Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Revolusi Mental, Sebuah Literasi untuk Pengguna Sosial Media

16 Agustus 2017   10:47 Diperbarui: 17 Agustus 2017   00:39 1829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

      2. Pasal 28 (illegal content) menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan  kerugian.

      3. menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian/permusuhan berdasarkan SARA.  Ancaman Pidana: Penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal 1 M  (Pasal 45 ayat (1) dan (2))

      4. Pasal 29 (illegal content) dengan sengaja dan tanpa hak mengirinkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau  menakut-nakuti secara pribadi.  Ancaman: pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal 2 M  (Pasal 45 ayat   (3))

 

Status atau konten yang telah diunggah dalam sosial media bisa berdampak negatif kepada penggunanya. Oleh sebab itu, peribahasa "Jarimu Harimaumu" berlaku bagi semua pengguna sosial media. Apalagi, status berbau SARA, provokatif atau HOAX akan menimbulkan keresahan masyarakat. Dan, dampak negative dari sosial media begitu nyata terjadi di   Indonesia.

Masih ingatkah anda dengan Kasus Florence Sihombing yang menyita perhatian publik khususnya Yogyakarta. Kasus tersebut bermula ketika Florence Sihombing mengunggah status di Path yang berisi makian atau ungkapan marahnya dan menjelek-jelekkan warga Yogyakarta pada Agustus tahun 2014 lalu. Banyak tanggapan dari pengguna status sosial media tersebut. Bahkan, capture screen postingan Florence Sihombing juga disebarkan melalui Twitter dan broadcast BlackBerry Messenger.

(Sumber: Merdeka/Path.com)
(Sumber: Merdeka/Path.com)
Selanjutnya, Florence Sihombing dilaporkan oleh berbagai kelompok masyarakat Yogyakarta ke Polda DIY, dan berlanjut dengan rangkaian sidang beberapa bulan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Akhirnya, dalam sidang putusan terakhir, mahasiswi Program Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dari Medan, Sumatera Utara dijatuhi hukuman dua bulan penjara, masa percobaan enam bulan serta denda Rp 10 juta subsidersatu bulan penjara oleh majelis hakim. Sebuah kenyataan pahit dari sosial media.  

(Foto: VOA/Nurhadi).
(Foto: VOA/Nurhadi).
Lagi, kasus tawuran yang dipicu karena status di sosial media pernah terjadi di Papua.  Tawuran pelajar terjadi di Jalan Nangka D justru melibatkan 3 sekolah yakni SMK N 1 Aimas, SMA N 2 Aimas dan SMA YPK Bethel Aimas. Karena status di Facebook yang diduga dari salah satu pelajar SMKN 1 Aimas  mengandung unsur tantangan tawuran yang berisi tentang unggahan foto Kepsek SMA N 2 Aimas mengakibatkan puluhan siswa SMA N 2 Aimas menanggapinya dan menyambut tantangan itu. Puluhan siswa SMA N 2 Aimas yang tidak terima karena foto Kepseknya diunggah disertai tantangan tawuran kemudian menghubungi puluhan siswa SMA YPK Bethel Aimas untuk membantu melakukan tawuran.

Revolusi Mental untuk Ketahanan Keluarga

Dua contoh kejadian  nyata yang timbul karena status di sosial media di atas secara tidak langsung telah memberikan dampak buruk terhadap keluarga. Setidaknya, nama baik keluarga dipertaruhkan yang menimbulkan terkucilnya keluarga pelaku di mata masyarakat. Akhirnya, hubungan keluarga pelaku dengan masyarakat sekitar juga renggang. Bukan hanya itu, berakhirnya pelaku ke jeruji penjara juga menghambat kelanjutan pendidikan. Padahal, pendidikan yang baik di masa depan merupakan idaman keluarga.  

Belajar banyak dari kasus kurang bijak penggunaan sosial media, maka perlu adanya gerakan Revolusi Mental dalam Sosial Media.  Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pun melakukan Gerakan Nasional Revolusi Mental sesuai dengan Intruksi Presiden (Inpres) No. 12 Tahun 2015). Perlu diketahui bahwa Revolusi Mental adalah gerakan nasional untuk mengubah cara pandang, pola pikir, sikap-sikap, nilai-nilai dan perilaku Bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkepribadian. Revolusi Mental sering disebut Gerakan Hidup Baru Bangsa Indonesia. Dan, Revolusi Mental bertumpu pada 3 nilai-nilai dasar yaitu: 1. Integritas, 2. Etos kerja dan 3. Gotong royong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun