Mohon tunggu...
Farah Anshori
Farah Anshori Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti Kekinian

Kandidat Doktor. Masih perlu banyak belajar. Berusaha mendengar sebanyak-banyaknya untuk diolah dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penghematan THR dari Pemerintah sampai Kenaikan Gaji ASN: Logis atau Tidak?

3 Mei 2020   19:44 Diperbarui: 3 Mei 2020   19:42 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertama, saya ingin memberikan disclaimer. Tulisan ini berdasarkan pemahaman dangkal saya terkait sistem ekonomi. Siapapun bisa ngomong macam-macam; mulai dari pengamat amatir sampai ekonom kelas wahid. Tapi, mungkin pemikiran saya ini adalah pemikiran yang tidak tertahankan bagi masyarakat kebanyakan. Lanjut!

Pada tanggal 19 April 2020, Menteri Keuangan menyatakan bahwa Pemerintah menghapuskan THR untuk pejabat negara dan ASN yang menyandang label eselon I sampai eselon II. Alasannya sederhana: demi penghematan, juga tepo seliro dalam keadaan seperti ini. Apa tuh, tepo seliro? Sini saya tuliskan jadi nggak usah Google. 

Mengutip GeoTimes, "tepo saliro didefinisikan sebagai sikap individu untuk mengontrol pribadinya berdasarkan kesadaran diri." Salah satu contohnya adalah "menjaga hubungan baik dalam kehidupan sehari-hari tanpa melihat latar belakang atau identitasnya untuk saling menghormati dan tolong-menolong." Bahasa bekennya tenggang rasa.

Pemerintah mengadopsinya dengan meniadakan THR untuk eselon I dan II. Asumsinya, mereka pasti mampu secara ekonomi, jadi meniadakan THR ini tidak akan menyulitkan mereka. Awalnya sih saya oke saja. Paling berapa sih yang dihemat. Tiba-tiba saya baca, Pemerintah bisa menghemat Rp. 5 triliun. Besar? Bagaimana kalau saya tulis itu "cuma" 0,002% dari APBN 2020. Mau mengumpat? Nanti dulu. Besar atau kecil itu relatif ya Bos. Yang penting manfaatnya.

Apa manfaat penghematan ini? Katanya bisa direalokasikan untuk dana penanggulangan Covid-19. Ada Rp. 405 triliun yang rencananya digelontorkan, mulai untuk kesehatan hingga stimulus ekonomi. Ini sekitar 16% dari APBN 2020, loh. Saya yakin tanpa perlu kita ganggu gugat, kita sepakat ini nilai yang besar. 

Tapi belum apa-apa, sudah ada yang menyoroti peruntukannya. Dari Rp. 405 triliun, "cuma" Rp. 75 triliun yang dialirkan ke sektor kesehatan. Sisanya untuk memulihkan ekonomi yang terdampak dari proses penanggulangan Covid-19. Mengapa lebih besar untuk pemulihan ekonomi? Percayalah, masyarakat yang terdampak itu jauh lebih besar jumlahnya dari jumlah penderita Covid-19. Maka wajar bila ada banyak sekali dana yang dialirkan untuk mereka.

Saya tidak mau terlalu jauh ke situ, karena pikiran saya lebih fokus ke THR, dan kalau mungkin, potensi kenaikan gaji ASN. Negara lagi berhemat kok minta naik gaji. Menyadur sebuah presentasi yang baru saya dengarkan kemarin, pertumbuhan ekonomi tergantung pada investasi privat. Investasi tergantung pada tingkat tabungan. 

Tingkat tabungan tergantung pada tingkat penghasilan. Jadi, kalau income nambah, tabungan akan nambah, investasi atau spending meningkat, maka akan ada pertumbuhan ekonomi. Kalau salah, yang memahami ekonomi boleh komentar halus.

Di saat pandemi Covid-19 ini, satu-satunya sektor yang "tidak terlalu terganggu" penggajiannya adalah sektor pemerintahan. Pemerintah adalah satu-satunya entitas yang mampu menggaji jutaan orang secara stabil. Sektor swasta bagaimana? Tergantung sektornya. Bila berkaitan langsung dengan industri kesehatan, pasti survive kalau bukan thrive. 

Yang lain? Ayo kita doakan bersama-sama. Tapi doa belum cukup. Mereka yang bekerja di sektor selain itu, terutama di sektor yang paling terdampak seperti pariwisata, akan mencari opsi penghasilan lain. Entah berdagang perangkat kesehatan, menekuni catering, menjadi YouTuber atau selebgram. Produksi kreatifitas diharapkan meningkat.

Tapi ada yang belum dipikirkan. Dari mana uang yang bisa digunakan untuk belanja produk-produk tersebut? Pegawai swasta pasti akan merasa sangat beruntung bila perusahaan tempat mereka bekerja masih mampu membayar gaji dengan lancar. Tambah bersyukur bila THR masih ada. Tapi yang kurang beruntung, pasti banting setir. Boro-boro punya uang untuk belanja. Bila ada yang bisa digunakan untuk makanan sehari-hari saja sudah bersyukur.

Jadi apa harapan yang lebih masuk akal? Perlu ada stimulus untuk spending. Saat ini, mayoritas pedagang adalah pedagang lokal, UMKM, hingga para survivor di atas itu. Bila biasanya kita menghabiskan uang di pusat perbelanjaan untuk membeli produk-produk impor, dana yang ada bisa digunakan untuk belanja produk lokal. Sudah pernah coba beli baju lebaran dari brand lokal di platform online? Sekarang bisa dicoba. Sudah coba ayam geprek model baru yang baru buka sebulan terakhir di dekat rumah? Sekarang bisa dicoba.

Kembali ke THR dan kenaikan gaji ASN. Dana publik adalah salah satu penggerak utama ekonomi. Dengan proyeksi pertumbuhan 2,3% di tahun 2020 ini meski dilanda Covid-19, pemerintah sendiri adalah satu-satunya harapan merealisasikan hal tersebut. 

Prakiraan lain dari IMF menunjukkan angka yang lebih pesimis dengan menyatakan Indonesia hanya berpotensi merealisasikan pertumbuhan PDB sebesar 0,5% di tahun 2020. Bisa disyukuri karena ada negara lain yang realisasi PDB-nya diproyeksi minus sampai -6%. Namun masih ada negara di Asia Tenggara yang cukup berhasil mengatasi pandemi Covid-19 di wilayahnya dan diproyeksikan tumbuh di atas proyeksi Indonesia.

Sejarah mencatat bahwa Indonesia "selamat" dari gelombang krisis global beberapa tahun terakhir karena kekuatan UMKM. Tapi bila UMKM kita "kehilangan" pembeli karena kecenderungan penghematan pengeluaran rumah tangga dan ketiadaan stimulus belanja, pesimis bila mengharapkan UMKM bisa menyelamatkan pertumbuhan ekonomi negeri ini. Jadi, segera kucurkan THR para ASN dan naikkanlah gaji mereka. Saat ini, suka tidak suka, sadar tidak sadar, belanja rumah tangga merekalah yang bisa diharapkan menjadi penggerak ekonomi di masa pandemi ini.

NB: Artikel ini telah ditayangkan pula di Locita.co dengan judul yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun