Mohon tunggu...
Lintang
Lintang Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Kompasianer yang masih belajar menulis. Gemar jalan-jalan, membaca, makan enak dan nonton film. Penghindar konflik tapi kalau harus berhadapan juga akan diselesaikan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. 😜 Suka dengan kutipan berikut ini karena masih berjuang melawan diri sendiri yang kebanyakan impian. ☺ "The most excellent jihad (struggle) is that for the conquest of self.” ~ prophet Muhammad

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengemis itu, sekali lagi kawan, haram!

28 Agustus 2009   09:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:47 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_212862" align="alignleft" width="320" caption="Pengemis tidak profesional? (basukipramana.blogspot.com)"][/caption]

Akhirnya MUI mengeluarkan fatwa haram untuk mengemis!

Meskipun hanya mendengarkan sekilas dalam perjalanan ke kantor beberapa hari yang lalu namun hari ini saya sudah dapat mengkonfirmasi bahwa berita ini benar.

Mengapa haram? Sederhana saja karena pekerjaan ini membuat posisi orang yang meminta menjadi sangat hina. Mengapa hina? Tentu saja hina jika sebenarnya para pengemis tersebut memiliki kemampuan mencari nafkah dengan cara lain namun ternyata lebih memilih untuk dikasihani orang lain.

Bayangkan saja untuk mendapat belas kasihan, sebagian dari mereka sengaja berbohong dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan ber-acting sakit, ada yang membalut kakinya dan memberi obat merah disana sini bahkan ada yang berjalan dengan posisi ngesot di jalan. Selain itu ada yang membawa anak bayi di siang hari bolong dan dibawah hujan untuk membuat kita merasa bersalah.

Ingatan saya melayang ke suatu diskusi dengan dua kawan kuliah dalam perjalanan ke kampus ketika saya meminta mereka tidak memberikan uang kepada para pengemis yang entah darimana tiba-tiba sudah mengelilingi mobil kami yang sedang berhenti di suatu perempatan jalan.

Salah satu kawan saya itu mengingatkan bahwa saya kerap memberi tips kepada pekerja salon rata rata 15 persen dari total pembayaran jka saya melakukan perawatan rambut di sebuah salon yang menurut kawan saya itu berlebihan karena pekerja salon tersebut bekerja jadi pasti mendapat gaji tetap sementara para pengemis tidak bekerja.

Saya dengan antusias menjelaskan bahwa tips itu adalah bentuk penghargaan terhadap kerja seseorang jadi kalo saya tidak puas, saya tidak akan memberi tips karena memang itu bukan suatu keharusan. Hal ini dimaksudakan agar orang yang bekerja tetap bersemangat setiap hari. Sementara mengemis itu adalah pekerjaan yang merendahkan diri dan jika kita memberi pengemis itu uang berarti merendahkan mereka.

Kawan saya yang duduk di depan berusaha mendamaikan kami dengan mengatakan bahwa saya benar namun jika saya memberi uang, itu juga tidak akan merugikan saya dan bahkan sangat membantu pengemis yang tidak pernah bercita-cita menjadi pengemis itu.

Saya jadi kesal dengan masukan dari kawan saya yang menurut saya tidak konsisten dengan pembenarannya diawal. Ini tidak ada hubungannya dengan rugi! Berapapun nominal yang kita berikan kepada orang yang membutuhkan pasti akan bermanfaat dan akan kembali berlipat-lipat suatu saat, masahnya disini adalah tempatnya.

Bagaimana kita bisa membuat para pengemis berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik jika kita tetap memberikan bantuan. Apalagi memberinya di fasilitas umum seperti jalanan yang akan menganggu kenyaman orang lain. Mereka akan tetap mengemis di sana karena ulah kita juga yang membuat meraka di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun