Pairun segera menoleh kearah kearah yang aku tunjuk. "Apaan? Ah loe mah nakut-nakutin aja!" katanya dengan tatapan nanar juga tampak raut wajah ketakutan.
"Itu!" kutunjuk lagi.
"Woe ... maling apa setan!" tiba-tiba Pairun teriak seperti itu.
Habis berkata begitu, tampak bayangan putih menoleh kearah kami. Alangkah terkejutnya aku, begitu pun dengan Pairun, ia hampir pingsan ketika bayangan putih itu adalah pocong dengan wajah yang gosong dan ringga mulut bernyenyeh.
Aku pun sontak merasa lututku tak bertenaga. Mau baca bismilah pun suara terkatup. Hanya terbata-bata yang keluar dari mulut ini. Ketika aku melihat Pairun, ia sudah tak sadarkan diri. Dan aku pun jatuh duduk.
"Bukain tali pocong saya ...." ucap pocong itu sambil mendekat.
Pertama kali melihat pocong, ternyata jalannya bukan ancul-anculan, tapi terbang melayang. Saking takutnya aku akhirnya kencing di celana, sambil berteriak kencang, "Iyaa ... Aku bukakan, tapi plise dong ... jangan deket-deket aku takut...."
Mendengar aku berkata begitu, pocong itu malah nyengir kepadaku lalu berkata, "He ... he ... he ... Takut juga loe ama gue..."
Pocong itu pun lalu pergi sambil berpesan, "Besok loe bongkar makam gue, terus bukain tali pocong gue yee..."
"Iyeee...!"Â
Kesokan harinya. Semua warga sepakat untuk membongkar kembali makam pocong itu. Sebelumnya minta izin dulu sama pihak keluarga yang ditinggalkan. Awalnya keluarganya sedikit ragu dan enggan memberi izin. Tapi karena paksaan dari para tetangga dan sebenarnya keluarga itu juga di hantui oleh pocong itu, akhirnya mengizinkan juga untuk di bongar makam itu untuk dibuka tali pocongnya. Tentu dengan perantara seorang Ustaz yang membukanya.