Mohon tunggu...
Carmelita Tuhala
Carmelita Tuhala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/IPDN

Nama lengkap saya Carmelita Tuhala saya biasa di panggil Icha. Saya adalah seorang praja tingkat tiga di Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Hal-hal yang saya sukai seperti membaca novel, bermain basket dan juga menonton drakor.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

LGBT: Penyakit Berpayung Hak Asasi Manusia

15 November 2022   13:06 Diperbarui: 15 November 2022   13:07 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus LGBT semakin banyak di Indonesia, yang mana bisa kita lihat melalui media, banyak sekali kasus LGBT yang ditangani Kepolisian RI. Maraknya kasus LGBT di Indonesia pun menimbulkan berbagai pro dan kontra terhadap kaum LGBT, apakah perlu dicegah atau dilindungi ? Karena kaum LGBT beranggapan bahwa itu adalah hak mereka terhadap orientasi seksual mereka, bukannya pemerintah sudah seharusnya, melindungi hak asasi setiap manusia?

Mari kita bahas...

Jika kita meninjau dan melihat keadaan Indonesia sekarang, dimana semakin banyak pasangan LGBT yang terang-terangan menunjukkan status orientasi seksual mereka dengan prinsip bahwa, itu adalah hak mereka. Negara bertugas untuk melindungi hak asasi manusia, untuk itu, sudah seharusnya negara menghormati dan juga melindungi kaum LGBT. Sebagaimana di negara-negara Eropa, yang bahkan melegalkan pernikahan antara sesama jenis, sudah seharusnya Indonesia juga mulai menerima adanya kaum LGBT, sesuai dengan globalisasi dan hak asasi yang dipegang setiap orang. Kaum LGBT juga semakin terang-terangan karena merasa pemerintah Indonesia mulai permisif terhadap keberadaan mereka, seperti adanya Citayem Fashion Week yang menampilkan pria-pria berbusana wanita dan memiliki tingkah selayaknya seorang perempuan, belum lagi di hari kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang seharusnya diperingati dengan penuh kesakralan pun sering kali dirayakan dengan ajang perlombaan pria berbusana wanita, yang entah sadar atau tidak menunjukkan bahwa Indonesia mulai permisif dan menerima kehadiran kaum LGBT. Kaum LGBT pun berpatokan pada dasar negara republik Indonesia yaitu, sila kedua dari Pancasila "Kemanusiaan yang adil dan beradab", bahwa mereka juga manusia, sudah seharusnya mereka tidak dikucilkan atau tidak diterima di kalangan masyarakat Indonesia. Dengan tidak menerima kehadiran mereka, bukankah itu berarti melanggar "adab"? Selain itu, bukankah dengan menerima kehadiran dan melegalkan adanya kaum LGBT juga membantu pengendalian populasi? Dengan dilegalkannya LGBT, jumlah kelahiran bisa menurun dan semakin membantu dalam mengatasi peledakkan jumlah penduduk, karena bisa dilihat sendiri program KB yang tidak berjalan optimal.

Lantas dengan paparan diatas, apakah Indonesia sudah seharusnya menerima kaum LGBT dan melegalkan legitimasi LGBT?

Mari kita bahas lagi..

LGBT adalah sebuah penyakit yang mana orientasi seksual atau preferensi seksualnya adalah sesama jenis bukan berlainan jenis. Baik itu hubungan sesama perempuan maupun sesama laki-laki. Namanya juga penyakit, apalagi menular, sudah tentu harus dicegah dan diobati bukannya dibiarkan  begitu saja. Orientasi seksual yang menyimpang juga bukan terbentuk tiba-tiba, tetapi berproses. Ada banyak faktornya misalnya lingkungan sosial, keluarga, maupun dari dalam diri sendiri. Sehingga, kalau memang ada kelainan, sudah seharusnya dikonsultasikan ke ahli.

LGBT sudah seharusnya dicegah karena tidak sesuai dengan kodrat hidup manusia yang mana diajarkan di dalam setiap agama yang diakui di Indonesia. Hak asasi manusia ada untuk melindungi kodrat hidup manusia tersebut, bukannya mengatasnamakan HAM untuk berbuat sesuka hati. Memang setiap manusia punya hak asasi manusia, tetapi bukan berarti HAM-nya dipakai sebagai alasan yang bertolak belakang dengan kodratnya sebagai manusia. LGBT tidak bisa dibenarkan dengan alasan HAM, karena HAM juga harus sejalan dengan kodrat manusia.

Pemerintah memperbolehkan adanya event-event seperti contohnya Citayem Fashion Week bukan berarti pemerintah mengizinkan adanya LGBT dan bukannya mendukung atau bertindak permisif terhadap kehadiran kaum LGBT. Tetapi, itu adalah bentuk pelaksanaan HAM. Dimana semua orang bebas berekspresi, bebas menyuarakan dan melakukan keinginan dan berorganisasi yang sesuai dengan kodratnya. Sampai sekarang di Indonesia pun belum ada dasar hukum yang melarang perempuan berpakaian seperti laki-laki atau laki-laki yang berpakaian seperti seorang perempuan. Bukan kodrat seorang perempuan juga untuk harus memakai rok atau perempuan tidak boleh menggunakan celana. Cuman, memang tidak lazim saja di Indonesia seorang laki-laki memakai pakaian seperti seorang perempuan. Makanya sejauh ini hanya berlaku norma sosial, dan tidak bisa menggunakan norma hukum untuk larangan persoalan berbusana selama tidak meresahkan masyarakat dan melanggar kodrat sebagai manusia.

Balik lagi kedasar negara, sila pertama " Ketuhanan Yang Maha Esa", sudah jelas sekali bagi pemerintah untuk menolak melegalkan LGBT karena, sekali lagi, tidak ada agama di Indonesia yang mengakui dan memperbolehkan LGBT. Indonesia sendiri adalah negara ketimuran yang banyak mengandung nilai-nilai moral, adat istiadat, asusila, agama dan lain- lain.

Kemudian, menyangkut sila kedua Pancasila. Sila kedua Pancasila berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab" , bukankah tindakan LGBT adalah tindakan diluar kata "beradab"? Lalu, LGBT sebagai solusi yang bisa dipakai untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, bukankah ini lebih seperti mencari alasan pembenaran? Penekanan populasi dengan alasan LGBT (gay & lesbi), karena kaum LGBT tidak bisa punya anak? LGBT sudah bertransformasi menjadi LGBTQ+ , yang tidak bisa punya anak mungkin kaum gay dan lesbi, tetapi, yang lainnya? Bisex? Queer? (+)? Sedangkan, LGBT sendiri merupakan akses paling cepat penyebaran HIV. Penyebaran LGBT pun juga diikuti dengan hal-hal yang sedikit lebih halus seperti FWB (Friends With Benefit), Swinging dan lain-lain yang mengarah pada free sex. Jika terjadi kehamilan akibat free sex, ujung-ujungnya juga kalau tidak aborsi berarti akan ada penambahan populasi terus-menerus. Aborsi, penambahan populasi, HIV dan lainnya nantinya hanya akan menjadi masalah kesehatan. Percuma saja kalau populasinya banyak, tetapi tidak produktif karena mengidap sakit. Dan semuanya, bakal berujung pula pada permasalahan ekonomi. Yang berarti LGBT bukanlah solusi. Kita juga bisa melihat seperti di Thailand, dimana LGBT sangat dilegalkan, sehingga yang tampak adalah "anomia" atau masyarakat tanpa hukum atau tanpa nilai. Untuk itu sudah sepatutnya kita bersyukur bahwa negara masih mau mengatur kita kearah yang lebih baik.

Intinya, mengapa di Indonesia tidak bisa dilegalkan LGBT, karena Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, semua masyarakat diwajibkan mempunyai agama sebagai syarat menjadi warga negara. Karena itu, LGBT sangat tidak boleh untuk dilegalkan di Indonesia. Kalau punya penyimpangan secara pribadi, it's okay, tidak apa-apa, itu urusan pribadi masing-masing, tetapi, ketika sudah naik ranah sebagai warga negara, hal itu tidak akan diakui. Entah laki-laki yang beroperasi kelamin menjadi perempuan atau sebaliknya, di KTP-pun tetap jenis kelamin sebelum dioperasi yang dipakai, karena secara hukum hanya diakui jenis kelamin sejak lahir kecuali ada penetapan dari pengadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun