Mohon tunggu...
Cecilia Gandes
Cecilia Gandes Mohon Tunggu... karyawan swasta -

hanya ingin meninggalkan jejak (pemikiran) di belahan dunia (maya) yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

I Love Writing! I Love to Explore!

29 Oktober 2010   11:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:59 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak perlu diragukan bahwa di zaman yang semakin modern ini, semakin besar pula terpaan media yang kita alami. Berbagai macam produk media ditawarkan dan tak jarang bahwa kita tinggal menikmatinya saja, khususnya media elektronik. Oleh karena itu menurut saya, kemungkinan orang untuk tidak dapat menikmati atau bersinggungan dengan media sangatlah kecil. Bahkan, meskipun di komunitas tertentu, misalnya saja Suku Baduy Dalam, tidak memperbolehkan adanya interaksi yang menggunakan media elektronik, mereka tentunya tetap menggunakan media komunikasi yang sesuai dengan adat atau tradisi mereka masing-masing.

Sudah tidak terhitung lagi, sudah berapa banyak media yang pernah saya nikmati selama hidup 21 tahun ini, baik berupa media cetak atau media elektronik. Namun di antara semua media yang ditawarkan, saya menemukan media yang benar-benar membuat saya menikmatinya ketika saya mengkonsumsi media tersebut, yaitu buku sastra.

Pertama Kali Jatuh Cinta

Saya bukanlah pecinta sastra yang khatam dengan karya-karya sastra angkatan 45 atau pun yang tergolong Pujangga Baru. Toh, saya juga baru mengenal karya sastra, khususnya novel, ketika saya duduk di bangku SMP. Karena pada waktu itu ada tugas membuat resensi novel, saya pun mulai mengambil salah satu koleksi novel milik kakak saya di dalam rak buku, yang berjudul "Jendela" karya Fira Basuki. Saya hanya asal mengambil saja. Saya memilih buku yang tidak terlalu tebal dan cover buku yang sedikit tampil lebih menarik dibandingkan koleksi buku-buku milik Bapak saya, karya-karya Alm. Pramoedya Ananta Toer yang sampai saat ini belum pernah saya sentuh.

Jujur, pada waktu itu saya memang tidak bisa begitu saja menyerap rangkaian kata yang ada di dalam buku tersebut. Namun setelah saya membaca berulang-ulang, saya semakin menikmatinya. Ironisnya, saya baru tahu bahwa itu merupakan salah satu karya dari triloginya milik Fira Basuki. Untuk menggenapi rasa penasaran saya, maka saya pun mencicipi karya yang berjudul "Pintu", dan "Atap".

Ada pengalaman menarik ketika saya menawarkan teman saya untuk membuat resensi dari novel yang berjudul "Atap". Setelah beberapa hari teman saya membaca, dia memberikan komentar yang lugu kepada saya.

"Ih, Gandes.. Novelnya porno, tau!" Begitu komentarnya ketika bertemu di dalam kelas pada waktu itu. Saya pun hanya tertawa dan mengiyakan. Jelas saja. Itu kan memang novel khusus dewasa. Dan saya rasa, itu bukan termasuk hal yang prono. Demonstrasi seks yang dideskripsikan di dalam buku tersebut merupakan penggambaran cerita dan merupakan gaya bahasa yang digunakan oleh si penulis agar pembaca benar-benar terhanyut dalam cerita tersebut. Jelas saja, teman saya itu cukup ‘shock', wong teman-teman sekelas saya saja, mayoritas membuat resensi dari kumpulan cerita pendek yang diterbitkan oleh Bobo. Sedangkan saya dan teman saya yang saya pinjamkan buku itu, sudah mulai "belajar menikmati" karya-karya milik Fira Basuki. Sejak saat itu, saya mulai menyadari bahwa ternyata banyak sekali buku-buku milik kakak saya yang belum saya nikmati. Ketika saya berada di bangku kelas 2 SMP itulah, saya pertama kali jatuh cinta dengan buku-buku sastra. Dan saya akui, bahwa kecintaan saya ini juga berkat kakak saya yang gemar mengoleksi buku-buku sastra. Jika beliau tidak mempunyai koleksi tersebut, maka saya belum tentu akan mempunyai ketertarikan sendiri mengenai karya sastra.

Sambil menunggu terbitnya karya selanjutnya dari Fira Basuki, saya masih menggeledah rak buku yang ada di rumah waktu itu. Saya mulai mencoba membaca gaya penulisan Seno Gumira Aji Darma, Ayu Utami, dan Djenar Maesa Ayu. Meskipun tidak semua karya mereka telah saya baca, saya bisa menikmati bagaimana cara mereka bercerita. Kalau dari pendapat saya pribadi, gaya penulisan mereka sungguh gamblang, lugas, dan berbau kritik sosial, terlebih untuk karya Seno Gumira dan Djenar Maesa Ayu. Walaupun Seno Gumira kadang memakai majas metafora atau penggunaan makna kiasan, karya tetap saja mengandung emosi yang mendalam yang bisa mengajak pembaca untuk ikut merasakan. Sama halnya seperti tulisan Djenar Maesa Ayu. Djenar sendiri lebih banyak memaparkan demonstrasi seks, kritik mengenai konstruksi sosial ataupun persoalan kesetaraan gender. Karya Djenar yang berjudul "Jangan Main-Main dengan Alat Kelaminmu" benar-benar berisi tentang pemberontakan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki yang lebih sering mendominasi kaum perempuan. Karya-karya Djenar mayoritas berupa kumpulan cerpen, begitu juga dengan Seno Gumira (meskipun ada beberapa karya yang berupa novel). Sedangkan Fira Basuki, lebih sering mengemas rangkaian kata-katanya dalam bentuk satu cerita, memainkan alur, dan membuat ending kisah yang tak mudah untuk ditebak oleh pembaca, salah satunya terbukti di dalam karyanya yang berjudul "Rojak".

Dari Membaca, kemudian Mencoba Menulis

Kecintaan saya tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Semakin saya beranjak tua, saya juga mempunyai keinginan untuk memiliki satu-dua koleksi sastra. Pada akhir Bulan Maret yang lalu, saya menambah koleksi dari karya milik Dewi Lestari (Filosofi Kopi) dan Fira Basuki (Rojak). Meskipun bukan termasuk karya yang baru terbit, setidaknya itu masih tergolong "baru" untuk saya, alias belum saya baca.

Ternyata, saya tidak hanya larut dalam membaca karya-karya mereka saja. Tetapi, saya juga mencoba menulis beberapa cerita pendek, yang tanpa saya sadari saya telah ter-influence oleh Djenar atau pun teman-temannya yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun