Mohon tunggu...
Camelia Aritonang
Camelia Aritonang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Guru yang masih terus belajar.

Penulis pemula yang pemalu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Sarjana Pendidikan Saja Sudah Menyedihkan, Apalagi Pendidikan Antropologi

22 Maret 2023   23:37 Diperbarui: 23 April 2023   19:55 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketika akhirnya saya berhasil menembus bangku Perguruan Tinggi Negeri di tahun 2013 setelah gagal di tahun sebelumnya, seluruh keluarga menyambut dengan sangat gembira. Maklum, dari keluarga besar kami hanya ada 1 orang yang berhasil menjadi sarjana itupun sudah lama sekali, tahun 2001 waktu saya baru mulai  masuk SD.

Satu hal yang lucu adalah ketika semua bertanya saya lulus dimana dan saya beritahu lulus di jurusan pendidikan Antropologi. Muncullah respon-respon ajaib yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya.

"Antropologi? Tentang apa itu? Mau ngapain kau masuk jurusan itu?" pertanyaan ini terasa semakin menyebalkan karena diucapkan oleh kaum tetangga kepo dengan nada keras dan logat Medan yang kental . Tau sendirilah ya gimana orang Medan kalau bicara, udah kayak ngajak berantem. Sekali dua kali menjelaskan apa itu Antropologi dan ruang lingkupnya, saya masih sanggup. Tapi setiap kali bertemu tetangga maupun kerabat dan selalu mempertanyakan itu-itu saja, lama-lama saya jengah juga, jadi  saya ambil jawaban aman: "Antropologi itu saudaranya sosisologi." Biasanya mereka langsung manggut-manggut "oo.." tapi ada juga yang masih bertanya "Sosiologi itu apa?" Dhenggg. Dahlah.

"Antropologi? Oh mau jadi astronot? Wih paten kali kau bisa kuliah kekgitu?" satu lagi komentar yang bikin saya makin kecut karena belajar pendidikan Antropologi jelas-jelas bukan untuk jadi astronot. Alangkah kerennya jika saya yang alergi matematika dan fisika---syarat mutlak untuk bisa jadi calon astronot---ini bisa jadi astronot. Saya sih nggak masalah dibilang calon astronot, tapi saya bisa bayangkan betapa terhinanya para astronot sungguhan kalau mereka tahu mereka disamakan dengan saya yang remahan kulit  kaepci gocengan ini.

Buat yang belum tahu, biar saya jelaskan secara singkat Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan budayanya. Ya soal asal-usul manusia, kebiasannya, bahasanya, makanannya, pokoknya semuanya, dibahas dalam Antropologi. Saking luasnya, Antropologi itu sifatnya holistik alias menyeluruh, artinya segala aspek kehidupan manusia bisa jadi pembahasan ilmu Antropologi. Nah, jurusan pendidikan Antropologi berarti kita dipersiapkan menjadi calon pengajar atau guru mata pelajaran Antropologi.

Menurut saya, setidaknya ada dua masalah menjadi mahasiswa pendidikan Antropologi. Pertama, saya masuk di jurusan pendidikan Antropologi, bukan Antropologi murni. Menjadi mahasiswa pendidikan saja sudah dipandang sebelah mata, karena bakal jadi guru dan tau sendirilah bahwa gaji guru nggak bisa dibilang cukup untuk bertahan hidup; apalagi pendidikan Antropologi yang kans nya nggak banyak.

Yap, nggak banyak sekolah yang memasukkan Antropologi sebagai mata pelajarannya. Padahal, sebagai bangsa besar yang multikultur dan terdiri dari ribuan suku bangsa, pelajaran Antropologi mutlak diperlukan karena banyak masalah dan konflik di negara ini sebenarnya bisa diselesaikan menggunakan pendekatan kultural. Pendidikan Antropologi akan membuat generasi kita lebih mengenal akar budayanya dan budaya suku bangsa lain sehingga meminimalisir kemungkinan konflik saat mereka dilepas ke dunia nyata  dan menjadi bagian dari masyarakat dewasa.

Saya ingin mengakui bahwa sesungguhnya, saya dan banyak teman-teman sesama alumni jurusan pendidikan antropologi yang bekerja di dunia pendidikan, hampir tidak ada yang mengajar pendidikan antropologi. Kami mengajar segala ilmu sosial---sejarah, PPKn, geografi, sosiologi---tapi tidak antropologi. Fakta yang menyedihkan.

Kedua, untuk bekerja di luar ranah pendidikanpun, penyerapan lulusan pendidikan Antropologi bikin ngelus dada. Sebagai ilmu yang nggak populer, lulusan pendidikan Antropologi dianggap nggak kapabel dalam masalah yang dibutuhkan perusahaan.

Saya pernah melamar sebagai admin di  salah satu perusahaan berkembang di Indonesia. Saat melihat CV saya, HRD bertanya, "memangnya sarjana pendidikan ngerti pekerjaan seorang admin? Apalagi pendidikan Ilmu Sosial, kalau pendidikan Matematika sih mending", padahal selama kuliah, saya sudah bekerja paruh waktu selama 2,5 tahun di bidang yang sama. Dengan mantap,  saya jawab semua pertanyaan si HRD dan dia manggut-manggut. Tibalah giliran beliau mempersilakan saya untuk bertanya apa yang ingin saya pertanyakan. Saya tanya hak-hak saya sebagai pekerja, dan jawaban beliau adalah, "begini nih, kalau merekrut orang dari ilmu sosial. Ribet, langsung nanya hak-hak pekerja." Lah padahal saya cuma tanya apakah saya dapat BPJS dan peraturan percutian bagi karyawan. Di depan mata, berkas saya langsung dicoret tinta merah. Mengsedih akutuh.

Ketiga, akan susah jadi menantu idaman mertua karena sulit jadi PNS. Kita sama-sama tahu bahwa di negeri ini salah satu profesi idaman calon mertua adalah PNS. Dan kami yang lulusan pendidikan antropologi ini suliiiiiitttt sekali menjadi PNS. Karena untuk melamar menjadi CPNS, formasi  yang kita lamar harus linear dengan ijazah kita. Dan bagaimanakah kami yang lulusan pendidikan antropologi ini, yang mata pelajarannya sangat langka diajarkan di sekolah ini, bisa menjadi PNS jika formasi yang dibuka saja sangat sedikit dan harus bersaing dengan ribuan pelamar lainnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun