Mohon tunggu...
Cerita_Esa
Cerita_Esa Mohon Tunggu... Guru - Menulis dan membaca tidak membuatmu kaya sekejap, tapi yakini dapat membuat hidupmu beradap

@Cerita_esa karena setiap jengkal adalah langkah, dan setiap langkah memiliki sejarah, maka ceritakanlah selama itu memberi manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pak Randi "Dibaui" Amis

15 Januari 2021   09:44 Diperbarui: 15 Januari 2021   19:40 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Uvoria kemerdekaan masa kini menjadi hal yang materialistis. Umbul-umbul dijejer di pinggir jalan, seperti prajurit yang sendiko dawuh menyambut kemenangan bangsanya dari masa perang. Semua berlomba menghias, membersihkan, menata, dan membuat ada yang belum ada.

Kampung Ngembang, terletak dipinggiran kota yang semua sosial budaya masyarakatnya menjadi tanggung. Kampung ini awalnya tidak ada. Mulanya pada masa pemberontakkan empat puluh tahun yang lalu ada pelarian masyarakat yang akhirnya tidak memiliki tempat tinggal, dan mereka menemukan tempat ini. Tanah yang patut difungsikan sebagai perkampungan awalnya hanya dihuni tiga keluarga. 

Keluarga Pak Randi, Pak Noto, dan Pak Abdi. Mereka tidak mengetahui sampai salah satu dari mereka bertemu akhir hayatnya tanah itu milik siapa. Yang pasti sekian puluh tahun dari pertama mereka tinggal sudah sangat berbeda. Sudah ada 5 rukun tetangga yang di dalamnya sekitar ada empat ratus enam puluh lima jiawa. Bahkan bisa dibilang kampung tersebut juga menjadi kampungnya para pengusaha, hartawan, tapi bukan sejarawan.

Menyambut kemerdekaan bangsanya yang ke enam puluh tahun kali ini, benar-benar meriah. Semua berlomba menghias. Mulai dari rumah mereka masing-masing, memasang umbul-umbul  sepanjang pinggir jalan, tiang-tiang lampu yang dicat warna-warni, lahan hijau setiap gang yang dihias dengan berbagai bunga, tak luput demi kemeriahan malam maka setiap jalan gang diberi lampu tumblr. Semua berlomba-loma menghias tapi ada yang mereka luputkan.

Jalan gang menuju rumah Pak Randi tidak ada yang membetulkan. Berlubang sana -sini dan airnya menggenang jika setelah hujan tiba. Penerangannya pun samar, hanya mendapat biasan cahaya dari rumah gedong depan gang rumah Pak Randi. Aparat kelurahan, RT, RW, ataupun warga sekitar belum ada yang tergerak hatinya untuk memperbaikinya. 

Ya, semua itu salah satunya adalah karena Pak Randi tidak memiliki identitas kependudukan yang menjadi syarat sah apabila akan mendapatka batuan apapun dari pemerintah, termasuk apabila tanah yang ditempati Pak Randi akan diikutkan program "renovasi rumah" atau semacamnya. Dia sempat mempunyai kartu identitas, namun semenjak tragedi pemberontakkan itu dia benar-benar kehilangan semua dokumentasi penting dan segala harta bendanya.

***

Satu minggu sebelum perayaan kemerdekaan, tepatnya hari Minggu. Semua orang berkumpul di ruang ruang hijau, atau mereka biasa disebut Taman Kampung. Tempat pusat kegiatan warga tersebut dipenuhi oleh orang dengan profesi pegawai, pengusaha, ibu rumah tangga, anak-anak, remaja, orang dalam masa pencarian kerja, dan orang yang benar-benar pengangguran karena harta turunan dari keluarganya sudah cukup membuatnya lumpuh untuk bekerja keras. Tapi tidak dengan Pak Randi.

Pak Jali sebagai ketua RT mengarahkan semua warganya untuk membersihkan dan menghias seluruh bagian kampung, terutama yang berada di dekat jalan utama. Pak Jali yang memang pegawai di kota di bagian tata letak ruang memang tidak asing untuk mengarahkan serta mengonsep kegiatan semacam ini. Benar saja, semua warga benar-benar sigap dalam melaksanakan tugas dari Pak RT.

Hari Minggu pagi, semangat dan kebugaran masyarakat benar-benar terkuras untuk membuat yang terbaik kampung mereka. Sampai matahari benar-benar di atas mereka, terik sekali. Mereka berhenti dan membubarkan diri begitu saja, Pak RT luput dari koordinasi karena ada satu pekerjaan yang belum mereka selesaikan. Tapi tak masalah, karena kampung mereka benar-benar telah meriah sampai hari penialaian tiba. Lantas, setelah semuanya meriah, dilombakan, dihadiahi, lalu dibiarkan saja.

Om Li, ya panggil saja dia om karena meskipun sudah bernak dua tapi wajahnya memang terlihat masih muda. Om Li dan anaknya Gofan berjalan menuju rumahnya. Sebelum memasuki gerbang rumah megahnya. Om Li menyempatkan mengecek saluran air dekat jalan menuju rumah Pak Randi. Gofan mengikuti. Ia menatap rumah Pak Randi dengan serius. Mungkin asing atau memang dia kritis dengan keadaan lingkungannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun