Menempuh jenjang karier sebagai hotelier bukanlah pilihan saat di bangku kuliah. Guratan nasib mujur, menentukan lain. Sederhana saja, dilakoni. Terjun ke dunia perhotelan, berkarir lalu menikmatinya.
"Gak usah mikir gaji dulu, yang penting kerja!" itu pesan kawan di fakultas hukum. Pernyataannya masuk akal, pasalnya latar pendidikanku berseberangan. Awalnya hanya uji nyali, mengetes kemampuan, bekerja sambil kuliah, akhirnya keterusan.
Bekerja di hotel? Gak pernah terbayang. Di jaman itu, mendengar kata hotel saja sudah antipati. Maklum, suara sumbang tentang hotel, hiruk pikuk di masyarakat jaman dulu.
"Itu lho Mba, si Jesica itu hostess di hotel, Itu sebabnya dia pulang telat terus" begitu gosip tetangga. Memang Jesica selalu pulang larut malam. Ia seorang pramusaji di restoran Hotel Celeste.
Anggapan masyarakat jadul, seseorang bekerja di hotel itu sebagai lady escort, pengantar tamu. Ayahku saja berpikiran begitu.
Kata orang, "jangan mencela nanti kepincut!"
Ndilala kepincut juga.
Dunia hospitality artinya tentang keramahtamahan. Sesekali ujilah, anda masih ramah terhadap kolega di hotel?
Ramah menurut KBBI; baik hati dan menarik budi bahasanya. Manis tutur kata dan sikapnya yang suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan
Dulu saya suka mengolok-olok si Nia, tetangga di seberang rumah itu selalu pulang larut malam. Sampai-sampai saya hafal deru mobilnya.
"Dia bukan hostess mbak, dia itu order taker, di room service!" Wah apalagi order taker, di room service pula. Begitulah, anggapan masyarakat jaman dulu menilai seorang hotelier.