Mohon tunggu...
Carlos Nemesis
Carlos Nemesis Mohon Tunggu... Insinyur - live curious

Penggiat Tata Kota, tertarik dengan topik permukiman, transportasi dan juga topik kontemporer seperti perkembangan Industry 4.0 terhadap kota. Mahir dalam membuat artikel secara sistematis, padat, namun tetap menggugah. Jika ada yg berminat dibuatkan tulisan silahkan email ke : carlostondok@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Bergerak dalam Jarak

11 Mei 2020   09:16 Diperbarui: 15 Mei 2020   12:38 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumentasi pribadi, suasana di depan FX Sudirman

Hal serupa juga terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus pada 2 Maret-25 April 2020 yang mencapai 277 kasus pada perempuan dewasa, dan 407 kasus pada anak[2]. Beban domestik yang tidak seimbang dalam merawat anak dalam memenuhi kebutuhan domestik menjadi salah satu penyebabnya.  

sumber: https://www.bbc.com/
sumber: https://www.bbc.com/
Lalu seberapa butuhkah seseorang untuk pergi keluar dari kamar masing-masing? Saya tidak membahas dari sisi kejiwaan, karena banyak yang lebih ahli, tetapi dari sisi konteks ruang dan waktu. 

Pertanyaan pertama kepada kita yang sedang mengisolasi diri adalah, apakah kita merasa hari-hari selama isolasi diri berjalan lebih cepat dari biasanya? Seakan-akan semua terjadi tidak dalam hitungan hari lagi, tetapi menjadi pergantian di setiap minggu. 

Perasaan akan waktu kita semakin menumpul karena kita selalu berpapasan dengan hal-hal yang itu saja, seperti bangku, kursi, bahkan udara artifisial dari pendingin udara. 

Hidup kita terlalu teratur sehingga kita gampang lupa dan tidak ada kejadian yang berkesan untuk diingat. Kita butuh "ketidak teraturan" dalam keseharian untuk membuat hari bermakna.

sumber: https://www.itdp.org/
sumber: https://www.itdp.org/
Pemenuhan kebutuhan itu bisa dipenuhi dengan berada di luar ruangan. Karena dengan berada di luar ruangan, kita menjadi sadar akan hal-hal di luar kendali kita, terlebih lagi untuk hal-hal alami seperti pepohonan di pinggir jalan, suara-suara burung, ataupun angin pagi dan angin sore yang menerpa kita. 

Dengan bergerak kita belajar untuk mengapresiasi ruang dan waktu, ketika saya bersepeda saya mengamati setiap pohon dan bunga-bunga yang ada di jalan, ataupun para pejalan kaki yang bisa saya lihat secara langsung ekspresinya. 

Bersepeda membantu saya merasakan waktu lebih lama berlalu dan banyak kejadian menarik yang terjadi. Tidak seperti berdiam diri di rumah menonton film yang tanpa sadar sudah sampai malam.

Berdamai dengan pandemi, caranya?
Presiden Joko Widodo meminta kita untuk berdamai dengan pandemi[3], saya menangkap bahwa Presiden kita menekankan kalau hal ini akan berlangsung lama dan kita harus bisa beradaptasi dengan keadaan pagebluk ini sampai vaksin ditemukan. Mungkin saja dalam waktu dekat kita diperkenankan bekerja ke kantor kita masing-masing namun dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. 

Pertanyaanya, apakah kedamaian ini bisa terwujud jika kita tetap di rumah saja? Jika kita pada akhirnya diperbolehkan untuk bergerak dan beraktivitas dengan jaga jarak, apakah pemerintah sudah mempersiapkan protokol jaga jarak yang nyata di lapangan?

sumber: https://jogja.tribunnews.com/
sumber: https://jogja.tribunnews.com/
Seperti kita ketahui bersama, kita diminta untuk menghindari penggunaan transportasi umum karena berpotensi menjadi tempat penyebarna virus. Langkah antisipatif sudah dilakukan di beberapa daerah, seperti di Jakarta dengan menetapkan 50% kapasitas penumpang pada setiap modanya. 

Saat ini kita belum terlalu melihat penumpukan yang berarti dalam penggunaan transportasi umum, namun jika di masa depan orang-orang sudah bisa bekerja dan masih bergantung kepada transportasi umum, bisa dibayangkan penumpukkan penumpang yang terjadi. 

Bagaimana tidak, orang-orang menggunakan transportasi umum karena harganya yang murah. Jika pemerintah membatasi penggunaan transportasi umum dan bahkan anggarannya saja dikoreksi sampai 53%[4] (pada Pemprov DKI Jakarta) bagaimana kita bisa menjamin pergerakan warga kota tetap berjalan?

sumber: https://otomotif.kompas.com/
sumber: https://otomotif.kompas.com/
Lalu apakah alternatifnya bisa dengan menggunakan motor atau mobil pribadi? Jawabannya jangan. Kenapa jangan? Karena dengan menggunakan kendaraan pribadi, kita akan kembali ke pada Jakarta dengan kota yang macet dan berpolusi. 

Polusi yang menumpuk di Jakarta dapat memperparah kondisi kesehatan pernafasan warga Jakarta dan dapat memperparah kemungkinan meninggal akibat COVID-19[5]. Lagipula jika kita serahkan kepada motor dan mobil, tidak semua warga memiliki uang untuk membelinya, terlebih lagi di saat-saat krisis keuangan seperti ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun