"Wah, tidak usah repot-repot, santai saja. Tapi terima kasih ya" sahut istri pak Edy
Hujan turun semakin deras saat Esi dan keluarga pak Edy meninggalkan bandara. Kota ini baru baginya, begitu asing.
Seminggu sudah Esi bersama keluarga pak Edy, hingga suatu malam saat ia sedang membersihkan cumi-cumi yang dibeli oleh pak Edy, ia menyadari bahwa ada begitu banyak piring kaca berderet rapi di rak sebelah kanan wastafel. Esi teringat akan percakapan antara bapak dan ibunya saat Esi masih duduk dikelas tiga SMA.
"Pak, kenapa hari ini tidak mengantar anak bu Wati ke sekolah?"
"Lelah bu."
"Sakit?"
"Hampir sakit. Bahkan mati."
"Maksudmu?"
"Hampir mati karna malu bu. Pak Haryo semalam ditangkap terkait penggelapan uang dikantornya. Katanya difitnah, tapi bukti mengarah jelas."
"Yang benar pak? Tapi kenapa bapak yang malu?"
" Langganan ojek ku tiap hari itu anak pak Haryo dan bu Wati. Beras, sekolah Esi dan sabun mandi, kita beli pakai uang yang diberi bu Wati yang berasal dari pak Haryo. Kita turut menikmati uang korupsi bu, malu."