Mohon tunggu...
Cataleya Arojali
Cataleya Arojali Mohon Tunggu... Buruh -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen Horor) Lelaki Jadah

20 April 2016   18:28 Diperbarui: 20 April 2016   18:47 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber: news.okezone.com"][/caption]"Mas, kapan mau melamar?" tanyaku. Dia melengoskan wajah pura-pura tidak mendengar.

"Mas, tuli ya!" bentakku dengan nada keras. Dia menoleh padaku, lalu menjawab ringan, "Iya nanti."

"Nanti kapan Mas?" cecarku. Terasa sesak dada ini.

Dicecar olehku, ia berdiri sembari memasukan telapakan tangan ke saku.

"Sebenarnya aku ini hanya ingin menikmati tubuhmu saja. Tidak lebih dari itu!" Dia berkata begitu seperti petir menyambar tepat di kepalaku dan membuat seluruh rambut ini berdiri.

"Coba ulangi lagi, Mas?" kataku dengan tegas.

Dia menjawab seolah-olah tak punya dosa, "Semenjak pertemuan pertama, aku sudah bilang, aku ingin copi-darat dengan kamu hanya untuk senang-senang saja. Dan kamu juga menikmati itu."

"Tapi perutku, sudah terisi dengan janinmu, Mas!" Aku menangis sedu sedan. Hatiku tersayat sembilu. Bagaikan pedang membelah dadaku mendengar jawabannya. Aku berlari meninggalkannya. Aku menyesal telah bertemu dengannya di dunia maya.

Kulihat ada kereta melintas, aku berpikir esok aku akan akhiri hidup ini di lintasan kereta itu.

Air mata terasa kering sudah. Dada ini terasa lelah kurasakan. Harus kemana aku mengadu dengan janin yang aku kandung. Dokter menyatakan kehamilanku sudah berjalan dua bulan lebih. Terbayang perbuatanmu, ketika itu sangat manis aku rasakan. Belaianmu membuat kulupa segalanya, hingga aku merasakan buncah bersamamu.

Tapi saat itu ada yang ganjil kurasakan ketika ia memberiku secawan minuman bersoda. Tiba-tiba tengkuk merasa dingin. Darah mengalir deras ketika dia mencumbuku dan mencium penuh kehangatan. "Gila!" Aku lupa diri ketika itu. Buncah, gelora syahwat dan merasa nikmat ketika peristiwa itu terjadi.

Padahal, pertemuanku dengannya hanya sekedar pertemuan sementara sebagai teman di dunia maya. "Tapi .... ah .... Gila ..." Kenapa aku terbuai dengan rayuan setan durjana sehingga aku jatuh dalam pelukannya, penuh dengan nista.

"Mas, Pliease ... Mas, aku minta tanggung jawabmu!" Aku kembali memohon dengan menelponnya. "Hayo dong Mas ... walaupun, perkenalan kita di dunia maya. Tapi kita masih satu kota. Tidak jauh untuk saling bertemu.!" Aku terus merintih.

"Gugurin saja janin itu!" ucapnya sengit.

"Em ... gitu yah." sambungku merendah. Tampa pamit lagi, aku matikan telepon itu.

Sakit hati ini. Pertama aku mengenalnya di dunia maya mengaku sebagai pengusaha, yang ternyata hanya pemimpin warung nasi padang di Tanggerang. Aku mempercayainya untuk bertemu dengan dia sebagai kelanjutan percintaan di dunia maya. Aku yakin ia lelaki bertangung jawab, terbukti dari janji-janjinya yang akan membawa aku sampai kejenjang pernikahan.

Aku belum puas, jika tidak menemuinya lagi. Ini adalah permohonan yang ketiga kalinya, untuk minta pertanggung jawaban, berarti yang terakhir aku tegaskan dia untuk segera menikahiku demi janin yang ada di dalam rahimku.

Keesokannya aku datangi dia, dimana ia bekerja di warung nasi padang. Tampa sepengetahuannya, aku kejutkan dia dengan melabrak dan caci maki didepan pembeli. Sontak semua mata tertuju padaku.

"Sampai kapan pun, aku akan mengejarmu demi anakmu yang aku kandung!" Aku mengancam dengan keras.

Tiba-tiba ia menarik lenganku. "Oke, aku akan bertangung jawab atas janin yang kau kandung!" Dia berkata begitu sambil mengajakku kebelakang dapur. "Oke sayang. Maafkan aku, bagaimana ini kita bicarakan di kontrakan aku. Sehabis selesai melayani pembeli, aku akan segera menyusul. Sekarang kamu pergi duluan kerumah kontrakanku. Dan tunggu aku disana!" 

Syukur, kini ia telah terbuka hatinya. Aku dibelainya lalu di usapkan air mataku yang hampir mengering. Dengan lembut, bibirku dielus dengan ibu-jari tangannya. "Sudah, sekarang kamu ke kontrakan. Aku akan menyusul nanti."

Anggukkan kepalaku menyetujuinya dan aku pun bergegas ke rumah kontrakan itu.

Ruangan kontrakan yang hanya seukuran berdua tampa sekat pemisah itu, aku tunggu ia di dalam. Suasana memang lagi sepi. Penghuni kontrakan kebanyakan buruh pabrik, sehingga tampa ada yang lihat aku berada di dalam rumah kontrakan itu. Tak lama kemudian dia datang dengan membawa kantong kresek besar dan sebilah gergaji bergerigi tajam.

Ia ketika masuk tersenyum dingin kepadaku. Mataku yang sembab dan hati yang masih amarah berusaha untuk tersenyum simpul.

"Sudah sepi ya Mas?" tanyaku tentang pembeli di warung nasi padang yang ia kelola.

Dia jawab hanya dengan senyum dingin pula. Lalu ia membuka lemari dan mengambil beberapa lembar uang kemudian dimasukan ke saku celananya. 

Tak lama ia menelpon seseorang. "Loe kemari, ada yang mau gue suruh sama loe!" 

"Baik, tapi ini lagi banyak pembeli. Satu jam lagi jam istirahat nanti aku kesana, Bos!"

Ternyata ia menelpon salah satu anak buahnya yang sedang berada di rumah makan itu. 

"Kamu nelpon anak buahmu?" tanyaku. 

"Ya!" jawabnya cepat lalu duduk disampingku. "Aku sudah bilang. Hubungan kita itu tak lebih hanya teman. Sedangkan janin yang ada di perutmu itu adalah hasil perbuatan kamu juga, karena ketika itu kita suka sama suka bukan karena aku cinta kamu? Aku pinta gugurkan saja, beres toh!"

Darahku kembali mendidih setelah mendengar penuturannya berdasarkan suka-sama suka, padahal waktu itu diluar kesadaranku. 

"Jadah, kamu!" bentakku. "Masih saja mengulang-ngulang kata itu. Ingat, aku bisa nuntut kamu jika tidak bertangung jawab. Dan aku akan melaporkan kamu ke istrimu yang di Bogor.

Sontak wajahnya memerah, rupanya ia sangat marah aku menyebut istrinya yang di Bogor. Tiba-tiba tangannya menjabakku. Kepalaku di goyang-goyang  sambil berkata.

"Apa katamu! Wanita binal! Jangan coba-coba menghancurkan rumah-tanggaku!"

Brak...

Kepalaku di benturkan pelan ke tembok. Sempat pusing, tapi aku berusaha meronta sambil membentaknya. "Kamulah yang menghancurkan hidupku. Lelaki tak punya tanggung-jawab. Banci kamu!"

Brak..

Sekali lagi kepalaku dibenturkan tapi kali ini sedikit keras membuat mataku berkunang-kunang.

"Eh, bagaimana janin ini aku yang keluarkan!" Dia mengancam seperti itu. Lalu dengan cepat ia menanggalkan pakaian hingga sampai cawat yang aku kenakan sehingga aku dalam keadaan setengah telanjang tampa bawahan.

Dia memegang perutku lalu ditekan sekuatnya membuatku kesakitan kelojotan. "Aggh....sakit Mas.!" pekikku sambil memegang lengannya.

Bukk..

Tiba-tiba perutku dipukulnya. Mataku sudah gelap karena menahan rasa sakit. Bukan hanya memukul, aku melihatnya berdiri, lalu mengangkat kakinya tinggi-tinggi. Saat itu juga:

Uggkk..

Ngeeek..

Aku mencelat. Tubuhku terasa ringan.. Yah, aku seperti melayang. Tubuhku laksana kapas. Tapi....

Itu, itu ah .... Aku melihat tubuhku dalam keadaan mengenaskan. Selangkanganku keluar seperti anak bayi, yah itu... itu... itu janinku yang aku kandung. Ia belum berbentuk. 

Aku merabah tubuhku, tidak ada yang sakit. Bahkan hatiku terasa bebas lepas, aku bisa terbang, yah tubuhku melayang...

"Hai ...! teriakku, ketika melihat lelaki itu memotong tubuhku dengan sebilah gergaji yang sangat tajam dan... Tubuhku, oh ... kakiku ... Bukan itu bukan aku. Tapi ... kenapa wanita yang tewas mengenaskan mirip aku???

Bersambung ... "Dendam Ruh Mutilasi"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun