Mohon tunggu...
Cerita_Esa
Cerita_Esa Mohon Tunggu... Guru - Menulis dan membaca tidak membuatmu kaya sekejap, tapi yakini dapat membuat hidupmu beradap

@Cerita_esa karena setiap jengkal adalah langkah, dan setiap langkah memiliki sejarah, maka ceritakanlah selama itu memberi manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jeda

27 September 2021   08:14 Diperbarui: 27 September 2021   08:15 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah koma dalam titik akhir kalimat

Sebuah perantara pada kait yang tak terikat

Sebuah angan pada tekat yang tak pernah terucap

Berhentilah,

Berhenti bisa jadi lalu lari atau menamatkan diri

 

Pagi sekali ayah berkemas, meninggalkan rumah. Tidak banyak yang ia bawa. Hanya sekoper baju dan setas perlengkapan kantor. Ayah pergi tidak menggunakan mobil kesayangannya, melainkan hanya mengendarai Vario motor pertama yang ayah beli saat pindah rumah.

Malam sebelumnya, kamar ayah dan ibu tidak seperti biasanya. Terdengar sibuk, ayah juga tidak biasa bersuara sedikit keras nadanya. Tapi, tidak terdengar jelas pembicaraan apa yang sedang diperdebatkan malam itu. Kami pikir, ibu pasti sedang sibuk mempersiapkan barang-barang ayah. Ya, memang biasanya ayah bandel jika dinasehati ibu karena sering lupa, bahkan mereka bisa berdebat hanya karena bingung memilih warna dasi yang akan ayah kenakan.

Ah, kami tidak peduli. Yang kami pikirkan besok adalah hari Minggu dan seperti biasa, sepulang kerja pada hari Sabtu ayah selalu membelikan makanan yang banyak. Sekalipun ibu sudah masak yang tidak kalah enak pula. Kami berempat, kakak, aku, adik, dan ayah menghabiskan malam Minggu dengan menikmati makanan sambil menonton film kesukaan kami. Ibu kemana? Ya, biasanya ibu sibuk di dapur untuk menyiapkan masakan esoknya atau menyelesaikan setlikaan, mencuci, menata lipatan baju, ah atau entah ibu sibuk apa. Ibu jarang terlihat kaluar ketika kita sedang berkumpul. Setiap hari Minggu tak jarang ibu juga melayani pelanggan untuk dibuatkan kue. Yah, ibu selalu menajadi pahlawan bagi keluarga kami.

Sebagai anak perempuan dari tiga bersaudara, sering rasanya malu dengan ibu. Sekalipun hidup ibu mengabdikan diri menjadi wanita karier sebagai ibu rumah tangga, tetapi kesibukan ibu sangat luar biasa. Pagi sebelum subuh, tepatnya sebelum penghuni rumah lainnya bangun, ibu sudah memasak berbagai macam lauk. Menyipakan semua hidangan selera makanan dari keempat orang langganannya. Beranjak dari itu, saat subuh usai ibu sudah mandi, barulah kami berempat antre. Selagi kami mandi ibu sudah berganti area kerjanya. Ya, di kamar. Menyiapkan keperluan ayah dari ujung rambut sampai kaki, dari isi dompet sampai isi tasnya.

Ok, jadi hampir setiap akhir pekan kami menghabiskan malam tanpa ibu.

Ayah tidak sempat berpamitan pada kami, padahal biasanya kemanapun dan semendadak apapun selalu menjanjikan sesuatu kepada kami. Ibu biasanya tidak kuasa menahan kepergian ayah yang begitu menggebu-gebu. Belum sempat ayah menyalakan motornya, kakak bergegas menghampiri ayah.

"Yah, kenapa terburu-buru sekali. Ayolah kita sarapan dulu. Apa pekerjaan ayah mengharuskan berangkat sepagi ini?"

"Ayah pergi dulu, jangan repoti ibu terus ya," Ayah menepuk pundak kanan kakak.

Ayah melaju begitu saja. Kami bertiga kembali ke meja makan, sarapan bersama. Ibu sepertinya sedikit lega karena ayah berangkat pagi, jadi bisa menemani kami sarapan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun