Mohon tunggu...
Joni Iskandar
Joni Iskandar Mohon Tunggu... Freelancer - Muda, Melankolis & Senyap

Sedang berburu dejavu yang berserakan di muka bumi | Institut Tazkia | PP Al-Ittifaqiah

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Awas! Rasa Iba dan Bahagia Sudah Jadi Komoditas

17 Mei 2017   20:53 Diperbarui: 17 Mei 2017   21:14 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Beberapa waktu lalu, saya membaca status Facebook kawan saya. Ia mengisahkan pertemuannya dengan seorang ibu paruh baya di jalan. Dari penuturan si ibu, ia datang dari desa untuk mencari anaknya ke kota. Sialnya, si ibu kehabisan ongkos dan belum menemukan dimana alamat anaknya.

Tentu saja tujuan si kawan membuat status di Facebook dengan mengunggah beberapa Poto si ibu, agar anak atau ada dari kerabat ibu yang ada di kota bisa saling bertemu. Minimal ada orang yang mengenal ibu tersebut dan bersedia membantunya.

Sebelum berpisah, kawan saya memberi si ibu uang ongkos untuk melanjutkan perjalanan.

Dalam waktu singkat, status kawan saya jadi viral. Ada banyak komen dan ribuan share statusnya. Foto dan kisah si ibu banyak menuai simpati dari para pembaca. Jangankan kawan saya yang menemuinya secara langsung, yang membaca statusnya saja banyak merasa simpati pada si ibu. Saya pun turut hanyut dalam rasa iba.

Saya tertarik mencari tahu bagaimana kelanjutan kisah si ibu, apakah dia sudah bertemu dengan anaknya atau belom. Saya buka kolom komentar dan membacanya secara seksama. Banyak yang simpati. Namun banyak juga berkomentar negatif cenderung pedas. Meraka bilang si ibu modus. Sampai ada satu status yang membuat rasa iba saya hancur berkeping keping.

"Wah.. gak usah percaya mas, saya juga pernah mengalami hal yang sama, di tempat yang sama dan orangnya sama."

Terlepas benar tidaknya komentar di atas, saya sampai pada kesimpulan bahwa rasa iba saat ini telah jadi komoditas yang laris. Saya juga pernah beberapa kali menemui orang di perjalanan dengan kasus serupa.

Beda beda tipis dengan Orangtua yang tidak tahan mendengar permintaan anaknya.

Misal, anak yang merengek nangis untuk minta dibelikan mainan. Kadang bukan karena si ibu menganggap bahwa mainan itu penting bagi anaknya. Tapi hanya karena dia tak tega melihat anaknya nangis.

Tak hanya rasa iba, kebahagiaan juga bisa dieksploitasi. Lihatlah orang orang di mall yang kerap terjebak dengan manipulasi hadiah berkedok undian. Ujung ujung nya mereka diminta untuk membayar sejumlah uang agar mendapatkan undian yang dijanjikan. Karena merasa bahgia ketiban durian runtuh, mereka lupa caranya berpikir. Kondisi inilah yang sering dieksploitasi.

Iba dan bahagia adalah komoditas terkini. Jangan mudah baper. Jaga terus kewarasan di tengah dunia yang mulai menggila.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun