Begitu kira-kira dialog ketiganya. Dan sebagai mantan Ketua Teater O USU yang juga fans Milan sejati, saya turut mengapresiasi cara ketiganya melakukan sosialisasi dan pendekatan melalui media teater. Bukan ceramah berbusa-busa.
Keberanian menteri bermain seni peran juga patut diacungi jempol. Jarang ada menteri mau berlakon di atas pentas, jadi tukang bakso pula. Saya kira, siapa pun sutradaranya patut diberi penghargaan kelak. Hehehe
Tapi saya penasaran dengan respons Jokowi yang menonton lakon "koneksi bapak untuk meraih prestasi" itu. Dia merasa senang atau justru malah merasa tersindir.
Saya menduga, penulis naskah sejatinya menyelipkan pesan tersembunyi di balik dialog-dialog yang dengan fasih diucapkan Tama dan Nadiem. Ah, kesenian memang multitafsir. Kalau dicermati dialog itu, sejatinya mereka sedang menyindir diri sendiri.
Hmmm, para fans sepakbola level semenjana pasti tak mampu menangkap apa maksud filosofis yang hendak dikatakan fans Milan kali ini. Namun, saya akan coba bantu dengan menggubah sedikit naskahnya:
"Bro! Lu udah tau mau kerja di mana?,"
"Jadi pejabat dong bro, paling rendah wakil menteri lah"
"Lah, emang bisa? Gimana caranya?,"
"Ya elah, emang lu kagak tau bapak gue siapa?,"
"Kalo lu, bro?"
"Jadi kepala daerah di Medan,"