Mohon tunggu...
Carlos Alfin
Carlos Alfin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Be yourself and never surender

Selanjutnya

Tutup

Money

Penerapan Kaidah Maqashid Syari'ah dalam Produk Perbankan Syari'ah

11 Juli 2020   22:22 Diperbarui: 11 Juli 2020   22:18 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Perumusan  setiap  produk  perbankan  dan  keuangan  syariah tidak   terlepas   dari   kajian   ushul   fiqh   dan   maqshid   syariah. Kalangan    akademisi    dan    praktisi    lembaga    perbankan    dan keuangan,  tidak  cukup  hanya  mengetahui  produk  fiqh  muamalah dan   aplikasi   dari   produk-produk   perbankan   saja,   tetapi   harus memahami     metodologi istimbath dan     ijtihad ulama     dalam merumuskan   dan   menetapkan   suatu   masalah   hukum   Islam, khususnya  terhadap  kebijakan,  sistem,  mekanisme,  dan  produk-produk perbankan syariah.

Terkait  dengan  produk  perbankan  syariah,  ushul  fiqh  yang berwawasan maqshid syariah memberikan perspektif filosofis dan pemikiran    rasional,    tentang    akad-akad    pada    setiap    produk perbankan syariah.  Semua   produk   perbankan   syariah   mengacu   pada   fatwa Dewan  Syariah  Nasional  (DSN),  yang  selanjutnya  diatur  dalam bentuk  Peraturan  Bank  Indonesia  (PBI). 

 Setiap  perbankan  syariah diwajibkan   memiliki   Dewan   Pengawas   Syariah   (DPS)   yang memiliki  tugas  pokok  di  antaranya,  mengontrol  seluruh  produk yang  digulirkan.  

DPS  juga  dibebani  kewajiban  mengoreksi  dan mengevaluasi sisi-sisi syariah yang lain, termasuk melakukan upaya strategis untuk menanamkan nilai-nilai syariah dalam perilaku insan perbankan syariah secara menyeluruh. Namun  yang  menjadi  permasalahan  adalah,  sejauh  mana kaidah-kaidah   maqshid   syariah   tersebut   diterapkan   oleh   para pihak  yang  merumuskan  produk-produk  perbankan  syariah,  yaitu DSN selaku pemberi fatwa. Dan sejauh mana kemampuan mereka mengidentifikasikan  dan  mengeliminasi  unsur-unsur  riba  dalam fatwa-fatwa  mereka.  Mengingat  keberadaan  bank  syariah  cukup strategis, dalam mengembangkan misi bisnis dan mengemban misi sosial,  sehingga  operasionalnya  harus  sejalan  dengan  keyakinan teologis dan nilai-nilai etis religius lainnya.  Melalui makalah singkat ini akan dipaparkan tentang konsep maqshid syariah dan penerapannya oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)  dalam  mengeluarkan  fatwa  yang  berkaitan  dengan  produk perbankan syariah di Indonesia.

Terkait  dengan  bidang  pengembangan  ekonomi  syariah, seseorang  dituntut  kehati-hatian  dalam  menemukan  illat  hukum dan  menggali  mashlahat.  Dibutuhkan  pengetahuan  disiplin  ilmu lain  yang  terkait,  misalnya  ilmu  ekonomi  makro.  Mungkin  secara fiqh   muamalah   formal,   suatu   kasus   dibolehkan,   tetapi   setelah mengkaji maslahat dan mudharatnya dari perspektif ilmu ekonomi makro,  sesuatu  kasus  itu  bisa  dilarang.  Oleh  karena  itu  seorang dituntut  untuk  menemukan illat,  dan  menggali  mashlahat  serta mengeliminir mudharat dalam sinaran maqshid syariah. Misalnya    ada    seorang    pakar    di    luar    negeri    yang membolehkan    transaksi    bursa    komoditi    berjangka    karena mengqiyaskannya dengan Secara formal antara keduanya memang  kelihatannya  mirip,  namun  secara illat  dan  maqshid, terdapat  unsur  derivatif  ribawi  di  dalamnya  sehingga  transkasi  itu menjadi  terlarang.  Contoh  lain  yang  cukup  sederhana  antara  lain tentang illat  larangan  riba  yang  dikatakan  illatnya zhulm (zhalim). Kesalahan menemukan illat riba akan menimbulkan kesalahan fatal berikutnya, misalnya menganggap suku bunga bank di Jepang yang berkisar  2  hingga  3  persen  setahun  bukanlah  riba  karena  tidak mengandung  unsur  zhalim,  dimana  prosentasenya  dinilai  rendah, dibanding margin murabahah di Indonesia yang mencapai 10 hingga 12  persen  setahun.  Di  sini,  dibutuhkan  teori-teori  ilmu  ekonomi makro   Islami   seperti   teori   inflasi,   teori bubble   dan   krisis, hubungannya dengan produksi, employment, dan sebagainya.Tercapainya  keseimbangan  antara  sektor  moneter  dan  riil merupakan  tujuan  yang  hendak  dicapai  (maqshid),  khususnya dalam  penerapan  regulasi  perbankan  syariah.  Bila  ini  dilakukan maka  akan  mampu  mencegah  gelembung  dan  inflasi  ekonomi. Ketika  regulasi  perbankan  didasarkan  pada  prinsip  keseimbangan, maka sudah tentu regulasi tersebut sesuai syariah. Sebaliknya, tanpa maqshid  syariah,  maka  semua  regulasi,  fatwa,  produk  keuangan dan  perbankan,  kebijakan  fiscal  dan  moneter,  akan  kehilangan substansi  syariahnya.  Fikih  muamalah  yang  dikembangkan  serta regulasi  perbankan  dan  keuangan  yang  hendak  dirumuskan  akan kaku  dan  statis.  Akibatnya  lembaga  perbankan  dan  keuangan syariah akan sulit dan lambat berkembang.  Berdasarkan  uraian  di  atas  dapat  dipahami  bahwa  dalam penerapan   regulasi   perbankan   syariah   yang   terpenting   adalah tercapainya     maqshid     syariah,     yakni     keseimbangan     dan terwujudnya  kemaslahatan  antara  sektor  moneter  dan  sektor  riil. Dengan demikian kemaslahatan itu tidak hanya diperuntukkan bagi sektor   moneter   (lembaga   keuangan   syariah)   akan   tetapi   juga kemaslahatan  bagi  sektor  riil  yang  membutuhkan  (nasabah  atau dunia usaha).

Konsep  ekonomi  Islam  adalah  suatu  keniscayaan  yang  harus  dikembangkan  lebih  jauh,  tidak  hanya  dalam  tataran  konseptual teapi juga dalam tataran praktis, khususnya praktek di perbankan syariah. Islam telah menyediakan sumber-sumber tekstual  yang  memadai  untuk  memberikan  batasan  prilaku  manusia, namun hal itu tidak cukup jika tidak diimbangi dengan inferensi  sosial.  Adanya  teori  maqasid  asy-syar'ah  dalam kajian  perekonomian  Islam  merupakan  langkah  maju  dalam  pengembangan model ekonomi Islam yang paling ideal. Hal ini karena maqasid asy-syari'ah dapat dijadikan alat bantu dalam membantu menyelesaikan dalil dalam menetapkan suatu hukum dalam rangka mencapai tujuan disyariatkannya hukum tersebut.

Refrensi : media.neliti.com | jurnal.iainkudus.ac.id

Oleh : Aura Putri Maulana (41903056) Mahasiswa STEI SEBI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun