Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kinerja BPK Mengawal Keuangan Pemerintah Daerah

12 Januari 2018   20:24 Diperbarui: 12 Januari 2018   20:29 3602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gelaran sidang maraton penuh drama tentang pengungkapan kasus mega korupsi 2 triliun lebih pengadaan e-KTP yang melibatkan "orang besar" semacam Ketua DPR  Setya Novanto (Setnov) menghenyak publik. Perhatian masyarakat Indonesia bukan hanya pada sosok Setnov yang licin bak belut tetapi besaran keuangan negara yang "dikorup" sungguh luar biasa.

Bukan hanya Setnov, drama kasus korupsi pun terjadi sebelum dan sesudah kasus Setnov. Pengungkapan kasus yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah KPK juga telah membuka betapa bobrok para kepala daerah baik tingkat Kabupaten/Kota maupun Provinsi yang melakukan "bancakan" membegal uang negara. Satu persatu para kepala daerah dicokok untuk bertanggungjawab dalam penyalahgunaan kekuasaan (abuse the power).

Bebas dan Mandiri

Dari berbagai pengungkapan kasus pencurian harta negara, ada sosok lembaga pemerintah yang vital berperan membantu kinerja KPK, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena, gerak cepat KPK menangkap para mafia korupsi berdasarkan temuan BPK yang mencurigakan.

BPK berkedudukan sejajar dengan Presiden, dipilih dan bertanggung jawab kepada DPR merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.    

            Keberadaan BPK diatur  berdasarkan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23E poin (1), "Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri". Jadi, BPK bukan saja "tanggungjawab tentang keuangan negara" melainkan juga "pengelolaan keuangan negara".

Selain Amandemen UUD 1945, BPK juga diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai Pengganti UU Nomor 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menyatakan bahwa BPK harus berposisi sebagai lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, dan profesional.

Lanjut, landasan hukum dan landasan operasional BPK, sejak 2003 setidaknya ada empat UU, yaitu: 1) UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 2) UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; 3) UU Nomor  15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan 4) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang  merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 5 Tahun 1973.

BPK dikatakan "Bebas dan Mandiri" dikarenakan mengingat pemerintahan-pemerintahan sebelumnya berusaha mengendalikan kiprah dan ruang gerak BPK. BPK tidak dapat menjalankan kewajibannya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara secara optimal. 

Bebas dan mandiri BPK juga dijabarkan dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 dan UU Nomor 15 Tahun 2006 yang meliputi: 1) Kebebasan dan kemandirian di bidang pemeriksaan (pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2004 dan pasal 9 ayat (1) huruf a UU Nomor 15 Tahun 2006; dan 2) Kebebasan dan kemandirian di bidang Organisasi dan Sumber Daya Manusia, tercermin melalui kewenangan BPK untuk menetapkan tata kerja pelaksanaan BPK dan jabatan fungsional pemeriksa (pasal 34 UU Nomor 15 Tahun 2006).

Adapun, tugas penting BPK,di antaranya: 1) Memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau Badan lain yang mengelola keuangan negara; 2) Melaporkan kepada penegak hukum jika dalam pemeriksaan ditemukan indikasi tindak pidana; dan 3) Memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat entitas yang diperiksa, dan hasilnya dilaporkan secara tertulis kepada lembaga perwakilan dan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun