Mohon tunggu...
Rainy Yusuf
Rainy Yusuf Mohon Tunggu... Guru - Hobby

Mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Nenekku di Tahun '65

30 September 2020   07:45 Diperbarui: 30 September 2020   07:47 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Peristiwa tahun '65 adalah salah satu peristiwa paling bersejarah bagi bangsa Indonesia. Peristiwa yang secara langsung ataupun tidak, dipengaruhi dan mempengaruhi sejarah dunia.
Di Indonesia, meski kabar lambat diterima, namun hingga ke pelosok kampung tetap membuat banyak gejolak.

Demikian pula di kampungku, Kotapinang. Kala itu meski hanya berupa desa kecil kecamatan, peristiwa yang merenggut banyak nyawa termasuk 7 pahlawan revolusi yang dikubur di lubang buaya itu juga menjadi sebuah momentum dalam kehidupan bermasyarakat.

Meski desa kecil, masyarakat kami beragam sejak dulu. Etnis maupun agama.

Rumah Nenekku kebetulan bersebelahan dengan markas pemuda Republik yang pro Pancasila. Nenek tak bercerita di mana markas afiliasi komunis. Hanya saja beliau mengatakan, ketika peristiwa G30S/PKI meletus, maka para pemuda yang bermarkas di sebelah rumah sering bercerita tentang 'penjemputan'.

Istilah ini sangat dipahami dan juga paling ditakuti. Jika seseorang dijemput, bisa dipastikan mereka tak akan kembali. Bahkan keluarganya pun tak kan berani bertanya-tanya tentang kabar anggota keluarga mereka yang menghilang.
Semua seolah maklum.

Suatu yang biasa juga jika sesekali kaum pemuda turun ke jalan meneriakkan tentang 'pengganyangan'.
Kata Nenekku, teriakan "Ganyang PKI" acap kali terdengar.

Nenekku yang seorang 'single parent' akan ikut turun ke jalan. Beliau membawa golok dan ikut mengacung-acungkannya mengikuti yang lain.
Hal itu dilakukan agar keluarga tidak dicap sebagai simpatisan PKI.

Pada masa itu, amat mudah mendapat stereotip PKI. Hanya dari telunjuk dan bisik tetangga yang tak suka, anggota keluarga bisa dijemput saat tengah malam.

Karena itulah, Nenekku terpaksa mengurung kedua anaknya, Bapak dan Bibiku, di dalam rumah agar dapat ikut demo ganyang PKI itu. Bapakku saat itu masih berusia sebelas atau duabelas tahun.

Sore-sore, kalau Bapak duduk di dekat markas, beliau akan mendengar cerita para pemuda itu tentang apa yang terjadi pada orang yang 'dijemput'.

Aku tak usah bercerita detail soal itu. Gak tega.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun