Mohon tunggu...
Cerita_Esa
Cerita_Esa Mohon Tunggu... Guru - Menulis dan membaca tidak membuatmu kaya sekejap, tapi yakini dapat membuat hidupmu beradap

@Cerita_esa karena setiap jengkal adalah langkah, dan setiap langkah memiliki sejarah, maka ceritakanlah selama itu memberi manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jeda

27 September 2021   08:14 Diperbarui: 27 September 2021   08:15 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku yang lelah baru saja pulang magang, berjalan lemas memasuki ruang tamu. Bersalam selirihnya dan menunduk. Kakak memberhentikan jalanku.

"Dek, sini dulu deh. Aku lagi kesel nih."

"Aku juga capek banget nih Kak. Ayah belum pulang ya?" Tangan kananku menenteng sepatu dan rangsel di pundakku yang begitu berat.

Ibu  keluar dari kamarnya sembari membawa secarik kertas. Ia duduk diantara kami berdua. Lalu memanggil si adik yang sekiranya masih jengkel dengan acuhan ibu tadi. Kami berkumpul di ruang TV tanpa ayah, biasanya yang tanpa ibu.

"Sebelum ayah pergi ayah sempat menuliskan ini untuk kalian. Ibu juga belum membaca isinya apa."

Kakak tidak terlalu penasaran dengan isi suratnya namun dia penasaran dengan kejadian malam itu sebelum ayah pergi. "Apa yang ayah dan ibu permasalahkan saat malam itu?"

Ibu kembali menghela nafas dan menunduk. Tidak pernah seperti ini sebelumnya keluarga kami. Sepanjang kami terawat pada keluarga ini, tidak pernah sedikitpun nampak permasalahan besar kami jumpai. Ibu menyodorkan surat itu untuk kakak dan membacanya pelan.

"Baca saja sendiri, biar adik-adikmu juga mendengar."

Kakak membukanya pelan lalu dibacakannya pada malam yang penuh angin yang berhembus, cahaya yang terang namun meredupkan angan kami.

"Kak, maaf kalau membuat kakak dan adik-adik khawatir. Ayah pergi tanpa berpamitan sebelumya. Kak, pohon yang di belakang rumah kita tolong jagain ya. Ayah dulu yang menginginkan pohon itu, awalnya ayah yang menyirami, dan membersihkan dedaunan keringnya setiap hari. Sesekali kalau ayah libur ayah juga membersihkan tanaman lainnya. Tapi, setahun terakhir semenjak ayah dipindahkan tugas dan kesibukkan semakin banyak, ayah sering lupa menyirami. Kakak masih ingat kan kalau adik-adikmu sering protes karena taman yang ayah bangun dulu terlihat kumuh. Apalagi ibumu yang sangat membeci hal tidak rapi. Kak, tolong sepeninggal ayah nanti saling membagi tugas merawat taman. Jangan merepotkan ibu. Setiap hari kalian hampir menyaksikan ibu merawatnya pasti juga sudah tahu apa saja yang harus kalian lakukan. Saat ayah tidak kembali, jangan bebani ibu dengan kebutuhan pribadi kalian. Selama ini ibu sudah mendidik kalian untuk mandiri menyelesaikan keperluan pribadi kalian sendiri. Kakak semakin lirih membacanya. Ayah juga akan memberi waktu untuk ibu untuk istirahat. Ibu sudah mengurusi segala hal kebutuhan ayah selema puluhan tahun ini, tanpa satu pun yang lupa. Ibu juga sudah merawat kalian dan mendidik kalian untuk hidup benar-benar dalam kebermaknaan. Ibu juga sudah merelakan capaian tertinggi dalam hidupnya untuk menggurui segala hal dalam rumah ini. Ayah pamit, semoga kelak jika kalian semakin dewasa, bisa meninggalkan ibu dalam ketenangan dan kedamaian dalam hatinya."

"Apa yang ibu lakukan sehingga ayah bisa meninggalkan kami dengan keadaan seperti ini Bu?" Cecar kakak pada ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun