Paradigma Baru Ekonomi Sumber Daya: Transformasi Prabowo Subianto Menuju Kedaulatan dan Keadilan  Diseminasi Ekonomi Politik, Vol. 3, No. 2, 2025*
Abstrak.
Artikel ini mengulas transformasi kebijakan sumber daya alam (SDA) di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Dengan pendekatan yang disebut sebagai nasionalisme progresif, SDA tidak lagi diposisikan sebagai komoditas ekspor mentah, melainkan dimaknai sebagai instrumen strategis untuk membangun kedaulatan industri, memperluas keadilan sosial, dan memperkuat ketahanan energi nasional. Analisis berbasis data kebijakan dan capaian implementasi sejak Oktober 2024 hingga Juni 2025 menunjukkan arah baru pengelolaan SDA melalui hilirisasi masif, redistribusi fiskal lewat Danantara, dan diplomasi energi yang proaktif.
1. Ekonomi Sumber Daya sebagai Alat Pembebasan.
Â
Presiden Prabowo tidak sekadar melanjutkan narasi lama soal kemandirian ekonomi---ia menekankannya sebagai *tugas sejarah*. Dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR (16 Agustus 2024), ia menyatakan tegas:
"Ekonomi sumberdaya harus menjadi senjata untuk memutus rantai ketergantungan, bukan hadiah untuk asing."
Model pembangunan yang selama ini bertumpu pada ekspor bahan mentah dikoreksi melalui tiga pilar: industrialisasi dalam negeri, penguatan BUMN sektor strategis, dan redistribusi hasil ekonomi sumberdaya ke rakyat. Inilah embrio dari paradigma ekonomi sumber daya versi Prabowo.
2. Pilar-Pilar Strategis: Dari Sawit hingga Batubara
Sawit --- Energi Hijau dan Diplomasi Ekonomi** Â
Melalui Perpres No. 12/2025, pemerintah mempercepat penerapan B40 (biodiesel 40%) sebagai bagian dari agenda transisi energi. Luas perkebunan sawit produktif tumbuh hingga 16,8 juta hektare per kuartal I 2025. Ekspor biodiesel melonjak 34%, didorong oleh kebijakan hilirisasi dan diplomasi sawit aktif, termasuk diratifikasinya FLEGT-VPA dengan Uni Eropa sebagai jaminan keberlanjutan.
Nikel --- Motor Hilirisasi dan Geopolitik EV** Â
Permen ESDM No. 5/2025 memperketat larangan ekspor bijih mentah. Investasi sektor nikel mencapai US$32 miliar, termasuk megaproyek baterai LG-CATL di Batang dan kemitraan strategis bersama Tesla dan Hyundai. Hasilnya: produksi nikel matte melonjak 210% dalam satu tahun, menjadikan Indonesia pemain sentral dalam geopolitik kendaraan listrik.
Gas Bumi --- Jembatan Transisi yang Realistis
Dengan menghidupkan kembali lapangan gas tua dan proyek LNG Jawa 1, produksi gas domestik naik 11,8% dibanding tahun lalu. Pemerintah juga menjalin aliansi dengan ExxonMobil dan QatarEnergy untuk menggarap potensi besar dari Blok Masela---didorong oleh semangat transisi energi berbasis kekuatan dalam negeri.
Minyak Bumi --- Efisiensi Kilang dan Perlindungan Konsumen** Â
Kilang Tuban yang sebelumnya mangkrak kini kembali dibangun sebagai bagian dari Grand Refinery Project. Kapasitas pengolahan nasional naik ke 1,2 juta barel per hari. Subsidi BBM pun dialihkan secara lebih cermat---difokuskan pada solar berkualitas seperti Pertamina Dex untuk moda transportasi publik.