bengis dan hatinya tiada lurus; se-umur hidupnya Sultan itu dengki kepada Kompeni; niatnya hendak meramaikan Banten serta membinasakan Betawi”.

“Jikalau kita bandingkan hal orang kecil pada zaman dahulu dengan zaman yang sekarang, nyatalah bahwa sekarang lebih senang dan selamat daripada ketika kuasa Raja-raja tiada berhingga; Raja itu kerapkali menganiaya anak buahnya, karena tiada undang-undang, hanya hawa nafsu raja”.

Dalam historiografi kolonial, tokoh-tokoh seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Imam Bonjol, Diponegoro, Sultan Agung, Sukarno, Hatta, Wahidin, Bung Tomo dan tokoh pejuang lainnya dipandang sebagai penghianat, pemberontak, pembangkang, bandit dan sebagainya. Padahal kalau menurut kita, tokoh-tokoh seperti tersebut termaksud di atas adalah sebagai pahlawan nasional yang telah berjuang demi kepentingan rakyat Indonesia.

Bagaimanapun keberadaan Historiografi Kolonial ini sangat membahayakan, terutama kalau karya tersebut dibaca peserta anak didik yang ada di jenjang pendidikan SD, SMP, SMA atau jenjang sederajat lainnya.

***

Penulisan adalah puncak dari sejarah, sebab apa yang dituliskan itu merupakan peristiwa sejarah. Sejarah sebagaimana yang diceritakan dalam penulisan tersebut mencoba memahami sejarah yang sebenarnya, meskipun pengungkapan sejarah tidak mencapai 100% tapi setidaknya sudah mendekati 80%. Sedangkan untuk periodesasi hanyalah tahap awal dari sejarah.

Kecenderungan pada peristiwa yang menyangkut manusia, dan hal itu hanya bias diketahui dengan melihat rekaman sejaman yang bisa dibaca melalui tulisan. Penulisan sejarah merupakan sarana mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian yang diungkap, diuji, dan diinterpretasi. Sesuai dengan tugas penelitian sejarah untuk merekonstruksi sejarah masa lampau, maka rekonstruksi sejarah itu hanya akan menjadi eksis apabila hasil-hasil penelitian tersebut ditulis, atau apa yang disebut sebagai historiografi (penulisan sejarah).

Bersambung.

= = =

*Chaerol Riezal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun