Mohon tunggu...
Winni Soewarno
Winni Soewarno Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa yang sedang belajar menulis

Perempuan yang sedang belajar menulis dan mengungkapkan isi kepala. Kontak : cempakapt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rejeki Sepenuh Gelas

9 Juni 2022   09:08 Diperbarui: 9 Juni 2022   13:19 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://williambudiman.files.wordpress.com.

Aku berhenti di depan rumah Bu Sahira. Hari ini aku ingin membekal ketupat opor sebagai sarapanku nanti di tempat kerja. Disamping pintu pagar rumahnya ada meja lipat berukuran sedang. Meja itu berisi makanan mengenyangkan untuk sarapan. Menunya berganti setiap hari. Hari ini nasi uduk. Besok lontong sayur. Lusa nasi kuning. Keesokan harinya ketupat opor dan lainnya. Hari ini ketupat opor yang tersedia.

Bu Sahira menjual menu sarapan ini hanya di hari kerja. Hari Sabtu dan minggu tutup, meja ini dilipat. Rasa masakannya enak. Lidahku cocok. Bumbunya berani, tak irit. 

Harganya sangat terjangkau. Mungkin untungnya hanya sedikit, bisa jadi malah hanya balik modal. Banyak yang mampir termasuk aku dan tetangga kanan kiri yang akan berangkat kerja. Pagi-pagi benar, makanan untuk sarapan ini sudah tersedia. Diwadahi dalam wadah rapi, siap dibawa. Tak langsung banyak yang ditempatkan di wadah. Sebagian masih disimpan di dalam rumah supaya tidak cepat dingin.

Bu Sahira adik kelas ibuku saat sekolah. Sejak kecil aku sering diajak ibu berkunjung ke rumahnya. Saling bertukar resep dan makanan. Sama seperti ibuku, bu Sahira sangat senang memasak. Lima laki-laki dirumahnya, dengan bahagia menyantap makanan yang diolahnya. 

Suami dan empat anak laki-laki yang sekarang sudah bekerja lebih sering membawa bekal makan masakan bu Sahira. Bertahun-tahun itu dilakukannya sehingga menjadi sesuatu yang mengisi hari-harinya. 

Suaminya beberapa tahun lalu meninggal dunia. Keempat anaknya sudah bekerja semua. Hanya satu yang belum berkeluarga yang masih tinggal menemaninya.

Kegiatannya memasak jadi terkurangi. Hanya tinggal dirinya dan sibungsu, Ardi, yang sarapan. Jarang memasak makanan khusus untuk makan siang bagi dirinya. 

Anaknya makan siang di kantor. Sementara makan malampun Ardi sudah jarang. Untuk mengisi waktu, berkebun menjadi bagian dari waktu paginya. Tanaman pekarangannya berbuah lebat. Cabe, tomat dan beberapa sayuran merambat penuh dengan buah yang menyenangkan mata. 

Jika sedang panen, hasilnya akan dibagi ke tetangga kanan kiri. Tetapi masih ada waktu kosong yang ingin digunakannya. Body alarm-nya sudah terbiasa bangun pagi-pagi benar. Biasanya dulu, dia menyiapkan sarapan dan bekal bagi keluarganya. Membaca sudah tak seperti dahulu. Melihat televisipun seakan tak menarik.

Anaknya yang bungsu ini kasihan melihat ibunya tak banyak melakukan kegiatan di masa tuanya. Dia ingin ibunya memperoleh kembali energinya. Dia melihat wajah ibunya senang, sangat menikmati saat memasak. Kegiatan yang disukai dan dinikmatinya sejak muda. Sayangnya, saat tua, memasak hanya sesekali dilakukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun