Malam terasa dingin ketika hujan sudah meredah. Aku dan Pairun sedang ronda keliling kampung. Sebagai keamanan kampung tentu harus sigap jika terjadi sesuatu yang mencurigakan seperti suara krasak-kresek di dahan, itu juga wajib di curigai, meskipun hanya tertepa angin yang sekikir dingin.
"Run, nih malam jumat ya?" kataku bertanya. Maklum aku sering lupa dengan nama hari.Â
"Iya, kenapa?" Pairun balik bertanya.
"Ah, gak!" jawabku berseru.
"Takut ya?"
"Iyalah!" ucapku. "Udah tengah malam lagi. Udara dingin, malam jumat lagi!"Â
Aku akui aku penakut yang namanya setan dan hantu. Dari kecil aku suka merungkut jika orangtua bercerita tentang hantu. Terutama hantu pocong. Membayangkan bentuknya aja sudah ngeri amat, apalagi diketemuin, mungkin aku bisa jatuh duduk.
Pernah ada cerita tentang pocong yang gentayangan minta dibukakan tali pocongnya.Ceritanya begini:
Ada keluarga yang punya keyakinan; Jika mati tali pocongnya jangan dibuka. Ketika salah satu keluarga itu ada yang meninggal, benar adanya keluarga tidak membuka tali pocongnya. Padahal orang-orang yang menyaksikan penguburannya, sudah ngebilangin harus dibuka. Tapi salah satu keluarga itu tidak mengizinkan, dengan alasan sudah amanat turun-menurun. Ya sudah akhirnya orang-orang yang menyaksikan tidak bisa berbuat apa-apa.
Ketika selesai penguburan pada siang hari, datanglah malam. Malam pertama ada cerita jika salah satu tetangganya didatangi pocong orang yang meninggal itu. Ia ngetuk-ngetuk pintu. Suara ketukan pintunya sangat pelan tapi terdengar jelas. Ketika pintu dibuka, alangkah terkejutnya tetangganya itu, sontak saat itu juga jatuh melosoh tak sadarkan diri.
"Pairun, apaan tuh?" kataku sambil menunjuk kearah kekesrekan dibalik pohon petai cina.