Mohon tunggu...
Celinanda Alvy Yuniarti
Celinanda Alvy Yuniarti Mohon Tunggu... Lainnya - Fakir ilmu

Mari saling berbagi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Bank Syariah dalam Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah

15 Juni 2021   01:11 Diperbarui: 15 Juni 2021   01:25 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam Statistik perbankan syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dijelaskan bahwa istilah Non Performing Financing (NPF) untuk fasilitas pembiayaan di bank syariah maupun Non Performing Loan (NPL) untuk fasilitas kredit di bank konvensional diartikan sebagai pembiayaan non lancar mulai dari golongan kurang lancar sampai dengan macet (Djamil, 2012). Dari segi produktivitas dalam kaitannya dengan kemampuan untuk menghasilkan pendapatan bagi pihak bank, pembiayaan bermasalah akan mengalami penurunan atau sudah tidak lagi menghasilkan bagi pihak bank. Bahkan pembiayaan bermasalah sudah pasti akan mengurangi pendapatan bank, karena pembiayaan bermasalah yang semakin besar, akan menambah besar pula biaya pencadangan yang harus disisihkan atau dikenal dengan istilah PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif).

Menurut Supramono (1996) Penyebab timbulnya suatu kredit atau pembiayaan bermasalah terdiri dari faktor internal dan eksternal perbankan. Faktor internal,yaitu penyebab pembiayaan bermasalah yang berasal dari bank itu sendiri, diantaranya:

  • Kualitas pejabat
  • Persaingan antar bank
  • Hubungan ke dalam. Hubungan ke dalam adalah hubungan bank dengan perusahaan lain yang tergabung dalam kelompoknya, serta hubungan bank dengan pengurus maupun dengan pemegang saham.
  • Pengawasan, tindakan pengawasan dilakukan oleh pihak bank itu sendiri dan pihak Bank Indonesia.

Sedangkan faktor eksternal pembiayaan bermasalah disebabkan oleh nasabah pembiayaan, seperti nasabah side streaming yaitu nasabah menggunakan dana tidak sesuai dengan ketentuan akad, nasabah beritikad tidak baik, tidak jujur, lalai dan lain sebagainya. Dapat pula diidentifikasi penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah anatara lain karena perubahan politik dan peraturan perundangan, diregulasi sektor rill, keuangan dan ekonomi.

Kasus pembiayaan bermasalah terjadinya tidak secara tiba-tiba, namun akan mengalami tahap bermasalah terlebih dahulu. pada tahap ini, pihak bank akan memberikan peringatan secara kekeluargaan, apabila nasabah tetap saja mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kewajibannya, maka dengan persetujuan dari pihak nasabah dapat dilakukan upaya restrukturisasi pembiayaan. Dijelaskan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 bahwa restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui: penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).

Menurut Mukhlis Thaher selaku Pimpinan Devisi Penyelesaian Pembiayaan menyatakan bahwa upaya yang telah dilakukan oleh Bank Aceh Syariah terhadap pembiayaan bermasalah, antara lain dilakukan secara musyawarah. Sesuai ketentuan Pasal 15 pada akad pembiayaan, disebutkan apabila terjadi permasalahan antara bank dan nasabah terikat dengan pembiayaan maka akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Cara ini biasanya dilakukan apabila debitur mempunyai kemauan dan beritikad baik serta mau mematuhi syarat-syarat yang diberikan oleh pihak bank. Dalam musyawarah ini biasanya pihak bank lebih memberikan ruang untuk negosiasi yang didahulukan bank dengan nasabah. Dalam hal ini pihak bank langgsung melakukan musyawarah agar pembiayaan tersebut dapat diselesaikan yaitu dengan cara pertama mengirim surat teguran kepada MA agar dapat segera melunasi tunggakannya, yang kedua pihak bank memanggil MA untuk membicarakan syarat-syarat yang harus dijalankan untuk dapat melunasi hutangnya. Syarat tersebut berupa memperpanjang jangka waktu pembiayaan dan mengurangi jumlah angguran setiap bulannya. Pihak bank juga memberikan tambahan modal baru kepada MA untuk dapat melangsungkan usahanya, meskipun MA telah mengalami tunggakan selama 10 bulan tetapi atas segala bertimbangan yang dilakukan oleh pihak bank seperti melakukan penelitian langsung ke lapangan bahwa benar nasabah sedang mengalami penurunan usaha sehingga banyak mengalami kerugian dan nasabah masih mempunyai kemauan untuk membayar hutang tetapi terlambat. Akhirnya pihak bank sepakat untuk menambah modal dengan harapan MA dapat menjalankan usahanya kembali dan segera melunasi hutangnya kepada bank.

Deretan Pembiayaan Bermasalah

  • Lancar, adalah pembiayaan yang tidak ada tunggakan margin atau angsuran  pokok,  dan  pinjaman  belum  jatuh  tempo  atau  tepat waktu. Pembayaran angsuran mendatang diperkirankan lancar atau sesuai jadwal atau tidak diragukan lagi.
  • Kurang lancar, adalah pembiayaan yang pembayaran margin dan angsuran pokok mungkin akan atau sudah terganggu karena adanya perubahan yang tidak manguntungkan dari segi keuangan dan manajemen debitur, kebijakan ekonomi maupun politik yang merugikan, atau sangat tidak memadainya agunan. Pada tahap ini belum tampak kerugian pada bank.
  • Diragukan, adalah pembiayaan yang seluruh pinjaman mulai diragukan, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian pada bank, hanya saja belum daat ditentukan besar maupun waktunya. Tindakan yang cermat dan tepat harus diambil untuk meminimalkan kerugian.
  • Macet, adalah pembiayaan yang dinilai sudah tidak dapat ditagih kembali. Bank akan menanggung kerugian atas pembiayaan yang diberikan.

Dari kategori di atas, pembiayaan dibedakan menjadi pembiayaan tidak bermasalah dan pembiayaan bermasalah. Pembiayaan tidak bermasalah apabila termasuk dalam kategori lancar. Sedangkan pembiayaan dikatakan bermasalah apabila termasuk dalam kategori kurang lancar, diragukan dan macet.

Penanganan Pembiayaan Bermasalah

Secara garis besar upaya untuk mengatasi pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan represif/ kuratif. Upaya yang bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh bank sejak permohonan pembiayaan diajukan nasabah, pelaksanaan analisa yang akurat terhadap data pembiayaan, pembuatan perjanjian pembiayaan yang benar, pengikatan agunan yang menjamin kepentingan bank sampai dengan pemantauan atau pengawasan terhadap pembiayaan yang diberikan. Sedangkan upaya yang bersifat represif/kuratif adalah upaya mengatasi pembiayaan bermasalah yang bersifat penyelamatan atau penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah. Penyelamatan pembiayaan bermasalah merupakan upaya dan langkah-langkah restrukturisasi yang dilakukan bank dengan mengikuti ketentuan yang berlaku agar pembiayaan non lancar (golongan kurang lancar, diragukan, dan macet) secara bertahap menjadi golongan lancar kembali (Djamil, 2012).

Strategi penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan melalui dua jalur yaitu jalur non-litigasi maupun litigasi. Jalur non-litigasi (kekeluargaan) bisa dilakukan dengan penagihan, restrukturisasi, hapus buku atau tetap menjaga pertumbuhan pembiayaannya. Jika jalur non-litigasi tidak mencapai kesepakatan dan tidak bisa menyelesaikan pembiayaan bermasalah maka BPRS bisa menempuh jalur litigasi yang lebih mempunyai kekuatan hukum mengikat antar pihak. Bank syariah dalam memberikan pembiayaan berharap bahwa pembiayaan tersebut, berjalan dengan lancar, nasabah mematuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian dan membayar lunas bilamana jatuh tempo. Akan tetapi, bisa terjadi dalam jangka waktu pembiayaan nasabah mengalami kesulitan dalam pembayaran yang berakibat kerugian bagi bank syariah. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi harus dipenuhi oleh debitur sehingga jika debitur tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan, seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian maka dikatakan debitur telah melakukan wanprestasi. Ada empat keadaan dikatakan wanprestasi, yaitu :

  • Debitur memenuhi prestasi tidak sebagaimana yang diperjanjikan
  • Debitur terlambat memenuhi prestasi
  • Debitur melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian.

            Proses penanganan pembiayaan yang bermasalah dapat dilakukan sesuai dengan golongannya, yaitu (Muhammad, 2005):

  • Pembiayaan lancar dilakukan dengan cara:
  • Pemantauan usaha nasabah.
  • Pembinaan anggota dengan pelatihan-pelatihan
  • Pembiayaan potensial bermasalah, dilakukan dengan cara:
  • Pembinaan anggota.
  • Pemberitahuan dengan surat teguran.
  • Kunjungan lapangan atau silaturahmi oleh bagian pembiayaan kepada nasabah.
  • Upaya preventif dengan penanganan rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan reconditioning, yaitu memperkecil keuntungan atau bagi hasil.
  • Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara:
  • Membuat surat teguran atau peringatan.
  • Kunjungan lapangan atau silaturahmi oleh bagian pembiayaan kepada nasabah dilakukan dengan lebih bersungguh-sungguh.
  • Upaya penyehatan dengan cara rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun