Mohon tunggu...
Cerita_Esa
Cerita_Esa Mohon Tunggu... Guru - Menulis dan membaca tidak membuatmu kaya sekejap, tapi yakini dapat membuat hidupmu beradap

@Cerita_esa karena setiap jengkal adalah langkah, dan setiap langkah memiliki sejarah, maka ceritakanlah selama itu memberi manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jujur Sama dengan Minoritas

17 September 2021   09:58 Diperbarui: 17 September 2021   10:14 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Ya, nggak sih. Aku juga gitu Yuk. Jadi air itu memang enak, menghanyutkan. Tapi jangan terlalu terbawa arus. Terkadang air juga harus bisa tenang saat dia mampu menempatkan dalam wadah yang tenang pula. Itulah yang membedakan air di sungai dan air di wadah."

"Ya, bener banget."

"Jelas nggak apa yang aku bilang tadi?"

"Eh, ya dikit. Kalau perumpamaannya air hujan terus gimana Yan? Mumpung sekarang lagi hujan."

Dengan wajah garang Riyan melototi aku. Ya, mungkin karena sikap konyolku yang kadang membuat dia panas dingin.

"Nggak usah banyak nanya loh. Masuk sono, itu si nenek udah mau masuk."

Kali ini tempat dudukku lebih menantang lagi. Tepat di depan meja pengawas dosen. Dan seperti biasa deretanku masih mahasiswa pecinta telat baru datang. Kursi di sudut-sudut ruangan penuh lah sudah dengan segala coretan contekan. Kembali aku tengok belakangku, semua telah siap dengan sekenario masing-masing. Aku? Hanya bermodal nekat dan sok tau memantapkan diri menjawab soal. UTS kali ini ada beberapa soal yang masih bingung menjawabnya. Akibat beberapa minggu ini padat kegiatan jadi sering tidur waktu perkuliahan. Saat perasaan genting akan jawaban, pernah terbesit untuk bertanya teman. Mau tidak mau aku harus bertanya meskipun sebenarnya sudah aku kerjakan, mungkin hanya memperkuat argumen yang akan akau tambahkan.

"Tia, pendapatmu nomor tiga belas gimana?" Bisikku pada teman yang ada di belakangku.

"Aku juga nggak tau. Malah nggak aku kerjakan."

"Nggekkkk," ternyata nasib baik tidak berpihak padaku. Sedikit membuat aku lelah kali ini mengerjakan soal yang segunung banyaknya. Berhenti mengerjakan, diam, tidur atau corat-coret lembar pertanyaan? Mungkin akan jadi alternatif menghilangkan pusing. Tapi, aku memilih memperlihatkan satu per satu teman sekelas saat mereka mengerjakan soal. Di pojok kiri, bangku itu ditempati mahasiswa paling cumload ssekelas. Sangat mengejutkan dia juga berhasil menikmati masa-masa menyonteknya. Entah karena soal ini yang terlalu sulit, desen yang tidak memperhatikan mahasiswa atau aku yang sok pintar tidak mau ikut nyontek? Pandanganku bergeser pada bangku-bangku sebelahnya. Sama saja, mereka menggilir lembar jawaban yang sudah dianggap sempurna untuk dijadikan contekan.

"Ayu? Dari tadi Ibu perhatikan kamu menoleh ke belakang terus. Pekerjaanmu sudah selesai." Dosen tua itu seketika sudah di depanku saat aku kembali menoleh ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun