Mohon tunggu...
Catherine Linardi
Catherine Linardi Mohon Tunggu... -

feuaj 2014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hingga Kegelapan Menyatukan Kita

16 Oktober 2014   06:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:49 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bzzz…bzzz terdengar bunyi itu berkali-kali, ya bunyi itu berasal dari ponselku yang tak henti-henti menandakan ada seseorang yang sedang menelponku. Dari sudut meja makan dimana aku sedang menyantap makan pagiku, aku segera berlari berharap dapat menjawab telepon itu. Sayangnya telepon itu keburu mati, dan ponsel menunjukkan 8 misscall dari sahabatku, Benny. Aku baru ingat pagi ini aku telah membuat janji bersama teman-teman kampusku untuk nongkrong untuk membicarakan rencana perg kamii untuk merayakan selesainya semester 6.

Oh iya, aku sampai lupa mengenalkan diriku, namaku adalah Arie, Arie Airlangga Putra. Aku adalah pewaris tunggal salah satu perusahaan ternama di pusat kota yang aku yakin hampir semua mengenalnya. Ayah dan Ibuku bolak balik Jakarta-Amerika untuk mengurus perusahaan tersebut maka itu aku seringkali ditinggal. Sebagai anak tunggal, aku sangat diberi kebebasan serta materi yang berlimpah. Jangankan satu, aku bahkan punya tiga kartu kredit bersaldo unlimited yang bisa aku gunakan kapan saja. Mama sebenarnya sempat komplain dengan keleluwasaan yang papa berikan padaku, namun katanya papa ingin memberikan segala yang terbaik bagiku sebagai anak satu-satunya. Menurutku keleluasaan dalam menggunakan uang yang diberikan papa, dimaksudkan agar aku mendapat perempuan yang cantik, sehingga tidak memalukan apabila di bawa dalam acara multinasional perusahaan papa. Karena menurut papa tidak ada wanita yang tidak mau akan uang seperti layaknya mama dulu.

Di kampus, seringkali sejumlah wanita datang mendekatiku dengan wajah dan kelas yang bervariatif, dari yang cantik hingga yang cukup abstrak. Aku menyadari bahwa semua wanita itu mendekatiku karena keluargaku yang cukup tersohor di kampus serta karena tampang ku yang kata teman-temanku seperti Jacob Black. Banyak orang bilang aku terlihat sangat macho dengan tubuh yang tinggi tegap dan dada yang bidang serta jambang tipis yang selalu aku pelihara. Maklum, aku mewarisi tampang ibu ku yang keturunan Kanada-Menado. Karena sejumlah modal itu pun, aku menjadi sangat popular di kalangan kampus dan dikenal dengan cap playboy alias tukang gonta ganti perempuan.

Setelah menghabiskan sarapanku, aku segera meluncur menggunakan mobil Ferrari kesayanganku  ke salah satu café di kawasan Sarinah dekat kampusku. Sesampainya disana aku telah disambut oleh hiruk pikuk suara teman-teman ku yang tampaknya sudah memulai pembiacaraanya dari tadi.

“Hai teman-teman, sudah lama disini?” ujarku santai.

“Haha, dasar kebo lo, kita sudah disini dari 30 menit yang lalu tau, kemana aja lo gw telepon ratusan kali gak masuk-masuk” ujar temanku Benny dengan melebih-lebihkan.

Pembicaraanku berlangsung sangat menyenangkan, tak terasa aku telah menyeruput 3 cangkir ekspresso panas sejak tadi. Selain ingin sekedar berbincang, kami juga ingin membicarakan rencana pergi kami disela libur semesteran. Banyak sekali pilihan yang kami miliki, mulai dari bersantai di Bali hingga camping di pegunungan.

Setelah 30 menit bergulat dengan pilihan yang sulit, akhirnya kami semua memutuskan untuk pergi hiking ke Gunung Bromo, pada Sabtu sore depan.

Karena aku ada janji ketemuan dengan asisten dosen guna membicarakan masalah skripsiku, maka aku memutuskan untuk pamit terlebih dahulu. Dalam perjalanan keluar dari café, aku melihat sesosok wanita berpotongan rambut pendek model bob yang tampak misterius. Karena cepatnya aku berjalan, aku bahkan tidak memperhatikan bagaimana rupanya, namun yang sangat aku sadari, bahwa wanita itu memandangiku dengan tegas saat aku keluar di café itu. Agak menyeramkan tampaknya, namun pandangan kagum seperti itu sudah sering aku alami.

Cepat saja, setelah aku keluar dari café tersebut aku segera duduk untuk meluncur ke kampus ku yang terletak di daerah Sarinah, sesampainya disana aku bertemu dengan asisten dosen cantik yang akan membimbingku dalam pengerjaan skripsi kedepannya. Sayangnya meskipun cukup cantik kata sebagian orang, parasnya tidak membuat aku cukup menyukainya karena menurutku dia masih belum sesuai dengan standar yang aku patok.  Aku tahu persis, wanita yang hanya terpaut 1 tahun lebih tua dariku ini, menyukai ku, karena kata teman-temanku maksud sesungguhnya dia menawarkan diri menjadi pembimbing skripsi karena ingin dekat dengan ku.

Setelah berbicara cukup panjang mengenai apa yang harus aku tulis dalam skripsi tersebut, aku memutuskan untuk menyelesaikan saja pembahasan ini. Terlihat raut kecewa pada wanita cantik itu, karena aku tidak sama sekali menunjukkan respon atas perilaku manja yang dia lakukan.

Jam menunjukkan pukul 12.00, aku segera berjalan kembali ke parkiran untuk kembali meluncur menuju rumahku. Aku bosan dengan semua skripsi yang menyebalkan ini dan berniat ingin segera menyelesaikannya secepat mungkin. Ketika telapak kakiku terus berjalan, aku kembali melihat sesosok wanita yang serupa dengan yang ada di café tersebut sedang duduk didepan kantor admisi. Karena ingin melihat wajahnya, aku segera memalingkan wajahku dan mencari kemana sosok itu pergi, sayangnya aku tak dapat menangkap wajahnya dan kembali dihantui rasa penasaran akan sosok misterius itu.

Rasa penasaran itu terus menghantuiku, yang ternyata cukup mempengaruhi ku sampai-sampai ketikan kerangka skripsiku penuh dengan misspelled. Batinku cukup penasaran karena aku yakin wanita yang memandanginya dengan terang-terang itu adalah wanita yang sama dengan yang ditemukannya disudut kampus tadi.

“Siapakah wanita itu? Dan apa gerangan dia mengikutiku?” ujarku dalam hati.

***

Hari yang sudah kami tunggu-tunggu pun tiba. Ya, Sabtu sore, hari dimana kami semua akan hiking ke Gunung Bromo. Menurut sejumlah anak pencinta alam kampusku, Gunung ini cukup menantang dan cukup menyenangkan apabila didaki bersama-sama. Karena berencana untuk hiking tanpa bantuaan kendaraan, maka kami memutuskan untuk naik bus carteran umum yang mengarah ke daerah Bromo. Meskipun perjalanannya cukup memakan waktu lama, namun keinginan untuk sampai ke Gunung Bromo tidak akan dapat terhalangi oleh apapun.

Perjalanan panjang selama kira-kira 15 jam cukup membuat badanku serasa remuk. Walaupun selama perjalanan kami terus mengisinya dengan perbincangan-perbincangan konyol, tetap saja tubuhku terasa ingin remuk. Sebagai orang kaya raya, ini merupakan kali pertama aku naik bis selama berpuluh-puluh jam selain ketika study tour semasa sekolah. Perjalanan yang ditaksir masih butuh 5 jam lagi, cukup membuatku malas dan ingin segeraku selesaikan saja. Karena sempat terbangun ditengah malam, aku pun tidak dapat melanjutkan tidurku lagi, maka aku pun memandangi seisi bus dan terlihat hampir seluruhnya sedang tertidur pulas. Aku terus memandang secara liar sampai mataku berhenti dan tertuju pada sesosok wanita berambut bob di bagian bus paling belakang, terlihat cukup familiar dan terbersitlah dipikiranku bahwa itu adalah wanita yang sama dengan wanita yang aku lihat sebelumnya,namun hal itu aku buang jauh-jauh karena logikaku mengatakan itu adalah hal yang tak mungkin.

Karena sudah cukup tidur lama, dan terus terjaga, maka aku memutuskan untuk menancapkan sepasang handsfree di telingaku, memasang lagu kesukaanku dan terus memandangi pemandangan sepanjang jalan. Namun, lama kelamaan terasa ada sesuatu yang janggal, terasa bus terus mengalami goncangan-goncangan yang tidak biasa. Goncangan yang semula ku kira karena kondisi jalan yang buruk, ternyata setelah kuamati merupakan ulah supir bus yang mengantuk. Segera aku berjalan menyusuri lorong bus, guna menyadarkan kembali supir tersebut, namun belum sampai dibagian depan bus, bus telah menbangunkan semua orang. Bus yang oleng, menabrak pagar pembatas jalan dan jatuh ke jurang.

“ AAAAAAAAAAAA!” teriak seluruh penumpang serentak

***

Terdengar sekali kebisingan dimana-mana, banyak sekali orang yang berbicara dan tidak mau bergantian, semua nya berteriak dan saling mengabarkan satu sama lain.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Lalu kenapa suasana begitu gelap? Apakah hari sudah begitu larut? “ teriakku dalam hati.

“Kecelakaan!Kecelakaan!Pak, ada bus yang jatuh ke jurang, kondisi bus sangat hancur, seluruh penumpang meninggal dunia kecuali dua orang remaja ini”

Aku yang baru setengah sadar, pun akhirnya mulai menyadari alasan kenapa aku dapat berada disini. Aku ingat bagaimana supir yang mengantuk sehingga bus menabrak pembatas jalan. Aku pun seketika dalam hati bersyukur karena masih diberikan keselamatan. Aku merupakan yang beruntung dari puluhan penumpang. Tapi aku dengar ada 2 remaja? Siapakah dia? Mungkin salah satu dari temanku?

“Halo, kamu Arie ya, kamu terluka sangat parah, mari sini saya bantu” Tanya seseorang dengan suara yang lembut.

Suaranya begitu halus, sangat menenangkan, tak pernah ku dengar suara indah selembut ini.

“Terima kasih, mengapa semua begitu gelap?apakah sedang malam? Atau sedang mati lampu? Atau apa? Bisa kah kamu beritahu aku?”  ujar ku sedikit panik.

Lalu suara lembut itu kembali menjawab, “Iya, hari sudah malam dan kebetulan sedang ada pemadaman lampu di kampung ini, maka itu sangat gelap, aku pun tidak dapat melihat apapun.i”

“Siapa dirimu? Baik sekali kamu mau menolong orang yang  tidak kamu kenal sepertiku?” jawabku penasaran.

“Aku ini adalah korban lain yang selamat dalam kecelakaan yang sama dengamu, beruntung aku hanya mengalami benturan kecil dan tidak mengalami luka berat. Karena itu aku masih mampu untuk menolongmu”

Pikiranku langsung menerka-nerka siapa wanita dibalik suara ini, begitu merdu dan menenangkan,rasanya aku ingin segera melihatnya. Namun, khayalanku terpecah seraya setelah wanita tersebut mengucap,

“Ayo, sudah jangan banyak termenung, lukamu sungguh berat maka akan ku bawa kau segera ke rumah sakit terdekat, luka mu harus segera diobati”

Tertatih-tatih aku berjalan, dibopongnya aku menuju suatu kendaraan yang hendak membawaku pada tempat yang dapat menolongku. Sekujur tubuhku sakit, perih tampaknya banyak sekali luka terbuka di tubuhku. Kepalaku pening, seperti terjadi gempa secara terus menerus. Sepanjang perjalanan yang gelap ini aku habiskan untuk berbincang dengan wanita itu, ia menceritakan kehidupan kami masing-masing sebelum ini, dari pembicaraan ini akupun akhirnya tahu namanya adalah Cindy. Ia merupakan orang yang supel dan sungguh menyenangkan, ia menceritakan dengan baik seluruh kisah hidupnya hingga aku terus penasaran untuk mendengarkannya.

Tak terasa tibalah aku pada suatu tempat yang dikatakan sebagai rumah sakit oleh wanita itu, namun yang mengherankan bagiku, karena rumah sakit ini lebih cocok menjadi rumah hantu karena suasananya tetap gelap tanpa cahaya. Aku yang saat itu masih sangat lemah, dituntun ke sebuah ruangan yang cukup hiruk pikuk, disana terdengar banyak suara orang yang sepertinya merupakan dokter dan sejumlah suster pembantu yang akan memeriksa kondisi kami berdua.

Si dokter semula mengenalkan dirinya, ia bernama Maya, lalu ia memulai dengan menyapaku dan bertanya asal usulku. Aku yang mengalami luka berat mungkin mengalami sebuah benturan, sehingga aku sulit untuk mengingat sanak keluargaku yang dapat ku hubungi, yang ku ingat adalah namaku, Arie. Aku yang janggal dengan semua kegelapan ini pun bertanya kepada sang dokter.

”Dok sebenarnya apa yang terjadi ya, aku melihat sekeliling gelap tak bercahaya, kata wanita itu hari masih malam dan listrik semua padam, memangnya disini tidak ada sejumlah tenaga cadangan tertentu?”.

Kemudian suasana hening, terdengar sang dokter menelan ludah dan menarik nafas panjang, tiba-tiba ia mengambil sejumlah alat dan meraba daerah wajahku. Dibukalah mataku yang sebelah kiri dan sebelah kanan. Aku yang tidak bodoh ini, sedikit banyak mencium apakah ada kejanggalan pada mataku, apakah aku buta, apakah aku tidak dapat melihat karena kecelakaan itu. Aku bertanya-tanya, aku berteriak, aku menendang-nendang benda apapun yang terjangkau olehku. Aku mengamuk bak singa yang sedang lapar. Apa yang sesungguhnya terjadi, tentu saja aku tak mungkin terus-terusan dipaksa untuk melihat semua kegelapan ini.

Aku yang terus mengamuk, tiba-tiba merasa semakin mengantuk dan mengantuk, tampaknya sang dokter menyuntikkan obat bius agar aku menjadi tenang, hingga semuanya menjadi tak terasa…

***

Tiktiktik terdengar suara tetes air yang ku taksir adalah tetes air infus yang menyambung kearah tanganku. Aku yang termenung sejenak, berusaha untuk mulai menerima kenyataan akan kondisi mataku saat ini. Satu-satunya hal yang aku pikirkan adalah bagaimana agar aku dapat memperoleh penglihatanku kembali. Aku yang saat itu sudah terbangun, menepuk-nepuk meja sekedar mencari perhatian orang yang ada disekitarku. Kemudian, terdengar lagi suara lembut Cindy memecah kegalauanku. Tak lama setelah mengobrol, Cindy segera berjalan keluar untuk memanggil dokter yang tadi mengurusku, Dr.Maya.

Langkah high heels yang begitu jelas, memberi tanda bahwa Dr.Maya sudah ada di ambang pintu, aku berkata pada Cindy untuk membantuku bangun dari tempat tidurku. Sayangnya, kondisiku terlalu lemah sehingga dilarang oleh dokter tersebut. Dr.Maya menanyakan bagaimana keadaanku, dan aku pun menjawabnya dengan penuh kesedihan.

“Dok, aku sudah mulai menerima kondisiku, lalu bagaimana cara agar aku dapat mendapat penglihatan ku kembali? Bisakah aku memperoleh sejumlah transplantasi mata agar penglihatanku dapat kembali normal”

Tanpa menjawab pertanyaanku terlebih dahulu, tangannya dengan cepat mengarah pada kedua mataku, terasa ada udara panas dekat mataku yang mungkin berasal dari sinar senter miliknya. Sekitar beberapa menit berlalu, akhirnya dokter mulai membuka suaranya.

“Sesungguhnya yang terjadi adalah lapisan korneamu berlubang, hal ini mungkin terjadi karena ada gesekan yang terlalu keras dengan tanah saat kamu kecelakaan. Apabila kamu ingin melakukan transplantasi korea maka akan saya daftarkan kamu pada bank mata pusat agar kamu mendapat antrian donor. Untuk mendapat giliran merupakan untung-untungan, namun apabila sudah mendapat informasi pendonor akan segera saya kabarkan.”

“Namun akan lebih baik jika kamu memulihkan terlebih dahulu kesehatanmu, cobalah latihan berjalan, aku akan minta bantuan Cindy. Ia akan membantumu mengembalikan kondisimu lagi” ujarnya lagi.

“Ya, aku akan membantu mengembalikan kondisimu kembali, percayalah semuanya akan kembali” ujar nya dengan kata-kata yang cukup membuat aku merasa lebih tenang.

***

Hari demi hari terus berlalu, sembari menunggu kabar datangnya pendonor mataku, aku berusaha untuk mengembalikan semangat hidupku. Aku cukup bersyukur masih ditemani Cindy, ia sangat baik dan sangat tulus membantuku. Latunan lagu sering ia nyanyikan setiap pagi sebelum aku menunjukkan tanda bahwa aku sudah bangun. Ya, aku akan memukul-mukul ranjang sebagai tanda bahwa aku sudah terbangun. Seringkali aku pura-pura masih terlelap, sekedar ingin menikmati suaranya yang merdu itu lebih lama. Ah, tak terbanyang bagaimana cantiknya rupa wanita ini bersuara merdu ini.

Ketulusan yang diberikan Cindy sangat mengena dihatiku, setiap kali ialah yang membangunkanku, menyuapiku, membantuku ketika ingin bersih-bersih dan segala hal lain yang sebelumnya dapat ku lakukan sendiri. Selain hal-hal kecil, Cindy juga yang selalu menuntun kursi rodaku untuk sekedar menghirup udara segar di pekarangan milik rumah sakit. Ia pun sering menemaniku mengikuti sejumlah terapi untuk melatih kakiku yang masih sulit berjalan pasca peristiwa itu. Dia selalu ada saat aku terapi, dia yang selalu menyorakiku saat aku berjalan, meledekku ketika aku sudah dapat berjalan hingga tengah-tengah dan menyemangatiku lagi saat ku terjatuh tersungkur karena tak mampu bertahan menahan bobot tubuhku.

Selain terus menyemangatiku, ia merupakan pendengar yang selalu setia mendengar semua keluhanku, aku seringkali mengeluh akan betapa sedihnya aku karena harus menghadapi kegelapaan ini terus menerus. Semula memang aku hampir kehilangan semangat hidup, aku sempat berfikiran untuk bunuh diri, namun oleh kehadirannya lah aku menjadi lebih semangat lagi. Ia selalu menasihatiku seputar orang-orang yang mengalami kisah yang sama sepertiku namun tetap bertahan, maka itu aku disini ada untuk bertahan.

Mungkin bagi kalian yang masih dapat melihat, mata adalah hal yang tak terlalu dipentingkan, kalian bahkan menggunakan mata untuk melihat hal-hal buruk seperti yang aku lakukan dulu saat aku masih dapat melihat. Namun dengan semua kegelapan ini, aku menjadi sadar dan lebih dapat menghargai arti kehidupan, karena dengan mata aku dapat merasakan indahnya dunia, merasakan kasih sayang, semuanya akan terlihat baik apabila kita memaknainya dengan baik. Jika kalian saat ini ingin sebuah mobil jaguar keluaran terbaru, saat ini yang ku butuhkan bukanlah segala barang mewah tersebut yang tak begitu penting sesungguhnya. Hal yang saat ini kubutuhkan adalah kebahagiaan, kebahagian yang dapat aku lihat ketika aku dapat melihat lagi.

***

Hari demi hari, bulan demi bulan,  kabar kedatangan pendonor mata belum kunjung datang. Aku dengan bantuan Cindy berusaha untuk tidak patah semangat akan kabar yang cukup lama datang ke telingaku ini. Jujur saja, lama kelamaan, terasa ada perasaan yang berbeda kepada dirinya, apabila ia datang telat sebentar pun rasanya hati ini terus berdebar menunggu kedatangannya. Selain sinar matahari yang selalu ku tunggu untuk dapat ku lihat, hatiku pun selalu menunggu kedatangan suara merdu wanita itu.

Well, bisa dibilang aku suka padanya, mungkin lebih dari suka, mungkin sayang padanya. Ya, aku sayang padanya. Namun sesungguhnya aku sering terheran-heran, mengapa Cindy terus ada disampingku, sedangkan aku tau pasti ia memiliki kehidupan lain di luar sana, masih banyak yang dapat ia lakukan selain menungguin manusia buta sepertiku. Entahlah mungkin ia merupakan malaikat bersuara merdu yang telah Tuhan kirimkan padaku.

Tak sabarlah aku segera membuka mataku, melihat wajahnya dan segera melamarnya kelak, karena tak pernah seumur hidupku kurasakan kasih sayang yang begitu tulus dari seorang wanita.

Langkah high heels yang cukup kencang memecah lamunanku pagi ini, aku tahu pasti itu adalah langkah kaki dokter spesialis mataku, Dr.Maya.

“HEY! Aku punya kabar baik untukmu, akhirnya akan ada pendonor yang akan ditransplantasikan dengan mu! Operasinya akan dilakukan besok sore, persiapakan dirimu”  ujar dokter maya yang tampak ikut bersemangat.

Tak henti-hentinya hati ini berdegup, kencang dan semakin kencang. Tak ada kata lain selain senang untuk mengungkapkan ekspresi hatiku saat itu. Rasanya ingin aku tidur sepanjang malam hingga sore nanti untuk mempersiapkan diriku menghadapi operasi besok.

***

Hari itu pun tiba, hari dimana aku akan kembali memperoleh penglihatanku. Dengan ditemani Cindy, sampailah aku pada ruang operasiku, disebuah ruangan yang akan mengubah segalanya bagiku. Wajahku cukup panas, karena terus-menerus disinari sinar-sinar yang tak aku ketahui fungsinya apa. Karena luka ku tidak terlalu parah, maka dokter memutuskan akan memberikan aku bius lokal saja (untuk kasus tertentu dokter menggunakan bius total).

Operasipun dimulai, aku berdoa dalam hati semoga segala sesuatu berjalan dengan baik, mulanya mataku ditahan oleh alat speculum agar kelopak mataku cukup lebar guna membantu proses pengoperasian. Kemudian kornea mataku diukur untuk disesuaikan dengan kornea mata pendonor. Ketika sudah sesuai, kornea tersebut dipasang dan dijahit menggunakan benang. Tampaknya hal itu akan sangat menyakitkan, beruntung aku sudah dibius secara total.

Setelah kira-kira sekitar 2 jam operasi pun selesai, karena masih rawan, dokter masih menutup mataku dengan perban sebagai pelindung mata baruku.

Betapa bahagianya diriku selepas operasi ini, karena dalam hitungan jam aku akan dapat memperoleh kembali penglihatanku, aku akan dapat kembali ke indahnya mentari dan tentu saja akan menjadi dapat melihat mentari kecilku, Cindy.

Cindy yang menunggu diluar, akhirnya masuk dan memberi selamat akan keberhasilan operasiku. Sebuah gengaman hangat penuh arti melayang ke arah tanganku, hangat dan tenang, sungguh kehadirannya membuat damai dalam hidupku. Cindy membimbing ku menuju kamar rawatku kembali dan terus menemaniku sepanjang malam itu.

***

Keesokan harinya, Dr.Maya pun datang ke kamarku, membukanya dan menyatakan dengan penuh semangat bahwa aku sudah dapat membuka perbanku dan kembali melihat. Sehelai demi sehelai perban dibuka hingga akhirnya aku dapat melihat samar-samar sinar terang yang akhirnya menyapaku setelah sekian lama bersembunyi.

Aku yang sudah dapat melihat secara samar namun pasti, segera mencari bagaimana sesungguhnya sosok Cindy sebenarnya. Di depan mataku ku lihat sesosok wanita paruh baya dengan jubah putihnya, aku dapat memperkirakan sebagai Dr.Maya dan seorang lagi…dengan tampang yang….sangat mengejutkan.

”Siapa wanita buruk rupa ini? Dimana Cindyku? Yang baik dan lembut, tentu kamu bukan Cindy, tak mungkin Cindy berwajah buruk sepertimu!” ujarku spontan.

Seketika suasana menjadi kikuk, terlihat wajah wanita buruk rupa itu pun seketika berubah, bulir-bulir air matanya menetes seraya ia berlari meninggalkan ambang pintu. Aku yang cukup terkejut dengan reaksi wanita tersebut segera di kagetkan dengan teriakan dari pada Dr.Maya.

“Bagaimana mungkin kamu bersikap seperti itu padanya, dia Cindy, Cindy yang selalu ada bersamamu, dia yang merawatmu, menyemangatimu hingga kamu dapat melihat kembali. Segala yang dia berikan kau balas dengan kata-kata yang menghancurkannya. Dimana letak perasaanmu Arie!”  ujarnya marah sambil ikut keluar dari pintu kamarku.

Aku yang menyesal terus terdiam, bagaimana mungkin aku mengucapkan kata yang begitu jahat bagi Cindy, wanita yang selalu ada di saat aku sedang mengalami kesulitan, wanita yang selama ini ku tunggu untuk ku lihat, namun ku sakiti begitu saja karena mengetahui wajahnya yang buruk. Sesungguhnya potongan rambutnya yang pendek dan mulutnya yang sedikit sumbing seharusnya tidak mempengaruhi perasaanku padanya karena dia memiliki hati sangat tulus kepadaku. Aku tahu kebiasaanku bergaul dengan wanita-wanita cantik yang hanya pintar bersolek, membuat mindsetku terhadap wanita hanya terpatri pada fisiknya saja, namun yang ku temukan pada Cindy sangatlah berbeda, dia baik, dia tulus, dia penuh perhatian. Sungguh menyesalah aku telah mengecewakan hatinya.

***

Hari demi hari ku lewati dengan kesendirian, meskipun mataku telah terbuka, aku merasa justru hati aku yang gantian menutup karena ketidakhadiran Cindy selama beberapa hari ini.

“Sedih”

Satu kata yang dapat mengekspresikan hatiku, ingin sekali aku berjumpa dengannya dan apabila aku diberi kesempatan untuk bertemu dengannya aku akan nyatakan bahwa aku benar-benar menyayanginya.

***

Ku pandangi seisi ruangan kamarku yang tampak putih seputih roti tawar, pandangan ku kosong hingga mata ku tertuju pada suatu surat kecil di samping pot bunga yang selalu diganti Cindy setiap 3 hari sekali. Karena sudah 5 hari Cindy tidak datang, bungapun seketika menjadi layu. Namun ada satu hal yang baru ku sadari, pagi ini bunga sudah bermekar indah, aku yakin Cindy datang pagi ini dan aku yakin surat itu merupakan surat yang Cindy tujukan padaku.

Segeralah aku turun dari ranjang dan mengambil sepucuk surat itu. Aku buka amplop tersebut dan muncullah secarik kertas berwarna merah muda yang berbau harum. Surat itu benar datang dari Cindy, Cindy yang sudah lama pergi. Entah mengapa ia bisa begitu baiknya karena masih mau mengirimkanku surat setelah aku menyakitinya hatinya. Dalam penyesalan pun aku membaca….

“Halo, Arie bagaimana kabarmu? Aku Cindy yang selama ini bersamamu, aku minta maaf ya apabila wajahku sudah mengagetkan mu, apabila wajahku sudah mengecewakan semua persepsimu tentangku. Sayangnya aku memang begitu, aku memang terlahir cacat dengan bibir yang sumbing, maka tak usah menyesal telah mengatakan hal itu kepadaku. Karena sebelumnya sudah banyak sekali cibiran yang aku terima selama hidupku. Mungkin sebelum kecelakaan ini kamu tidak mengenal kamu, namun sesungguhnya aku mengenalmu. Aku selalu mengidolakanmu, memandangimu dan memerhatikanmu di sudut kampus namun aku tau aku tidak akan dapat menghampirimu karena aku wajahku yang terlalu buruk ini. Kebetulan aku tau kalau kau dan teman-teman popularmu akan pergi liburan, maka itu aku mengikutimu, aku duduk di bangku paling belakang agar tak terlihat oleh mu. Sayangnya kecelakaan itu terjadi, dan hanya kita lah yang selamat. Aku sedikit banyak bersyukur, dan bertanya apakah ini merupakan takdir untuk kita bersatu. Selepas kecelakaan, kamu memang luka parah, aku merawat mu dengan senang hati karena aku yakin hanya dengan keadaan seperti ini aku dapat berdekatan dengan sangat dekat denganmu. Aku tau kamu akan kecewa saat membuka matamu, karena aku akan sangat jauh dari apa yang kamu harapkan, maka itu aku sudah siap dengan segala hal yang akan terjadi. Aku senang bisa bersamamu untuk waktu yang tak sebentar itu. Biarpun saat ini kita tak akan bersama atau mungkin bertemu lagi, kebersamaan yang lalu akan selalu menjadi kenangan terindah yang aku milik bersama mu. With love, Cindy”

Setelah selesai membaca surat itu, seketika juga aku berlari dari ruangan kamarku, membelah koridor rumah sakit itu, aku berlari menuju ruangan Dr.Maya untuk mencari tau dimana sesungguhnya Cindy berada. Sesampainya diruangan itu aku mengetuk dengan pasti dan dokter itu menunjukkan muka yang cukup terkejut.

“Dokter bisakah kamu beritahu dimana Cindy berada. Aku sangat membutuhkannya, aku ingin meminta maaf akan semua kebodohanku” ujar aku pada dr Maya.

“Buat apa kamu menghampirinya lagi? Untuk menyakiti hatinya!”

“Tentu saja tidak! Aku sekarang menyadari siapa yang sesungguhnya saya sayangi, aku mohon Dr.Maya beri aku alamat dia berada sekarang, aku berjanji padamu aku tidak akan menyakitinya”

“Kamu benar, benar ingin tahu?” tanyanya tak yakin dan hanya aku jawab dengan anggukan.

“Ia sesungguhnya tak pernah pergi dari rumah sakit ini, Ia terkadang mengunjungimu beberapa kali disaat kamu sedang terlelap. Ia sekarang berada di ruang perawatan anak cacat di sebelah sana, hampiri dia dan jangan buat dia kecewa untuk kedua kalinya”

Setelah mendapat informasi tersebut, aku pun berlari ke ruang perawat anak cacat, aku berlari dengan semampuku meskipun masih harus terhalang dengan luka di kakiku yang belum pulih benar. Sesampainya di muka pintu, aku langsung berteriak memanggil namanya,

“ Cindy,Cindy,Cindy dimanakah kamu !”

Lalu terlihatlah sesosok wanita yang ku kenal itu menoleh kepadaku. Dia berjalan kearahku dengan tenang dan tetap tersenyum, walaupun aku tau dilbalik senyumannya itu terdapat luka dalam yang telah aku lukiskan di hatinya.

“Cindy, aku sudah membaca surat daripada mu, maafkan aku, aku sungguh tidak bermaksud untuk menyakitimu, aku sadar akan kebodohanku, aku justru membalas semua kebaikanmu dengan semua kata-kata kasarmu. Aku menyesal ,Cin. Tolong maafkan aku”

“Untuk apa kau meminta maaf padaku, itu semua bukan salahmu. Setiap orang bebas berpendapat. Justru aku ingin meminta maaf karena telah mengecewakanmu, maaf aku tak seperti yang kau banyangkan”

“Lalu mengapa kau sekarang bekerja disini? Tidakkah ada keinginanmu untuk berkuliah kembali? Aku sungguh minta maaf, kuliahmu menjadi terbengkalai karena harus merawat diriku yang tak berguna ini”

“Tidak, aku sudah memutuskan tidak akan kembali ke kampus. Aku senang disini dan aku akan mengabdi disini. Disini banyak anak-anak kecil yang terbuang karena kecacatannya, aku sudah memutuskan aku akan menjadi penyemangat bagi anak-anak ini supaya dia tidak mengalami hal yang sama sepertiku. Sesungguhnya aku letih dengan semua olokan dan ejekkan yang semua orang berikan padaku. Semua orang mengatakan hadapilah cobaan yang datang, namun aku merasa aku sudah tak mampu maka lebih baik aku mundur. Maka itu pergilah Arie, kembalilah ke rumahmu, masih banyak orang yang membutuhkanmu”

“Tapi bagaimana kalau aku sayang padamu? Bagaimana kalau aku mau melamarmu?”

“Jangan bercanda kamu, tidak lucu” ujar nya dengan mata yang terkaget-kaget

“Tidak aku serius, aku sekarang menyadari bahwa aku tidak seharusnya melihat seorang wanita hanya berdasarkan fisiknya saja, seperti yang aku lakukan sebelumnya. Ketika mataku tertutup, mata hatiku terbuka, namun entah kenapa ketika mataku terbuka, mata hatiku menjadi kembali tertutup. Aku sungguh menyesal, aku menyadari saat ini mata hatiku tetap mengatakan kamu lah yang seharusnya aku pilih. Ikutlah dengan ku, dan marilah kita memulai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya”

Bulir demi bulir air matanya kembali menetes, tak sangguplah aku membiarkan air matanya menangis untuk kedua kalinya, ku peluk tubuhnya dengan sekuat tenaga agar dia tidak pergi lagi seperti sebelumnya.

“ Ya, aku mau, aku sungguh mau”

“Sungguh? Percayalah padaku, tak ada lagi yang akan melukai hatimu lagi”

Aku bersyukur dengan semua peristiwa ini,karena dengan semua kegelapan yang sempat menerpaku, justru membuat mata hati ku terbuka, karena tak segalanya yang telihat baik adalah hal yang baik dan banyak yang dipandang buruk sesungguhnyalah yang terbaik.

-------------------------------------------------------THE END---------------------------------------------------------------

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun