Mohon tunggu...
Catur Junihartomo
Catur Junihartomo Mohon Tunggu... Lainnya - The Republic of Indonesia Defense University

Energy Security

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Proyeksi Co-Firing pada PLTU dalam Mendukung Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Net Zero Emission di Indonesia

7 Juni 2022   14:59 Diperbarui: 9 Juni 2022   13:38 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Iklim planet bumi terus berubah sepanjang waktu geologis, dengan fluktuasi suhu rata-rata global yang signifikan. Namun, periode pemanasan saat ini terjadi lebih cepat daripada peristiwa masa lalu.  Menjadi jelas bahwa umat manusia telah menyebabkan sebagian besar pemanasan abad terakhir dengan melepaskan gas-gas yang memerangkap panas biasanya disebut sebagai gas rumah kaca untuk menggerakkan kehidupan modern kita. Perubahan iklim tidak hanya melibatkan kenaikan suhu, tetapi juga peristiwa cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut, pergeseran populasi dan habitat satwa liar, dan berbagai dampak lainnya. Menanggapi isu tersebut, dunia bersepakat untuk menanggulangi dengan melakukan Paris Agreement.

The Paris Agreement adalah perjanjian internasional yang telah disepakati hampir setiap negara pada tahun 2015 untuk mengatasi perubahan iklim dan dampak negatifnya. Perjanjian tersebut bertujuan untuk secara substansial mengurangi emisi gas rumah kaca global dalam upaya untuk membatasi kenaikan suhu global di abad ini hingga 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, sambil mengejar cara untuk membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat. Perjanjian tersebut mencakup komitmen dari semua negara penghasil emisi utama untuk mengurangi polusi iklim mereka dan untuk memperkuat komitmen tersebut dari waktu ke waktu.

Salah satu penghasil emisi utama terbesar adalah sektor energi khususnya energi listrik. Indonesia masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebagai base load pemasok energi listrik nasional. Saat ini PLTU dinilai menjadi penghasil energi listrik paling affordable dan efisien dalam memasok energi listrik di Indonesia. Untuk itu dilakukan berbagai cara untuk tetap mengguinakan PLTU namun dengan emisi yang berkurang bahkan hingga ke emisi netral. Untuk merealisasikan hal tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan Co-firing pada pembangkit listrik tenaga uap.

Co-firing merupakan sebuah rencana subtitusi penggunaan batubara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa seperti Pellet Kayu, Cangkang sawit, Tankos, Sawdust, Pelet Organik, Woodchip Kayu Lamtoro, Woodchip Kayu Sagu, Batok Kelapa, Woodchip Rabasan, Woodchip Kayu Gamal, Sekam padi, dan Pellet EFB. Rencana co-firing ini bertujuan untuk mendukung pemanfaatan dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan tercapainya Net Zero Emission (NZE) di Indonesia. Dengan penerapan Co-firing, pemanfaatan EBT dapat dilaksanakan secara cepat tanpa perlu adanya pembangunan pembangkit baru.Untuk memenuhi permintaan bahan bakar biomassa, dibutuhkan pelet biomassa hingga 4,16 juta ton / tahun (dengan asumsi 5% ko-insinerasi) dan 749.000 ton / tahun limbah pelet (dengan asumsi 1% co-incinerator). Dengan asumsi 5% persentase co-insinerasi biomassa  di semua pembangkit listrik ini, ini akan meningkatkan kontribusi EBT terhadap bauran energi nasional sebesar 0,9%. Dengan pembakaran biomassa simultan hingga 10%, campuran EBT yang dapat dihasilkan mencapai 1,79% (Yurika, 2020).

PT.PLN telah merencanakan implementasi Co-firing pada 52 PLTU, dari 26 lokasi pelaksanaan ujicoba PLTU, sebanyak 13 PLTU telah menerapkan implementasi co-firing dari biomassa secara komersial. Sejauh ini, PT. PLN telah melaksanakan uji voba co-firing pada 26 PLTU dengan porsi biomassa sebesar 1 -5% dan diproyeksikan kapasistas total co-firing PLTU sebesar 18GW pada tahun 2024 (ESDM, 2020).  PT. PJB (Pembangkit Jawa Bali) merupakan anak perusahaan PLN yang menjadi Pioneer dalam pelaksanaan Co-firing pada pembangkitnya yaitu PLTU Paiton. Pengujian Pertama co-firing menggunakan PC Boiler berbasis Wood Pellet di PLN Group pada September tahun 2019. hal ini berdampak dalam 6 bulan kemudian dilakukan penambahan di Pacitan, Suralaya, Ketapang di akhir tahun 2020. Adapun 3 Jenis PLTU co-firing yaitu PC, CFB, dan Stoker.Secara umum, pelaksanaan pemanfaatan biomassa memiliki lima tahapan utama: review teknologi co-incinerator, analisis bahan bakar, pemodelan numerik, pengujian pembakaran, dan operasi komersial. Proses implementasi di PT. PJB meluncurkan PT pada tahun 2017. PJB memasukkan pembakaran biomassa secara simultan dalam program strategisnya dan terdaftar di RJPP dan RKSTEK. Selanjutnya, P.T. PJB bersama  Japan Coal Energy Center dan Mitsubishi  Power Systems mengadakan diskusi dan pertukaran intensif tentang teknologi pembakaran simultan biomassa pada September 2018. 

Kemudian PT. PJB bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Sepuluh November,  Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi hingga uji pembakaran pertama menggunakan campuran biomassa 3% (1%, 3%, dan 5%). tes dari. Terakhir, hingga Maret 2020, Dirut PLN  Perdir mengesahkan PLN No.1/2020 yang membawahi program pembakaran bersama. Dan pada 10 Juni 2020, PLTU Paiton 1 dan 2 melakukan operasi komersial pertama pembakaran simultan biomassa  di Grup PLN. Hal ini menjadikan Paiton sebagai pionir pembakaran biomassa simultan di Indonesia. Hanya enam bulan setelah dimulainya operasi komersial, unit lain mulai melakukan pembakaran biomassa secara bersamaan (PJB, 2021)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun