Mohon tunggu...
Cantika Muhrim
Cantika Muhrim Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Pegiat Kemanusiaan dan Perubahan Sosial

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cinta Pertama Tak Pernah Mati

15 Januari 2020   16:43 Diperbarui: 4 April 2020   02:43 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" kk demam tinggi, bunda panik , ayahmu masih dikantor. Tak ingin gegabah dan mengambil langkah salah, bunda menelfon ayah. Jarak kantor ayah dari rumah itu cukup jauh , untuk kecepatan normal sebuah mobil kira kira membutuhkan waktu 25 menitan untuk bisa sampai. Hari itu belum juga 15 menit setelah tutup telefon , ayah muncul dibalik pintu dengan wajah panik. Bunda sampai bingung kenapa secepat itu ayah datang. Tapi kak, begitulah ayah  ketika mendengar kabar kurang baik tentang kamu.

"Ayah benar benar malaikat penjaga untuk kita sayang".mata bunda mulai berair.

" kk tau, setelah pulang dari klinik, ayah benar benar tidak tidur semalaman. Masih dengan pakaian kantor nya ayah mendekap kk hangat, mengulang ulang mantra penguat untuk putri kecilnya . cepat sembuh sayang , cepat sembuh sayang, cepat sembuh sayang . ucapnya dengan mimik penuh belas kasih sambil ngelus kepala kk" kali ini bunda menatapku tegar

" ayah hebat kan sayang, ayah selalu ada untuk kk, selalu ada untuk bunda, selalu ada untuk kastil kecil kita. Ya, Rumah minimalis ini sering disebut ayah sebagai sebuah kastil, bunda berperan sebagai ibu ratu, & kamu adalah seorang puteri."

bunda merengkuh tubuh ku " ayah membuat hidup kita bak dongeng disebuah Negeri yang bahagia. Ayah merawat kakak dengan sebaik baiknya. harapan ayah kk tumbuh jadi anak yg cerdas. kk jangan lemah , kk harus kuat. Ayah memang tidak lgi bersama kita, tapi ayah tidak pergi sayang, ayah ada kok, hanya kita beda alam saja sekarang." 

Aku masih terdiam, imajinasiku masih berkelana di lorong lorong waktu mencari sosok ayah yg bunda ceritakan. Belum kutemukan, aku berhenti di persimpangan dimensi. Tiba tiba kata kata bunda barusan mengiang ngiang kembali. Ayah ada sayang , ayah ada. Hanya ktia beda alam.

Air mata ku jatuh, berdamai dengan hati. Membenarkan. ayahku ada, dia sedang melihat kesedihanku sekarang, Dia bahkan sedang memelukku erat. Namun ia, kita beda alam.

Kali ini giliran aku yg menatap bunda tegar "bunda ceritakan, kenapa ayah meninggal? bagaimana bunda saat itu? bunda menangis?, lalu aku? apa aku nangis juga?" tanyaku pada bunda beruntun. Ada sesak yg kutahan. Tapi ucapan bunda seperti mantra bagiku, aku harus kuat, aku jangan lemah. Jangan lemah.

Perpisahan tersiap

Minggu pertama dibulan februari, sekitar jam 19 WIT ayah dilarikan ke rumah sakit.

Ayah jatuh sakit beberapa hari yg lalu. beberapa bulan terakhir memang ayah sering mengeluh tentang dada nya yg seringkali sesak. Tapi selalu menolak ketika diajak bunda periksa ke dokter, alasannya ayah hanya kedinginan saja karena tiap hari pulang malam. Ketika sesak nya mulai muncul ayah hanya menyuruh bunda untuk mengompres dada nya . Perlahan pun sakit nya hilang, dan ayah beraktifitas seperti biasa. Tetapi, Makin kesini sesak itu makin sering muncul , puncaknya malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun