Mohon tunggu...
Catur Nurrochman Oktavian
Catur Nurrochman Oktavian Mohon Tunggu... Guru - guru mata pelajaran IPS di Salah satu SMP Negeri. suka menulis, dan sudah menghasilkan beberapa buku tentang pendidikan IPS

guru mata pelajaran IPS di Salah satu SMP Negeri. suka menulis, dan sudah menghasilkan beberapa buku tentang pendidikan IPS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jual Beli Jabatan

24 Mei 2018   11:03 Diperbarui: 24 Mei 2018   11:17 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay)

Jual beli umum dijumpai dalam kehidupan manusia. Barang, jasa, bahkan uang pun menjadi sesuatu yang dapat diperjual belikan. Praktik jual beli saat ini telah meluas tidak sekadar melingkupi barang dan jasa. Pengaruh, kekuasaan, dan jabatan pun dapat menjadi sesuatu yang diperjual belikan. 

Operasi tertangkap tangannya (OTT) Bupati Klaten oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama berselang menjadi bukti kasus pertama terkait jual beli jataban di lingkup pemerintahan daerah. Kasus tersebut bagai fenomena puncak gunung es dan yang belum terungkap kemungkinan masih banyak. 

Menurut Prof. Sofian Efendi --- ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) --- dalam Liputan 6 SCTV tanggal 25 Januari 2017 menyatakan bahwa uang yang berputar dalam praktik jual beli jabatan di segala lini pemerintahan diduga hingga mencapai 36 trilyun. Jumlah yang sangat fantastis.

Jabatan memang suatu yang lumrah diinginkan manusia sebagai bentuk pencapaian eksistensi diri. Menurut Maslow kebutuhan akan eksistensi, penghargaan diri merupakan salah satu kebutuhan dari manusia. Apa yang salah dengan jabatan? Tidak ada. 

Jabatan sebenarnya adalah wahana untuk berkontribusi lebih. Dengan wewenang, kekuasaan yang melekat padanya sejatinya jika digunakan untuk berkontribusi bagi kebermanfaatan orang banyak akan jauh lebih baik, dibandingkan tujuan lain. Apalagi jika hanya untuk memperkaya diri. Sepertinya tujuan yang terlalu rendah dalam hidup jika memperoleh jabatan hanya untuk kepentingan memperkaya diri.

Jabatan itu amanah. Amanah itu berat. Mungkin klise dan sudah seringkali  kita dengar. Memang amanah itu berat, bahkan sahabat di zaman Nabi Muhammad ketika memperoleh jabatan/amanah, pasti menangis. Mengapa mereka menangis? Mungkin mengingat beban tanggung jawab dunia akhirat dari jabatan tersebut. 

Setiap orang pasti dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat atas apa yang ia usahakan saat di dunia. Berbeda dengan zaman sekarang, seseorang yang mendapat jabatan tidak jarang mengadakan syukuran tanda sukses, bahagia, dan senang. 

Istilah uang suap dalam kasus OTT bupati Klaten saja namanya uang syukuran. Miris ya?. Tidak ada yang menangis ketika mendapat jabatan, karena dipandang jabatan itu enak, senang, tanda sukses, kebahagiaan diri, eksistensi diri, karena melalui jabatan mereka memiliki keistimewaan berlebih. Padahal ada hal yang dilupakan, bahwa semakin tinggi jabatan, justru kontribusi besar telah menunggu untuk dapat diberikan demi kemajuan bangsa dan negara.

Jika jabatan diperoleh dengan jalan batil, melalui suap sana dan sini, maka jalan yang ditempuh pun penuh kebatilan. Korupsi menjadi jalan pintas, demi mengembalikan uang yang sudah disetorkan demi memperoleh jabatan itu. Lebih lanjut Sofian Efendi dalam paparannya di liputan 6 pagi SCTV, mengatakan bahwa suap jual beli jabatan dan korupsi seperti teknik percampuran bahan semen dan pasir seperti dikenal di dunia kontruksi. 

Perbandingannya satu berbanding tiga? Apa maksudnya? Jika uang yang dikeluarkan untuk membeli jabatan itu satu, maka uang yang akan dikorupsi adalah tiga. Jadi korupsi akan tetap ada dan merajelela selama praktik jual beli jabatan itu masih ada. Padahal jabatan, kekuasaan, dan uang hanyalah sementara. Semuanya akan berlalu. Semuanya pasti meyakini dan tidak akan ada yang menyangkal bahwa semua manusia itu pasti mati. 

Jika kematian menghampiri, maka tidak ada satu pun harta, jabatan, kedudukan yang akan melindungi atau menghindarkan kita dari kedatangan malaikat maut. Malaikat maut tidak bisa disuap atau tidak akan korupsi waktu sedetik pun untuk melaksanakan tugasnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun