"Horor ...," jawab Adi sengit.
Tiba-tiba terdengar suara, Gusrakk....
"Apaan tuh, Run!" Adi terperanjat kaget ketika terdengar suara kekresekan di pohon asem yang lebat dan rindang. "Astagfirullah ... astagfirullah ...." Adi latah beristigfar.
Pairun mengarahkan senternya tepat kearah suara kekresekan itu dibatas pohon asem. Tidak ada apa-apa yang mencurigakan. Ketika sorotan sinar itu menerangi dimana suara kekesrekan berasal, daun pohon asem itu pun diam. Beberapa kali Pairun menyorotkan lampu senternya ke semua dahan asem itu. "Gak ada apa-apa ah!" katanya.
"Apaan tadi tuh ya?"
"Ah, paling kempret, Di!"Â
"Ya udah, cepetan nyo!" berkata Adi, merasa takut ingin menggunakan langkah seribu.
Mereka pun meneruskan langkahnya. Tapi baru beberapa langkah, sayup-sayup terdengar suara wanita sedang menangis lirih. Terdengar sangat menyayat hati. Suaranya jauh tapi seperti di rongga telinga. Sontak Pairun berkata keras,
"Lariiii ..."
Adi yang memang sudah siap sedari tadi, langsung melompat dan berlari kencang seperti di kejar setan, meskipun setannya belum mengejar.
Berlari tunggang-langgang sampailah di sebuah gardu Pos Kamling di kelokan jalan. "Buset dah, benar aja!" seru Adi dengan napas tersengal-sengal, dadanya kembang kempis, ia mengatur napas dalam.