Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Literasi Wakaf, Infak, Sedeqah dan Tata Kelola yang Masih Egosektoral

27 Oktober 2021   13:00 Diperbarui: 27 Oktober 2021   13:03 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tingkat pengetahuan publik terhadap literasi, wakaf, infaq, dan sedeqah masih sangat rendah. Diperkirakan baru mencapai 50 persen. Meski ada peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya 20 persen, namun dibandingkan jumlah penganut Islam di Indonesia, maka dapat dikatakan belum menggembirakan.

Walaupun pemahaman literasi wakaf, infak, sadaqah itu rendah tetapi pengamalannya tinggi. Walaupun tidak memahami, tapi mereka berbicara tentang inklusi keuangan syariah. 

Literasi tentang wakaf secara menyeluruh itu bukan hanya sekedar menyadari tapi memahami pengetahuan yang menyeluruh melibatkan proses mekanisme aturan main, bicara tentang kemana dana itu digunakan. Artinya lebih rinci tentang itu mereka memiliki pemahaman sangat rendah.

Tetapi walaupun mereka tidak memahami tentang itu namun mereka sudah pernah mewakafkan harta. Pemahaman mereka mungkin hanya tahu bahwa kalau mewakafkan itu akan mendapatkan pahala. Mereka tidak tahu tentang persoalan uang itu dibawa kemana atau katakanlah ketika seseorang memberi infak dan sedekah, yang dia tahu yang penting saya mendapat pahala. 

Persoalan ini orang nggak peduli, padahal sangat penting artinya ketika kita memberi sedekah dan infaq dan sebagainya sebenarnya kita punya tanggung jawab untuk mengetahui kemana zakat/infaq/shadaqah itu dibawa.

Kalau kita bicara ini ya bicara tentang fleksibilitas aturan, pengeluaran uang dari kas daerah yang bersumber dari ZIS (zakat, infak, sedeqah) juga harus mudah sebagaimana saat masuk ke kas daerah. Kita tidak mau seperti yang terjadi sekarang, ada orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, mereka memerlukan uang yang segera tapi kita lihat ternyata ada dana tapi sulit untuk keluar karena harus menunggu ketuk palu dewan. 

Sehingga begitu pentingnya peran tentang tata kelola zakat yang baik, misalnya kalau kita lihat kasus-kasus Baitul Mal Malaysia, di Provinsi Aceh ketika tanah zakat infaq shadaqah itu masuk ke dalam pembagian Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan masuknya mudah tapi keluarnya itu ya harus ada persetujuan dewan dan sebagainya.

Padahal kalau orang mau mati itu kan tidak menunggu palu dewan. Ini ya fleksibilitas artinya bicara tentang bagaimana yang membuat tata kelola yang baik sama dengan bicara bagaimana pelayanan yang tepat sasaran dan seterusnya dan ini menjadi tantangan berat kita.

Menurut Pakar Ekonomi Islam Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Dr M.Shabri Abd. Majid, M.Ec, "kalau saya melihat belum ada kajian menyeluruh yang bicara tentang tingkat literasi wakaf ya, maka ia memiliki otoritas tentang kita ada badan wakaf Indonesia perlu ada laporan, ada kajian-kajian yang mendasar karena untuk memberdayakan atau orang akan mau berpartisipasi mendonasikan atau mewakafkan uang mereka dalam bentuk uang atau mewakafkan apapun atau kalau sudah memiliki kesadaran dan kecintaan untuk berdonasi".

Kita lihat artikel yang dipaparkan Prof Salina tadi ya (Webinar Empowering Islamic Philanthropy of Zakat, Waqf, and Voluntary Donations for Public Socio-Economic Prosperity), orang akan termotivasi untuk melakukan donasi itu sebenarnya berbicara tentang literasi pemahaman, kan orang tak sayang maka tidak akan muncul benih-benih kecintaan itu sendiri ya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun