Mohon tunggu...
Cecep jumadi
Cecep jumadi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo fakultas teknik program studi teknik informatika

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo fakultas teknik program studi teknik informatika

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Urgensi Nasionalisme dalam Pusaran Terorisme

2 April 2021   17:54 Diperbarui: 2 April 2021   18:09 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekan lalu, kita dikejutkan dengan aksi teror bom bunuh diri pasangan suami isteri yang diidentifikasi sebagai L dan YSF di gerbang Gereja Katedral Makasar, sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021) pukul 10.30 WITA. Aksi kekerasan atas nama agama tersebut mengidentifikasi bahwa sikap dan prilaku sebagian masyarakat Indonesia yang tidak lagi sesuai dengan prinsip-prinsip pancasila. Itu artinya gerakan terorisme masih menjadi ancaman terpenting di Indonesia. Hal demikian bukanlah sesuatu yang berlebihan jika dikatakan sebagai ancaman, mengingat rentetan terorisme di Indonesia tetap menunjukan trend yang mengkhawatirkan.

Sejauh ini Indonesia memiliki catatan sejarah tentang terorisme dan radikalisme. Terdapat kurang lebih sepuluh periode kritis terkait serangan terorisme di Indonesia yaitu: pertama, 1 Agustus 2000, bom meledak di depan rumah duta besar Filipina. Menteng Jakarta Pusat. Ledakan tersebut mengakibatkan 2 orang tewas dan 21 orang terluka. Aksi ini dilakukan oleh Abdul Jbar bin Ahmad Kandai, Fathur Rahman AlGhazali, dan Edi Setiono.

Kedua, 24 Desember 2000, bom malam natal di 38 gereja di malam natal di 38 gereja di berbagai daerah, antyara lain Jakarta, Pekanbaru, Medan, Bandung, Batam, Mojokerto, Mataram, dan Sukabumi serta beberapa kota lain. Rangkaian peristiwa tersebut menyebabkan 19 jiwa tewas dan 120 terluka (International Crisis Group, 2002). Pelaku serangan ini adalah Hambali, Zoefri, Abdul Jabar, Edi Setiono, Asep, Musa, dan Dani.

Ketiga, 12 Oktober 2002, atau yang sering kita sebut dengan istilah pengeboman bali 2002. Bom diledakkan di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan, Legian, Kuta, serta di sekitar kantor konsultan Amerika Serikat. Peristiwa tersebut mengakibatkan sebanyak 202 orang tewas, 209 orang mengalami luka-luka. Pelaku terorisme ini dilakukan oleh Amrozi, Ali Imron, Imam Samudra, dan Ali Gufron. Kempat, 5 Agustus 2003, bom meledak di Hotel JW Marriot Jakarta yang mengakibatkan 11 orang tewas dan 152 orang luka-luka. Serangan bom bunuh diri ini dilakukan oleh Asmar Latin Sani.

Kelima, 9 September 2004, bom meledak di Kedutaan Besar Australia yang mengakibatkan 5 orang tewas dan ratusan luka-luka. Serangan bom bunuh diri dilakukan oleh Heri Kurniawan alias Heri Golun yang dibantu oleh Rois, Ahmad Hasan, Apuy, Sogir alias Abdul Fatah. Keenam, 1 Oktober 2005, bom kembali meledak di Bali, tepatnya di Jimbaran Beach Resort, Kuta. Kurang lebih 22 orang tewas dan 102 luka-luka. Serangan ini dilkakukan oleh Anif Solehanudin alias Pendek bun Suyadi.

Ketujuh, 17 Juli 2009, bom bunuh diri meledak di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton. Peristiwa ini menyebabkan 7 orang tewas dan 50 orang terluka. Serangan ini dilakukan oleh Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana, anak buah dari Noordin M. Top, anggota Jamaah Islamiyah. Kedelapan, 15 April 2011, bom bunuh diri diledakan di Masjid Mapolresta Cirebon saat shalat Jumat yang menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya. Serangan bom bunuh diri ini dilakukan oleh Muhammad Syarif.

Kesembilan, 14 Januari 2016, terjadi serentetan peristiwa terorisme berupa sedikitnya enam ledakan yang terjadi di dua tempat, yakni daerah tempat parkir Menara Cakrawala, gedung sebelah utara Sarinah, dan sebuah pos polisi di depan gedung tersebut. Sedikitnya 8 orang dilaporkan tewas dan 24 orang mengalami luka-luka. Ada beberapa pelaku yang sudah berhasil diidentifikasi. Mereka adalah Dian Juni Kurniawan, Muhammad Ali, Afif atau Sunakin dan Ahmad Muhazan.

Terkahir serangan terorisme di tiga gereja dan Mapolresta Surabaya 2018. Pelaku bom bunuh diri yang menyerang tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur pada Minggu 13 Mei 2018 semuanya merupakan anggota dari satu keluarga. Sedikitnya 11 orang tewas dan lebih dari 40 orang luka-luka.

Periodesasi kritis terkait serangan terorisme di atas menjadi catatan penting bagi bangsa Indonesia, terutama sekali pemuda. Oleh karenya, Nasionalisme pemuda dalam pusaran paham terorisme dan radikalisme tidak boleh kehabisan tenaga. Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa modus terorisme atas nama agama adalah jihad yang membabi buta. Orang-orang model seperti ini bukan saja mengklaim bahwa paham mereka pasti benar, bahkan lebih jauh memastikan bahwa yang selainnya pasti salah dan membawa penganutnya jauh dari keselamatan dunia dan akhirat.

Haidar Bagir dalam bukunya yang berjudul Islam Tuhan, Islam Manusia bercerita. "Suatu kali Noor Huda Ismail menyitir gagasan tentang lethal cocktail (campuran mematikan) terkait  tiga faktor yang mendorong seseorang terlibat dalam kekerasan atau terorisme: Individu yang termarjinalkan, kelompok yang memfasilitasi, dan Ideologi yang membenarkan." Maka, menjadi tugas para pemuda untuk terus meneriakkan nasionalismenya agar menjadi tandingan terhadap paham terorisme dan radikalisme. Menurut subjektifitas penulis hanya pada penguatan nasionalismelah kita mampu meredam terorisme dan radikalisme.

Sebagai wujud dari nasionalisme, kita harus bersedia menyerahkan kesetiaannya yang paling tinggi kepada negara dan bangsa. Sebagaimana kata-kata bung Karno yang menyitir Mahatma Gandhi, nasionalismeku adalah perikemanusian. Tentu saja kalimat singkat itu punya daya pikir, Imajinasi kebangsaan, dan cita-cita luar biasa yang musti kita rawat bersama. Penulis percaya bahwa semakin kuat nasionalisme kita maka akan timbul sikap dan perasaan yang lebih mengutamakan kehidupan bersama diatas kepentingan individu, golongan daerah maupun partai politik. Dengan nasionalisme ini pulalah kita dapat melakukan perubahan loyalitas masyarakat dari loyalitas yang sempit (loyalitas terhadap suku, agama, ras, dan sebagainya) menjadi loyalitas yang lebih luas, yaitu bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun